Mohon tunggu...
made didi kurniawan
made didi kurniawan Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis Lepas

Penelitian 🕵️dan Penulis Lepas Artikel Ilmiah dan Populer ✍️

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Masa Depan Milik Dua Manusia: Penguasa atau Tersingkir?

30 Agustus 2025   09:41 Diperbarui: 30 Agustus 2025   09:41 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemberdayaan AI vs. Beban Tanpa AI. (Sumber: Gemini AI)

Masa depan, yang sering kita bayangkan sebagai dunia yang penuh dengan kemajuan dan kemungkinan tak terbatas, ternyata menyimpan sebuah dilema yang tak terhindarkan: hanya akan ada dua jenis manusia. Bukan lagi soal kaya atau miskin, pintar atau bodoh, tetapi mereka yang menggunakan AI dan mereka yang menolak AI. Pandangan ini mungkin terdengar ekstrem, namun di balik itu tersembunyi sebuah kebenaran mendalam tentang bagaimana teknologi akan menjadi penentu utama relevansi dan keberlangsungan kita. Pertanyaannya bukan lagi apakah AI akan mengubah dunia, tetapi apakah kita akan menjadi bagian dari perubahan itu atau hanya menjadi penonton yang tersingkir.

Bangkitnya Manusia Super: Kolaborasi dengan AI

Manusia yang memilih untuk berkolaborasi dengan AI akan menjadi arsitek masa depan. Mereka bukan sekadar pengguna, melainkan mitra strategis yang memahami cara kerja AI dan menggunakannya untuk melipatgandakan kemampuan mereka. Ini bukan hanya tentang menggunakan ChatGPT untuk menulis email atau Stable Diffusion untuk membuat gambar. Ini adalah tentang mengintegrasikan AI ke dalam inti pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, dari dokter yang menganalisis data genetik dengan bantuan AI hingga seniman yang menggunakan AI untuk menciptakan karya seni yang belum pernah ada sebelumnya.

Kunci kesuksesan mereka terletak pada peningkatan produktivitas dan efisiensi yang luar biasa. AI mengambil alih tugas-tugas repetitif dan membosankan, membebaskan waktu dan energi manusia untuk fokus pada kreativitas, pemikiran strategis, dan interaksi emosional---kemampuan yang tidak dapat ditiru oleh mesin. Mereka yang mahir dalam kolaborasi ini tidak hanya akan bertahan, tetapi juga akan menciptakan profesi-profesi baru yang belum pernah terpikirkan, seperti Prompt Engineer atau AI Ethicist, menjadikan mereka pelopor di era baru.

Tragedi Penolakan: Mereka yang Terperangkap dalam Masa Lalu

Di sisi lain, ada kelompok yang menolak AI, terperangkap dalam ketakutan bahwa teknologi ini akan mengambil alih segalanya. Penolakan ini, yang sering kali didasari oleh ketidakpahaman atau konservatisme, memiliki konsekuensi yang fatal.

Individu-individu ini akan mengalami kemunduran kompetitif yang signifikan. Bayangkan seorang akuntan yang masih bekerja secara manual, mencoba bersaing dengan rekan-rekannya yang menggunakan AI untuk mengotomatisasi audit dan analisis keuangan. Atau seorang seniman yang menolak alat digital, kesulitan bersaing dengan para kreator yang menggunakan AI untuk mendesain dan memproduksi karya dengan kecepatan dan skala yang tak tertandingi.

Seiring berjalannya waktu, pekerjaan-pekerjaan yang dapat diotomatisasi secara mudah akan berangsur-angsur menghilang, meninggalkan mereka yang tidak siap untuk beradaptasi. Ini bukan hanya soal kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan relevansi dalam masyarakat yang semakin bergantung pada teknologi. Mereka berisiko menjadi terisolasi secara sosial dan ekonomi, kesulitan mengakses layanan dasar atau berpartisipasi dalam ekonomi yang semakin digital. Penolakan mereka bukan hanya terhadap AI, melainkan terhadap kemajuan itu sendiri.

Jalur Tengah: Bukan Pertarungan, Melainkan Evolusi

Meskipun pandangan ekstrem ini sangat provokatif, realitasnya mungkin tidak sesederhana itu. Mayoritas manusia tidak akan langsung terbagi menjadi dua kubu. Sebaliknya, akan ada proses transisi yang panjang dan kompleks. Tantangan terbesar kita bukan untuk memisahkan diri, melainkan untuk menciptakan jalur tengah---sebuah proses evolusi di mana kita semua, baik individu, perusahaan, maupun pemerintah, berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan untuk memastikan bahwa transisi ini berjalan seadil mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun