Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pembunuhan di Rue Morgue (Bag. 6)

20 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 20 Maret 2020   07:22 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto ilustrasi pada cerita asli | The Murder in The Rue Morgue-Edgar Allan Poe

Binatang itu, dengan pisau yang masih di tangannya, berhenti sesekali menengok ke belakang kepada saya. Tapi sebelum saya dapat mendekat untuk dapat menangkapnya, binatang itu selalu berlari lagi. Ia seperti sedang mempermainkan saya.

"Hampir pagi, tapi jalanan masih gelap, dan lengang. Kami sampai di belakang sebuah rumah di Rue Morgue. Binatang itu menengok ke atas dan melihat sebuah cahaya pada jendela yang terbuka dari sebuah kamar jauh di atas. Hanya itu jendela yang nampak terang. Binatang itu melihat tiang logam, menaikinya dengan mudah dan cepat, dan melompat ke dalam kamar. Semua ini tidak sampai satu menit.

"Saya tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Saya tidak tahu apa yang dapat saya lakukan. Saya ikuti binatang itu. Saya pun menaiki tiang itu. Sebagai pelaut itu mudah bagi saya. Tapi jendela yang terbuka itu jauh dari tiang dan saya takut untuk mencoba melompat. Toh saya dapat melihat ke dalam kamar, melalui jendela yang lain, yang tertutup.

"Dua orang wanita sedang duduk di sana, membelakangi jendela. Siapa yang dapat menerka kenapa mereka tidak tidur pada saat malam begitu? Sebuah kotak ada di tengah lantai. Dokumen-dokumen isi kotak itu berserakan di lantai. Wanita-wanita itu nampak sedang mempelajari beberapanya. Mereka tidak melihat binatang itu, yang tengah berdiri di sana, menonton dengan pisau masih di salah satu tangan. Tapi si wanita tua mendengarnya dan menengokkan kepalanya dan melihat binatang itu di sana, dengan pisau di tangan, dan lalu ... lalu saya mendengar awal jeritan-jeritan yang menakutkan itu.

"Saat binatang itu mendengar jeritan si wanita  tua ia menjambak rambutnya dan perlahan mengayun-ayunkan pisau di depan wajahnya. Si gadis, penuh ketakutan, jatuh ke lantai dan selanjutnya tidak bergerak, matanya tertutup. Si wanita tua terus menjerit dan minta tolong, menjerit ketakutan. Saya pikir binatang itu sekarang ketakutan seperti wanita tua itu. Dengan kuat sekali ia mencabut segenggam rambut.

Dan saat si wanita, berlumuran darah, berusaha lari darinya, binatang itu menjambak rambutnya kembali dan dengan satu gerakan tangan ia hampir mencopot kepalanya dari tubuhnya. Menjatuhkan mayatnya, binatang itu berpaling dan melihat si gadis bangun, menatapnya ketakutan. Dengan kemarahan di matanya ia serang gadis itu, mencengkramkan jari-jari kuatnya ke lehernya, dan mencekikannya kuat-kuat hingga dia tewas.

"Saat si gadis berhenti bergerak, binatang itu meletakkan mayatnya ke atas lantai dan menengadah. Ia melihat wajah saya di jendela. Ia mulai berlarian mengelilingi ruangan, cepat, tak beraturan. Ia melompat-lompat, menjatuhkan kursi-kursi, mengobrak-abrik tempat tidur. Tiba-tiba ia berhenti dan mengambil mayat si gadis dan, seolah hendak menyembunyikannya, dengan kuat sekali ia mengangkat mayat itu ke atas tungku perapian, di mana ia ditemukan. Ia lemparkan wanita tua itu keluar jendela.

"Saat semua ini berlangsung saya menggantung pada tiang, penuh ketakutan. Sepertinya saya telah kehilangan daya untuk bergerak. Tapi saat melihat binatang itu mendekati jendela dengan mayat wanita tua itu, ketakutan saya berubah menjadi kekhawatiran. Saya bergegas turun---saya hampir jatuh dari tiang, dan saya berlari. Saya tidak menengok ke belakang. Saya lari! "Oh Tuhan! Tuhan!"

Kepala kepolisian tidak senang jawaban untuk misteri pembunuhan itu telah ditemukan seseorang yang bukan polisi. Dia mengatakan orang-orang hendaknya mengurusi urusannya sendiri-sendiri. "Biar dia bicara," kata Dupin.

"Biar dia bicara. Dia akan merasa lebih baik karenanya. Dan dia seorang pemuda yang baik. Tapi dia membuat sesuatunya tidak lebih sederhana dari semestinya. Tetap, orang-orang menyebutnya berbakat, dan bahkan bijak. Aku kira mereka mengatakannya sebab dari cara dia menjelaskan, dengan seksama, menyeluruh, sesuatu yang bukan di sini, atau di sana, atau di manapun; dan mengatakan, "Tidak mungkin!" terhadap sesuatu yang berada di depan matanya."  (tamat)

* dialihbahasakan dari The Murder in The Rue Morgue, sebuah cerita berseri dalam booklet antologi cerita Edgar Allan Poe: Storyteller yang diterbitkan oleh radio Voice of America

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun