***
Malam hari.
Darto masih tak percaya akan kepergian ayahnya. Lebih tak percaya lagi jika kepergian ayahnya justru diurus oleh Ahmad.
“Aku tak habis pikir mengapa kau urus ayahku Mad?” tanya Darto hampir tak terdengar.
“Ini wasiat ayahku sebelum meninggal. Ayah pernah mewasiatkan agar aku merawat ayahmu yang kau tinggalkan.”
“Ada urusan apa gerangan ayahmu mewasiatkan begitu?”
“Dulu ayahmu pernah menolong ayahku, menyelamatkan ayahku ketika bersama-sama menjadi buruh perkebunan di Rimo sana. Jika bukan karena ayahmu, mungkin ayahku sudah celaka di tangan orang-orang yang mengeroyoknya.”
Darto diam. Ia baru memahami. Tak banyak cerita ayahnya tentang itu. Mungkin karena keikhlasan dari otang tuanya itu, tak pernah memamerkan jasa. Ahmad sendiri juga baru tahu ketika ayahnya baru akan meninggal.
“Aku harus bayar berapa untuk biaya ayahku sakit Mad?”
“Nggak usah. Ngga jadi To.”
“Kenapa?”