Lalu kenapa, tanya jiwa ini,
ada pekerjaan yang melibatkan perasaan?
Mengapa harus ada panggung yang gemerlap,
tempat asa dan kekaguman bertemu,
namun terpisah oleh batas yang tak terlihat?
Kau disana, di ketinggian yang tak terjamah,
pancaran bintang yang menerangi
kegelapan duniaku.
Setiap nada yang kau lantunkan,
setiap gerak yang kau ukir,
adalah sihir yang merasuk, menggetarkan sanubari,.
Mengagumimu bukan pilihan, tapi naluri,
seperti napas yang tak bisa kutahan,
seperti denyut yang tak bisa dihentikan.
Namun ada ironi yang menikam,
saat perasaan ini, yang kubiarkan tumbuh subur,
terjebak dalam labirin profesi.
Dimana kekaguman adalah bagian dari peran,
dan detak kagumku mungkin hanya
di anggap sebagai rutinitas belaka.
Setiap lambaian tangan mu,
setiap senyum yang kau bagi,
adalah oksigen bagi hatiku yang terpenjara,
namun juga duri yang menusuk,
mengingatkan pada jarak yang takkan tergapai.
Adakah batas antara nyata dan fatamorgana?
antara kekaguman murni dan tuntutan panggung?
Aku disini, dengan perasaan yang tulus,
menyimpan namamu di relung terdalam.