Maria Imakulata Wurini, seorang pegiat bersama anak-anak, bersedih, “Paskah yang kelabu tahun ini. Kangen membagikan parcel buat anak-anak, kangen lomba-lomba dan mendampingi anak-anak merayakan Paskah.
Kangen ada wedang jahenan sambil ngobrol bersama saudara dan kenalan, kangen foto-foto dan bergaya dengan yang lain. Kangen Komuni Suci, serasa hati disayat sembilu menerima komuni hanya secara batin. Pedih dan tak terasa air mata menetes di pipi. Kangen Ekaristi Suci yang nyata tidak hanya lewat TV.”
Merasa Prihatin
Tentu pandemi Covid ini juga dirasakan oleh orang-orang di seluruh dunia. Tidak hanya di Indonesia. Keprihatinan juga disharingkan oleh Susi Yuniawati, seorang ibu di Yogyakarta, “Kali ini saya merasakan dalam situasi keprihatinan. Keprihatinan bersama seluruh umat. Tetapi di sinilah kita diajarkan untuk selalu berharap kepada Tuhan. Pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib bukan suatu hal kesedihan tetapi harapan bagi umat yang percaya akan penyertaanNya. PertolonganNya ajaib.”
Is Susetyaningrum yang tinggal di wilayah Prambanan juga merasa masgul, “Paskahan ini sungguh terasa makin sendiri. Biasanya ya sendiri tapi karena di gereja, tidak begitu terasa.
Ketika tiba saat komuni, rasanya sering sedih banget. (Misa streaming) Sungguh membantu saya untuk menerima keadaan di mana belum bisa menerima komuni dengan memandang Sakramen Mahakudus yang ditahtakan dalam monstran itu.”
Pastiur Meliala Sembiring juga dalam kesedihan, “Paskah tahun ini serasa tidak merayakannya. Seperti ada yang hilang.”
Steven Yao menuliskan juga kesedihannya meski disambungnya dengan harapan, “Yesus yang menderita sengsara disalib, wafat di kayu salib, dan bangkit pada hari ketiga adalah Tuhan yang dapat merasakan sengsara dan ketakutan manusia akibat wabah Covid-19. Selamat Paskah 2020.”
Irene Nenny L juga merasa sedih, “Lilin Paskah kutatap lekat. Ingin jemari ini meraih kehangatannya dalam nyala lilin-lilin kecil. Namun apa daya. Kali ini, dan cukup kali ini saja, kita diperingatkan akan arti wabah yang mendera seluruh manusia di bumi. Namun demikian, Kristus tak pernah meninggalkan kita.
Cahaya Kristus tetap menerangi kita. Dengan kebangkitanNya, maut telah dikalahkan. Harapan baru telah dicurahkan. Semoga kita dapat menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik, meneladan ajaranNya, menebarkan kasihNya bagi seluruh makhluk di bumi. Selamat merayakan Paskah saudara-saudaraku semua.”
Y Wiwin Widyastuti bahkan menulis, “Paskah yang cukup emosional. Saya merayakan sendirian jauh dari keluarga. Tidak bisa pulang karena saya di kawasan red zone. Saat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!