Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kopi di Meulaboh

13 Februari 2020   06:01 Diperbarui: 13 Februari 2020   06:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti menuangnikmati kopi di Meulaboh
Begitu sejatinya harapan hendak dilabuhkan

Bila kemenangan menjadi terlalu heroik
Maka setuang kopi membuatnya menjadi harum

Dengan kepul yang berebut menaiki ruang
Dengan hangat yang memenuhi bidang

"Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh," kata Teuku Umar

Tidak ada yang lebih hebat dari itu : mengaduk kopi di beranda sendiri

Ketika kabut bergerak pelan di antara pohon jati
Sinar matahari menghangatkan tanah basah
Dan celoteh menerpa dinding-dinding hati

Langkah bergegas supaya perjalanan menjadi lebih pendek
Lalu memasuki rumah beratap langit, berdinding bukit

Air telah dididihkan dan gula merah telah berdiam di dasar cangkir

Langkah menjadi lebih cepat
Jarak semakin pendek

"Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh," kata Teuku Umar

Dan begitulah ia dicatat
Pertempuran mungkin tidak dimenangkan
Harapan bisa saja tidak terjadi
Seperti kopi yang tidak pernah diseduh di Meulaboh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun