Mohon tunggu...
Dian Tahari
Dian Tahari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sepucuk Gawai Pengubah Kehidupan

22 Februari 2019   10:05 Diperbarui: 22 Februari 2019   10:12 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kisah ini bermula dari suatu desa di seberang samudera. Pada mulanya, desa itu dikenal sebagai desa yang ramah-tamah. Penduduknya senang bercengkerama satu sama lain. Saban sore pintu-pintu selalu terbuka, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang siap menerima tamu sepanjang waktu.

Perempuan-perempuan muda pada mulanya adalah koki-koki terhebat yang pernah ada di dunia. Tangan-tangan mereka begitu terampil menanak nasi, merajang bawang, meracik bumbu, menggelung kue dan memantik api untuk memasak. Mereka menghafal lebih dari seribu resep masakan di luar kepala.

Demikian pula para lelaki. Mereka pada mulanya adalah para petarung tangguh, pemburu yang gagah berani, dan petani-petani kekar yang siap memperjuangkan tanah garapannya meski wereng menyalak-nyalak.

Di desa itu terdapat tatakrama yang tidak boleh dilanggar. Yang muda harus menghormati yang tua, sedangkan yang tua harus memberi teladan baik bagi yang muda. Laki-laki dilarang mempermainkan wanita. Sedangkan para wanita diharuskan berpakaian yang sopan, bertutur kata yang baik dan tidak menggoda. Pergaulan antar laki-laki dan perempuan amat dijaga agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Kebiasaan tersebut terus berjalan  seperti itu,  hingga pada suatu hari datang sebuah kapal asing di pelabuhan. Setelah ditelusuri oleh pegawai desa, rupanya itu adalah kapal milik desa sebelah. Petinggi desa sebelah seraya memperkenalkan diri dan tujuannya datang ke desa tersebut. Anak buah petinggi tersebut perlahan-lahan mulai mengenalkan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan yang mereka sebut sebagai 'teknologi'.

Maka tanpa menunggu waktu lama, pompa air berukuran raksasa telah berdiri dan menyuplai air ke seluruh penjuru desa. Para petani tidak perlu lagi menimba air di sumur, cukup tekan tombol, maka air akan mengalir dari bawah ke atas. Para wanita tidak perlu lagi meniup siong untuk menyalakan perapian, mereka hanya perlu memutar-mutar tuas di tungku untuk mendapatkan nyala api yang mereka inginkan.

Sekarang pengurus administrasi desa resmi me-museumkan buku-buku laporannya. Mereka diperkenalkan apa yang disebut sebagai 'komputer', 'database', 'jaringan komputer' dan lain sebagainya. Pekerjaan yang tadinya harus memakan waktu berbulan-bulan, kini cukup beberapa menit saja. 

Sistem penyampaian surat yang pada mulanya melalui merpati, kini diganti melalui kawat. Kata orang yang datang dari desa sebelah itu, namanya 'email'. Surat-surat pun sampai hanya dalam hitungan detik.

Di sekolah-sekolah, para guru tidak perlu lagi mengajak muridnya keluar kelas jika ingin mengajarkan tentang tumbuhan. Cukup menampilkan gambar melalui layar proyektor, murid-muridnya dapat melihat, "Oh, ini bunga mawar"; "Oh, ini tumbuhan berkambium". Jika guru mengalami kesulitan dalam menjelaskan sesuatu, mereka tidak perlu susah payah mempelajarinya lagi, karena ada 'guru-guru digital' yang akan menggantikan tugasnya.

Pembaharuan 'teknologi' terjadi hampir di segala lini, penyebarannya tidak dapat dihalangi lagi. Desa antah berantah itu berubah secepat lesatan panah yang meloncat dari busurnya! Orang-orang yang duduk bercengkerama dengan tetangganya setiap sore sambil menyeduh teh atau kopi, sekarang sulit ditemukan. 

Peremuan-perempuan yang dapat menghafal lebih dari seribu resep masakan serta memiliki tangan terampilpun sulit ditemukan. Sekarang mereka tidak perlu lagi memasak. Lewat salah satu turunan 'teknologi' yang diberinama 'Go-Food', orang hanya perlu menekan beberapa tombol, dan .. jreng!, makanan yang kita inginkan akan langsung muncul di depan pintu.

Pemuda-pemuda mulai meninggalkan permainan panahan. Mereka punya permainan sendiri yang lebih asyik. Mobile Legend dan PUBG, katanya. Mereka mendapatkan semua permainan itu dari sebuah alat yang dinamakan 'gawai'.

Oh,ya, ada yang ingin kusampaikan padamu. Mungkin kau akan menganggapnya tak penting, karena memang sudah lama sekali kita tak berbincang. Sejak orang dari desa sebelah itu bertandang ke desa kita, bukan mustahil kau juga telah melupakanku.

Kau yang sekarang nyaris tak kukenali lagi. Entah barangkali perubahan ini telah menyerap habis seluruh keanggunanmu dan senyuman hangat yang selalu kau ukir setiap menyambutku pulang. Aku tak bisa menyalahkanmu, pun teknologi. Apalagi menyalahkan Kepala Desa yang telah membiarkan teknologi ini tumbuh dan berkembang pesat di desa kita. Terlebih, aku tidak bisa menutup mata bahwa teknologi telah membantu banyak pekerjaanku.

Namun teknologi juga yang telah merenggutmu dariku. Aku mulai kehilangan waktu berbincang bersamamu karena kau sibuk bercumbu dengan "gawai". Aku merasa bahwa lebih baik orang dari desa sebelah tidak pernah datang setelah aku tahu dampak buruk yang dapat ditimbulkannya akibat 'kehausan' dan 'rasa candu' kita terhadap ingar bingar teknologi.

Jujur, aku tidak ingin hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan manusia ini merusak generasi manusia sendiri. Manusia adalah pencipta teknologi ini, maka manusia lah yang harus memperbudak teknologi dan bukan sebaliknya. 

Aku sedang mencari arti teknologi dan mencoba memahami apa yang selama ini telah terjadi ketika aku merasa begitu kesepian, padahal sebenarnya kau sedang berada di depanku. Hanya saja, kau sibuk dengan dunia 'maya' yang telah berhasil kau bangun dengan bantuan gawai, lalu melupakanku yang nyata adanya.

Disusun Oleh: Amalia, Berliana Windy Armanita, dan Dian Tahari (Mahasiswa PKN STAN Program Studi Diploma I Kebendaharaan Negara 2018)

Referensi: Hayyu, Fauzan. 2015. Dongeng Buku Ajaib. Majalah Civitas Vol.14/Tahun 9/2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun