Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenali Trauma: Masih Sibukkah Berdebat tentang Moralitas?

18 November 2021   06:44 Diperbarui: 29 Mei 2022   00:13 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: rasa takut, malu sesorang yang mengalami trauma | via unsplash.com @priscilla du preez

Sudah terlalu kerap saya membahas perjalanan regulasi yang tak segera menemukan titik pasti di meja legislasi.

Semoga perjalanannya berakhir dengan baik sesuai kebutuhan korban maupun saksi tindak kekerasan dan/atau pelecehan seksual. 

"Yang direnggut tak bisa dikembalikan. Pemerkosa tetap pemerkosa,  yang diperkosa tetap Yang Diperkosa. " (Laksmi Pamuntjak-Kitab Kawin) 

Hari ini saya ingin menggumuli pelecehan atau kekerasan seksual dari faset lain. Sebuah ranah yang mungkin tidak dapat hilang begitu saja semudah kita membalikkan tangan atau mengernyitkan jidat. 

Saya ingin berbagi, seberapa jauh dampak traumatik yang diderita seseorang akibat pelecehan seksual atau kekerasan seksual.

Dalam sebuah studinya, pelecehan seksual menurut psikolog Endah Triwijati dari Universitas Surabaya, merupakan perilaku atau bentuk perhatian bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki. Perilaku tersebut sangat dirasakan mengganggu bagi korban pelecehan. 

Kebanyakan korban lebih memilih diam dari pada speak up. Mengapa? 

Ada beberapa segi yang mungkin dapat kita sigi. Salah satu faktor mengapa korban pelecehan lebih memilih diam, adalah faktor lingkungan. 

Fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan beban emosi seorang korban kekerasan atau pelecehan seksual kurang tervalidasi. Seolah korban adalah penyebab dari rangkaian pelecehan seksual. 

Tahukah saudara, apa yang kerap kali dirasakan oleh korban pelecehan seksual? 

Pada umumnya, korban akan merasa bersalah. Ini karena adanya atribusi cara berpakaian, gaya hidup dan kehidupan pribadi korban dijadikan publik sebagai alasan untuk menyalahkan korban. Alih-alih memvalidasi emosi korban. 

Korban biasanya merasa malu. Rasa malu yang timbul dari perlakuan orang lain yang mempermalukan korban. Perlakuan ini mengakibatkan korban tidak dapat menerima ide bahwa ia adalah korban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun