Ada defence mechanism, menganggap bahwa peristiwa yang terjadi tersebut bukan masalah yang besar.Â
Selain rasa malu, dan rasa bersalah, korban akan merasa takut. Takut apa? Takut si pelaku akan membalas dendam dan takut diasingkan atau tidak disukai lingkungan. Bahkan dalam beberapa kasus, korban takut si pelaku akan menghadapi masalah.Â
Satu hal masih membuat saya prihatin, adalah ketika korban pelecehan dan/atau kekerasan seksual mencoba mematikan emosi.Â
Yang banyak terjadi di luar sana, korban akan memilih untuk menghindari tempat yang mengingatkan dia. Atau juga seseorang yang mempunyai karakter mirip dengan si pelaku.Â
Mari saya sodorkan fakta lain. Seorang korban pelecehan seksual pada umumnya mengalami trauma. Trauma sebagai sebuah kondisi yang unbearable, begitu menyedihkan.Â
Itu mengapa kita kerap menjumpai seorang menjadi gagu setelah mengalami perkosaan atau pelecehan seksual atau kekerasan seksual.Â
Terkadang korban pelecehan diam, bukan berarti mereka sedang tidak ingin bicara. Tetapi memang sangat sulit bagi mereka untuk membicarakan segala emosi yang sedang mereka rasakan.Â
Amygdala, salah satu bagian dalam struktur otak kita bekerja sedemikian aktifnya, sedangkan tubuh selalu berada pada posisi selalu waspada. Inilah yang seringkali menyebabkan individu menjadi lelah.Â
Pada bagian otak yang berfungsi untuk mengatur bicara, mengatur verbalisasi kita, menjadi terputus. Tidak terhubung. Inilah mengapa seseorang setelah mengalami pemerkosaan atau pelecehan seksual tidak mampu mengkomunikasikan emosinya.Â
Next, pada prefrontal cortex, tepatnya di bagian dorsolateral, yaitu bagian yang mengatur tentang persepsi waktu, mengalami gangguan fungsi.Â
Sehingga seseorang yang mengalami trauma seringkali tidak dapat membedakan waktu, antara masa lalu dengan masa sekarang. Semua yang terjadi di masa lalu dipersepsikan sebagai masa kini.Â