Wew, menulis tentang anak-anak serasa berbicara tentang satu dunia dengan imajinasi yang hampir tak berbatas. Entah mengapa saya sangat menyukai dunia mereka. So many things we can learn from them.
Bagaimana mereka bersosialisasi, bagaimana mereka merendahkan diri untuk belajar tentang kehidupan in many ways. Sobat, dunia anak-anak adalah dunia yang sangat menakjubkan.Â
Setiap rentang waktu pertumbuhan fisik mereka kebutuhan untuk bertumbuh secara psikis pun berbanding lurus. Meski begitu banyak yang harus kita pelajari dari mereka.Â
Untuk kali ini, saya hanya ingin membatasi pada anak-anak di usia remaja, usia antara 11-18 tahun. So, let's go...
Seringnya bersinggungan dan berinteraksi dengan anak remaja, membuat saya melihat satu sisi dunia yang sering kali mereka sembunyikan di balik tingkah laku anti sosial, yang terkadang membuat mereka diberi label "nakal" oleh masyarakat.
Saya teringat satu pernyataan yang entah saya dengar dari siapa, menyatakan bahwa terkadang akar sebuah masalah tidak dapat begitu saja dilihat dari permasalahan yang muncul di permukaan. Saya termasuk yang setuju dengan pendapat ini.
Pernahkah ayah dan bunda menjumpai ananda dalam kondisi cemas, sering kali mengurung diri atau menyendiri, sulit bersimpati, mudah putus asa, atau nafsu makan yang mulai menurun?
Mari kita cermati. Ketika anak-anak lebih memilih untuk lebih aktif dengan media sosialnya, hingga waktu tidur anak berkurang, kemudian emosi mulai tidak stabil, maka waspadalah, karena aktivitas tersebut mampu memicu depresi pada anak remaja.
Heather Clean Woods dari Universitas Glasgow Scotlandia menyebutkan dalam Journal Cyberpsychology, Behavior and Social Networking, bahwa penggunaan medsos dengan intensitas tinggi akan meningkatkan risiko depresi yang buruk.
Begitu banyak ahli ataupun praktisi kesehatan yang menyarankan betapa pentingnya peran serta orang dewasa, terlebih lagi orang tua dalam pertumbuhan anak.
Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan atau sebentuk apa saja tindakan yang dapat kita lakukan untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab terhadap tumbuh kembang mentalitas anak-anak kita.
Nah, di sini akan saya coba berikan beberapa "jangan" dan "hendaklah" yang mungkin dapat menjadi gambaran bagi kita yang sedang berjuang memenuhi kebutuhan kesehatan mental anak-anak (didik) kita, khususnya dalam rentang usia remaja.Â
1. Jangan memborbardir mereka dengan berjuta pertanyaan sekaligus dalam sekali waktu
Menjalin komunikasi dua arah memang penting, namun mencoba menyapa mereka dengan beribu pertanyaan monoton akan membuat komunikasi yang kita harapkan menjadi gagal.
Hindari bertanya, "Gimana sekolahmu hari ini?" Pertanyaan klise tersebut biasanya akan dijawab dengan, "Baik," atau "Yha, gitu deh,". Kemudian, habislah ruang percakapan kita.
Cobalah untuk melemparkan pertanyaan yang lebih spesifik seperti,"Gimana tadi test math-nya, bisa ga?" atau "Puisi kerenmu kemarin disukai bu guru atau tidak?"Â
2. Jangan abaikan perasaan mereka
Nah, untuk yang ini pun tak kalah penting. Mendengarkan cerita ananda adalah sebuah pencapaian tersendiri bagi kita orang dewasa. Mengapa? Karena sering kali kita beranggapan bahwa cerita mereka hanya perkara sepele.Â
Terkadang, anak-anak pun butuh untuk didengarkan. Hanya didengarkan. Bila diperlukan beri mereka tanggapan.Â
Tidak usah terburu-buru memberi jawaban. Itulah yang sering kali saya perbuat atas siswa-siswa atau anak-anak saya bila mereka bercerita. Bila mereka meminta pendapat, barulah saya sampaikan pendapat saya.
3. Jangan anggap mereka sebagai anak kecil
Anak-anak remaja ini dalam masa bertumbuh. Begitu pula dengan mindset dan jiwa mereka pun sedang mengalami pertumbuhan.Â
Memberi tanggung jawab dan kepercayaan pada anak akan memupuk self esteem mereka. Memang acapkali mereka bersikap manja, well..they do need a room to grow, don't they?
4. Hendaklah tegas dalam keputusan "tidak" atau menjawab "tunggu dulu"
Orang dewasa masa kini tidak ingin terlalu direpotkan oleh rengekkan anak-anak. Beberapa orang tua yang saya jumpai, sering kali hanya memberikan apa yang diminta anak hanya agar kesibukan mereka segera teratasi.Â
Solusi instan inilah yang dimanfaatkan anak-anak saat kita menyatakan "tidak" atas permintaan dan mau mereka. Ada baiknya, kita sebagai orang dewasa untuk tetap teguh pada pendirian kita untuk tetap "tidak".Â
Atau bisa juga kita berada pada posisi, "tunggu, Ayah -atau Bunda- akan pertimbangkan dulu,"
5. Hendaklah menarik diri bila dalam keadaan "perang"Â
Well, situasi tidak selalu baik seperti yang kita haeapkan, bukan? Dalam berbagai kesempatan, ada waktunya anak-anak marah karena berbeda pendapat dengan kita. Bila dalam kondisi tersebut, biasanya saya akan biarkan kondisi menjadi lebih dingin, barulah saya berbicara dengan mereka.
Tidak jarang dalam perbincangan -setelah dingin- tersebut saya mendapati alasan masuk akal mengapa anak-anak tidak setuju dengan ingin saya. Mungkin kami perlu merubah kondisi berikutnya dengan kesepakatan yang kita buat.
6. Hendaklah kita memberi reward pada anak
Hhh? Reward?Â
Ya, reward yang saya maksudkan adalah ucapan terima kasih, atau sebentuk dukungan bila anak-anak sedang sedih atau merasa gagal dalam sebuah pencapaian.
Pujian atas keberhasilan mereka akan lebih bermakna bila kita sampaikan dengan alasan yang tepat, seperti misalnya,"Hmm, kakak hebat sudah membantu Bunda menyelesaikan kerjaan seharian ini, terima kasih,"Â atau " Ayah bangga karena kamu telah belajar berbagi dengan sesama, terima kasih".
Dalam beberapa kesempatan, bilamana diperlukan pelukan kita atau sekedar tepukan lembut di punggung mereka adalah sebuah sentuhan yang menumbuhkan sensasi dikasihi bagi mereka.
7. Jangan enggan untuk menyebut nama mereka dalam doa kita
Salah satu kenangan saya bersama alm. Mami adalah saat pagi hari. Saat di mana beliau selalu berlutut dan berdoa tanpa pernah sekali pun lupa menyebut nama kami satu per satu dalam doanya. Always miss you, Mom ....
Bahkan dalam kesempatan lain saya diajak untuk berbagi beban doa bersama beliau dalam hari-hari sejuknya dulu. Kebersamaan inilah yang hingga kini pun saya wariskan pada anak-anak.Â
Hmmm...
Sudah empat kata "jangan" dan tiga "hendaklah" yang coba saya bagikan dari Sang Bijak, guru kehidupan saya. Andai saja ada yang berkenan untuk menambahkan, sila tulis di kolom komentar, agar kita saling berbagi satu dengan yang lain.
Selamat menikmati quality time yang menyehatkan bersama anak-anak, dan....jangan lupa berkata pada mereka, "I love you,"Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI