Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Be Part of Me [Part 2]

17 November 2019   15:20 Diperbarui: 17 November 2019   15:27 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

DIMAS

Kuhempaskan tubuhku di atas sofa apartemenku. Hari yang cukup melelahkan. Kuambil sebotol bir dari dalam lemari es. 

Kubuka pintu balkon apartemenku yang berada di lantai 5 gedung baru ini. Disitulah seringkali kuhabiskan hari lelahku sendirian. 

"Tet..tet..tet..." suara bel pintu membatalkan langkahku menikmati senja. Kubuka pintu dan kudapati seorang pria gagah dengan hem biru yang tergulung tak rapi. Rambut cepak hitamnya tak lagi rapi.

"Alex,"sambutku bersemangat. "Bagaimana kau bisa tahu alamatku? Kapan kau kembali dari Ausy?"tambahku kegirangan.

"Aku mampir di cafe mu tadi. Mereka bilang kau sekarang jarang ke cafe?"tanyanya.

Aku mengambil sebotol bir lagi, "Bir?"ia meraihnya dan menenggaknya seakan ia baru datang dari padang gurun. "Gimana kabar Ausy?"

"Yang jelas di sana tak ada Reni," ujarnya pelan ditengah senyumnya yang hambar.

Aku pun tersenyum. Mungkin ia tak tahu. Selama ini aku bersama wanitanya yang ia tinggalkan begitu saja.

Kau tak tahu, sahabatku, aku bersamanya setiap waktu...

Ada sedikit rasa bersalah, tapi lebih banyak rasa egois dalam hatiku. Bahwa aku memiliki Reni saat ini. Paling tidak, akulah lelaki yang paling dekat dengannya.

"Aku bertemu dengannya pagi tadi, Dim," kata Alex sambil menikmati langit-langit ruang tamuku.

Aku meliriknya sedikit. Kulihat Alex menyulut sebatang rokok dan mencoba menikmati kesempatan bercerita tentang masa lalunya bersama Reni yang ingin ia ulang kembali.

"Aku mencintainya, Dim. Sangat. Itu alasan aku kembali ke Indonesia. Untuknya,"Alex melipat kakinya. 

"Lex, kau masih mengingatnya?"tanyaku berbasa-basi.

"Mana mungkin aku melupakannya, Dim? Dia lain. Aku bahkan tak pernah menyentuhnya. Kau masih ingat kan ceritaku saat aku ditamparnya?"

Lex, andai saja kau bukan sahabatku, kau pasti sudah hancur sejak dulu...

"Tidak semua gadis bisa kau tiduri, Lex," sahutku pelan.

"Gimana kamu? Ayolah, bisnismu semakin sukses. Dan kulihat apartemen ini masih sepi. Jangan bilang kau masih sendiri?"

Satu senyumku ternyata membuat Alex langsung mengerti.

"Hey, aku ingin segera pergi,"tiba-tiba Alex berusaha mengejutkanku.

"Kenapa cepat-cepat?"

"Karena ada gay di sini," ujarnya sambil melemparkan sebutir kacang ke arahku. Kami saling tertawa.

"Aku menemukannya, Lex,"entah keberanian dari mana, aku ternyata mampu mengungkapkannya dan orang pertama yang mendengarnya adalah pria yang mengagumi gadis yang kukagumi.

"Well, congrates... So, who is the lucky girl?"

Aku diam. Kuteguk kembali bir yang sedari tadi kubiarkan berdiri di atas meja. Aku tak akan mengatakannya pada Alex, bukan? Ataukah aku akan mengatakannya? Ide yang cukup gila. 

Dari dulu aku dan Alex selalu dikagumi oleh semua wanita. Mungkin hingga sekarang. Tapi aku bukan tipe pria yang selalu menebar sperma ke semua wanita, seperti yang Alex lakukan. Mungkin nyamuk betina pun sudah diajaknya tidur. 

Aku lebih memilih untuk menjatuhkan cintaku pada satu orang wanita. Dan ia adalah seseorang yang akan menjadi ibu dari anak-anakku di masa depanku. 

ALEXANDER

Pulang dari kantor aku sengaja membelokkan mobilku ke arah sebuah cafe. Ya, cafe milik Dimas. Aku ingin mengejutkan sahabatku, setelah 2 tahun ini berpisah darinya. 

Lama kutunggu ia di sebuah sofa yang begitu nyaman bagiku. Sudah lama kami lost contact, tapi ternyata Dimas masih betah dengan bisnis kulinernya. 

Kulihat ada beberapa wanita yang berbisik sambil melirik ke arahku. Tak kusangka, kutukan ini masih melekat padaku. Bukan ingin menyombong. Hanya saja mereka ingin menempel padaku. Seakan aku ini magnet ajaib bagi setiap wanita. 

"Mas Alex....," sapaan ramah yang tak asing di telinga, mengakhiri lamunanku. Kulihat Dary berjalan ke arahku.

Pria lemah gemulai itupun masih betah berkeliaran di cafe milik Dimas ini.

"Mas Alex kapan datang dari Ausy?" dengan santainya ia duduk di dekatku.

Darimana ia tahu kalau aku di Australia?

"Sudah lama ga ketemu, masih ganteng aja, nih. Gimana kabarnya, mas?"sungguh kedatangan pria kekar namun melambai ini bukan hal yang membuat aku nyaman.

"Dimana Dimas, Dary?" tanyaku singkat.

"Ugh, Dimas sekarang jarang kemari. Paling sebulan sekali cek kedai sebentar, duduk-duduk, lalu pergi lagi. Kecuali..."

"Kecuali apa?"

"Kecuali ada telepon dari cewek dia,"

"Oh yha? Dimas udah punya cewek? Siapa?"

Yang ku tahu, Dimas bukan orang yang gampang jatuh cinta atau menjalin hubungan asmara dengan sembarang wanita. Yang ini, pasti istimewa.

"Eike ga ngerti, mas Alex," ujar Dary sambil jarinya mencolek nakal pahaku.

Kugeser ke arah samping menjauhinya. Aku takut? Wow bagaimana jika aku kena setrumnya? Bisa hancur duniaku.

Dary hanya tersenyum melihat tingkahku.

"Ga usah takut, Mas Alex, eike ga bakal mangsa temen sendiri," sahutnya sambil terkekeh.

Setelah menerima alamat apartemen Dimas dari Dary, aku langsung meluncurkan mobilku ke sana.

Ada senyum senang di wajah sahabatku saat menemukan aku kembali di hadapannya. Apartemen ini cukup nyaman. Dimas memang paling pandai menata interior rumah. Namun ia tak pernah mau menggeluti bidang grafis.

"Aku menemukannya, Lex," ujarnya pelan, saat kami membincangkan wanita masa depan kami. Aku mendengarnya seperti bisikan, namun sangat dalam. 

Aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikiran sahabatku ini. Meski kami telah bersahabat lebih dari lima tahun, namun tetap saja sulit bagiku untuk menyelami pemikirannya. Ia bahkan ingin menutup semuanya.

"Well, congrates, ... so, who is the lucky girl?" tanyaku sambil kutatap matanya, mereka-reka apa yang kali ini ingin ia sembunyikan.

Ia tak menjawab. Matanya hanya memandangi botol bir yang diambilnya dari atas meja. Aku menemukan sepotong keraguan tergurat di dalam mata itu.

Mengapa kau ragu, Dim? Tak adakah kepercayaan itu padaku? Sekali ini saja, ijinkan aku menikmati kebahagiaan yang belum pernah kau perdengarkan padaku, sahabat.

Kutunggu hingga malam, sengaja kupancing dia dengan cerita lamaku dengan Reni. Namun tak jua satu nama wanita itu keluar dari mulutnya.

Hingga akhirnya, ia membukakan pintu untuk seseorang yang mengantar pizza pesanannya. 

Kulihat telepon genggamnya bergetar. Ada satu nama muncul di layar monitor. Dan mataku masih dapat membacanya.

Dearest RENI....

Aku mengenal betul wajah manis itu yang tertampil di gawai Dimas. Wajah yang selama ini tak pernah hilang dari mimpi-mimpiku. Aku hanya terpaku. Semua hal tentang kebersamaanku dengan Dimas seakan hilang. Pikiranku kosong. 

Kutelan ludah kegilaanku. Kepalaku seperti tertimpa benda yang sangat berat. Hatiku menahan sakit yang tak terkira. Sakit seperti pisau yang ditusukkan terlalu dalam. 

Dimas....bagaimana mungkin kita mencintai satu wanita yang sama? Dan kau tahu sungguh bahwa aku sangat mencintai wanita ini....

Segala pikiran menggelayuti otakku. Segera terlintas dalam benakku satu wajah oval cantik dengan senyum bagai bunga di musim semi. Bunga yang tak berani kupetik.

Aku memacu mobilku, pulang ke rumah. Kutinggalkan apartemen Dimas tanpa sepatah kata pun kutinggalkan pada pemiliknya.

Pikiranku kacau. Reniku...

Mengalun lembut dan pelan lagu All I Want dari Kodaline di dalam mobilku. Ya, Ren... Aku masih menginginkanmu.

All I want is nothing more, to hear you knocking at my door...

'Cause if I could see your face once more, I could die as a happy man I'm sure....

When you said your last goodbye, I died a little bit inside...

I lay in tears in bed all night, alone without you by my side....

RENI

Kupacu motor matic ku ke rumah Ryu. Aku tahu ia memang pemimpin yang sangat diktaktor. Tapi ia pula adalah sahabat yang paling mengerti aku. Ia selalu ada saat aku membutuhkannya.

Pintu gerbang kecil serupa pintu kayu dengan ukiran dari Bali itu kubuka paksa. Aku terkejut saat senyum tulus Tante Dewi menyambutku. 

"Tante, selamat siang. Eh, mau ketemu Ryu nya ada, Tante?" sapaku sambil mengulurkan senyum padanya.

"Ada tuh di kamar atas. Masuk aja, seperti biasa kan?"tanya Tante Dewi, sambil menikmati waktunya dengan ikan-ikan koi di kolam dekat gazebo kecil, diantara rerimbunan pohon kenanga dan palem yang tumbuh menghiasi rumah teduh itu.

"Ren...nanti kalo kamu ga keberatan, kita makan siang di sini ya," ajak Tante Dewi tanpa meninggalkan senyumnya 

"Iya, Tante, pasti," aku melanjutkan langkahku ke arah kamar atas yang terhubung dengan anak tangga berulir terbuat dari kayu.

Kujumpai Ryu sedang asik di sebuah gazebo yang sengaja dibangun di roof top. Dikelilingi tanaman dalam pot-pot kecil, masih menghiasi rumah yang tertata lebih mirip greenhouse dalam artian yang sebenarnya.

"Hey....gimana? Sudah ketemu owner Andromeda?" tanya Ryu sambil memutar badan dan mengambil bantal kursi di samping tubuhnya.

Aku meliriknya," Ryu, kamu tahu siapa direktur itu? Dia Alex, Ryu," aku begitu antusias bercerita dan Ryu hanya mengangkat alisnya. "Dan kau sudah tahu itu, kan?"

Ryu hanya tersenyum simpul. "Aku pikir, sedikit nostalgia dan reuni akan menghasilkan uang banyak," tawa Ryu segera terlepas.

"Dasar...aku heran, kenapa aku bisa betah dengan Wewe gombel kayak kamu, sih, Ryu," kulipat tanganku dan kucoba lupakan Alex dari ingatanku. 

Aku terdiam. Angin segar yang bertiup menggoyang daun-daun tanaman hias milik Tante Dewi membius dan membawaku pergi pada pertemuanku dengan Alex pagi tadi.

"Hmmm, jadi, ada yang masih tersisa dari kenangan itu, bukan?"pertanyaan Ryu membuyarkan lamunanku.

Aku mengusap wajah dengan kedua telapak tanganku. Mencoba menyadarkan diri dari setiap hal yang terasa perih dari kenangan masa laluku.

"Sudah ada Dimas, Ryu. Sudah ada Dimas yang menggantikan rinduku pada Alex. Tapi kenangan ini tak bisa hilang Ryu. Alex masih ada dalam pikiranku,"

"Wow..." ucap Ryu lirih sambil mengangkat alisnya. "Common, girl, you have to make a decision. Pilih salah satu dari pria keren itu, lalu sisanya berikan padaku," kata Ryu kembali menatap monitor PC yang belum ia matikan sejak kedatanganku.

"Aku mencintai Dimas. Tapi... kehadiran Alex tak mampu kupungkiri telah memberiku arti yang mendalam, Ryu,"

"Ren, cobalah untuk mengerti dirimu sendiri. Cinta tak pernah salah memilih. Meski kadang tak harus saling memiliki," Ryu mengambil segelas air putih dingin di atas meja yang tak jauh dari tempat kami duduk. Lalu diberikannya padaku.

"Cobalah untuk memahami, siapa yang kau butuhkan bukan siapa yang kau inginkan,"Ryu menatap kembali ke layar monitor PC nya.

Kuteguk air putih yang saat itu benar-benar menyejukkan. Angin siang ini membawaku kembali pada saat aku bertemu Alex untuk pertama kalinya. 

Dimas yang mengenalkanku padanya. Karena sejak SMA mereka telah karib bersahabat. Dan kami bertiga berada di kampus yang sama. 

Kuangkat telepon genggamku. Kutelepon Dimas siang itu. Kuharap suaranya mampu menemani dan menghilangkan Alex dari pikiranku.

Angkat teleponmu, Dim. Aku membutuhkanmu

Nada sambung terus terdengar, namun tak pula kudengar suara Dimas dari balik telepon. 

Dim.... dimanakah kau? Tolong angkatlah...

Akhirnya kumatikan teleponku. Tante Dewi menghampiri dan mengajak kami berdua untuk makan siang.

Entah mengapa, aku merindukan Dimas saat ini. Aku ingin bersamanya. Aku ingin melihat senyumnya, melihat kedua matanya saat melihatku, dan entahlah. Aku hanya ingin duduk berdua dengannya. Hanya itu.

Terdengar lagu Way Back Into Love milik Hugh Grant & Haley Bennett dari PC Ryu, mengalir, seakan ikut menuturkan isi kepalaku.

I've been living with a shadow overhead, I've been sleeping with a cloud above my head. 

I've been lonely for so long, trapped in the past, I just can't seem to move on.

I've been hiding all my hopes and dreams away, just in case I ever need 'em again someday. 

I've been setting aside time, to clear a little space in the corners of my mind...

All I wanna do is find a way back into love. I can't make it through without a way back into love.

And if I open my heart to you, I'm hoping you'll show me what to do, and if you help me to start again, you know that i'll be there for you in the end ...

*PS....maaf, guys...kek nya lanjut besok lagi nee...ikutin terus, Kay...kalo ada ide, tolong tulis di kolom komen....tengkyuh my dearest readers....love u all

*Solo, saat cinta mengunjungimu waktu pagi tadi, mengirimkan angin pagi yang berhembus pelan penuh arti. Makasih Kompasiana....you don't know how much you mean to me...panjang umur yha...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun