Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Epos Cerita Srikandi [Bisma Gugur]

9 September 2019   09:57 Diperbarui: 9 September 2019   09:57 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com (diolah kembali oleh penulis)

Mungkin akulah satu-satunya orang yang tak takut pada Bisma. Akulah pemusnah hidupnya. Aku yang mampu mematahkan sumpah abadi nan kekal berkah dari ibunda.

Aku lahir di dunia ini ditulis oleh para abdi sastra, lahir dari sebuah ingin dan cinta dua anak manusia, hanya sebagai raga pengampu mandat nirwana, tuk hadirkan kembali keadilan dan cinta bagi sang Dewi Amba, yang kini tersenyum di nirwana.

Akulah sosok wanita yang ditunggunya, tuk patahkan anugerah yang ia sebut sebagai kutuk. Keabadian hanyalah sebuah kutukan, kala kebenaran tak mampu lagi menjadi senjata bagi ksatria tuk murnikan kembali dunia.

Teringat semua wejangan guru yang selamanya menyewa ruang hatiku, Arjuna. Pula teringat kala ia mengajarkanku melesatkan setiap panah sakti berisi kebenaran untuk membunuh kemunafikan.

Akulah wanita berbaju zirah keberanian, bersenjatakan anak panah keadilan, dengan busur kebenaran, yang akan melangkah memusnahkan kefanaan jiwa yang kini merana di balik kejayaan dan kedigdayaan seorang Bisma. Aku berdiri di medan tempur ini, akulah senapati perang para Pandawa.

Nanar mataku melihat ke arahnya. Bisma, yang tak henti menatapku lega, seakan ia tahu dengan intuisi bijaknya, bahwa sang Amba yang berdiam dalam diriku menjemputnya tuk terbang damai ke nirwana, menebus semua rindu dan cinta yang terhalang aturan dunia.

"Lelahkah kau, Bismaku yang malang? Menanggung denyut derita asmaraku yang telah kau tolak mentah, hingga kusebut keadilan itu sebagai kawan pengkhianat?"teriak Amba dalam diriku lantang menantang kedigdayaan Bisma nan garang.

Bisma yang Agung tersenyum menyambutku, ia merentangkan kedua tangannya untuk menerima bidikan panah Hrusangkali, yang kini tepat kuarahkan pada nya 

Ternyata, hari ini di bawah katup alam, semesta memberiku kesempatan, menyatukan kembali dua asmara yang telah menanggung rindu sekian waktu. Bidikanku tak pernah luput, karena itulah aku menjadi murid terkasih guruku,  Arjunaku. 

Dan anak panahku pun tahu ke mana ia harus menuju. Melesat ke jantung ksatria tangguh yang selama ini menjaga kesucian dan nirmala diri untuk tak menyentuh satu perempuan pun selama hidupnya. Meski asmara membara dalam dadanya kala bertemu Amba.

Lalu kulihat ia rebah, akhiri kelelahan nurani turuti semua mau gegabah angkara murka. Demi sebuah janji dan ikrar sejati seorang ksatria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun