Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Epos Cerita Srikandi [Bisma Gugur]

9 September 2019   09:57 Diperbarui: 9 September 2019   09:57 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com (diolah kembali oleh penulis)

Langit yang kian memerah karena letupan benturan panah api, berubah menjadi makin menghitam, bukan karena akan turun hujan, namun tertimbun asap mengepul memeluk angkasa raya siang hari itu. 

Gegap gempita suara genderang perang memenuhi medan laga. Pedang beradu dengan perisai, berjuta anak panah meluncur bebas di angkasa yang memerah menahan amarah, sedang bumi memangku jutaan anak manusia bertempur bagi tegaknya kebenaran.

Sang Surya seakan hanya ikut memungut kenikmatan tontonan adu tanding antara benar dan salah, jujur dan munafik, hanya akibat satu sifat licik dan nafsu serakah satu orang bernama Sengkuni.

Bau anyir darah pelunas gadai kebenaran yang tertawan nafsu angkara murka tercium di luas medan Kurukshetra.

Perang berjuluk Bharatayudha ini telah banyak membinasakan kehidupan. Sejauh mataku memandang, mayat bergelimpangan. Asap mengepul, darah berceceran, tombak menusuk lambung, anak-anak panah tertancap di dada hampir setiap prajurit yang bergelimpangan.

Srikandi, begitulah mereka memanggilku

Baju zirah ini masih melekat di badanku. Busur panah hrusangkali masih kupegang erat. Mataku menyipit, memandang jauh diantara para prajurit di depan sebuah kereta perang milik Sang Senapati Agung balatentara Kurawa.

Ya, berdiri di sana Sang Bisma yang Agung, disusun oleh deret aksara sakti para bagawan. Sang Agung yang dielu-elukan semua orang di seluruh kerajaan. Seorang nan sakti lagi nirmala, berdiri atas kereta, di medan tempur Kurukshetra.

Mayat makin banyak bergelimpangan. Pasukan Pandawa makin banyak terluka. Kebinasaan makin meraja. Maka resahlah Sri Kresna. Ia tak mau jatuh korban lebih banyak lagi. Maka dipanggilah aku dengan lembut.

"Kemarilah Srikandi, mendekatlah padaku," sahutnya pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun