Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Listrik Padam, Bapak "Duko"

5 Agustus 2019   21:24 Diperbarui: 5 Agustus 2019   21:28 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/akun resmi@jokowi

  • Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik kan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," kata dia.

Pernyataan ini penulis kutip dari Kompascom (05/08/2019). Hal ini menarik perhatian. Ya, ternyata Bapak marah.

Begitulah orang Jawa. Kemarahan tak harus diungkapkan dengan luapan emosional. Bahkan kemarahan orang Jawa itu diungkapkan dalam bentuk nyanyian. Tentu saja.

Namun jangan dikira, nyanyian ini hanya sekedar nyanyian, dan ungkapan halus ini hanya sekedar ungkapan saja.

Lantas apa yang menjadi latar belakang kemarahan Bapak Negri ini? Tentu saja menyoal listrik padam hingga 7 jam di wilayah Jakarta  beberapa waktu yang lalu.

Mari kita lihat bagaimana Bapak RI 1 ini menanggapi uraian panjang Sang Plt. Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani mengenai listrik yang dianggap "drop" tersebut.

Dengan nada yang datar, raut muka yang juga tak menunjukkan emosi yang menghentak-hentak layaknya seseorang yang sedang diliputi kemarahan hebat, Jokowi menyampaikan pendapat, singkat, padat, namun cukup memberi makna yang mampu membabat.

Mari kita simak bersama ungkapan kemarahan tersembunyi dari seorang Jokowi, yang menyiratkan komando singkat penuh makna.

Beliau hanya menginginkan agar listrik yang padam ini secepatnya ditanggulangi. Agar kebutuhan masyarakat mampu segera terpenuhi.

Jelas saja kemarahan ini timbul. Mengingat PLN yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1972, yang menyebutkan bahwa status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.

Dalam hal ini PLN sebagai satu-satunya instansi yang menyediakan distribusi listrik ke seluruh negri.

Pengalaman dan sejarah memang harusnya menjadi pelajaran bagi PLN, tatkala pada tahun 2005 terjadi pemadaman listrik di area Jawa Bali selama 3 jam. 

Kejadian tersebut sudah dinilai parah. Lantas bagaimana dengan yang sekarang ini? Terjadi kurang lebih 7 jam pemadaman listrik di area Jabodetabek.

Hmmm, kesalahan yang sama terulang kembali? Mengapa kesalahan yang terdahulu tak jua menjadi bahan pembelajaran bagi elit-elit PLN untuk meningkatkan kinerjanya bagi kemajuan pelayanan untuk hajat hidup orang banyak?

Jelas saja Bapak (Jokowi) marah. Masyarakat pun akan gerah dengan hal ini.

Penjelasan dan paparan yang begitu panjang lebar dari seorang Plt Dirut PLN pun tak menjadi penjelasan yang membanggakan. Apalagi melegakan.

"Panjang penjelasannya," ujar Bapak RI 1.

Retorika tak lagi kami butuhkan, PLN yang terhormat. Kami masyarakat Indonesia hanya mengidamkan listrik nyala, agar kehidupan dan aktifitas kami terus bisa bergulir, dan kami tetap bisa membayar pajak sebagai kewajiban kami pada negri ini, pula agar kebutuhan anak-anak negri ini tercukupi.

Dari peristiwa ini, akhirnya selain menggiatkan lagi usaha untuk terus memperbaiki kinerjanya, agar listrik kembali menyala, pihak PLN pun bersedia memberikan kompensasi sebagai ganti rugi bagi para masyarakat yang terkena dampak pemadaman listrik.

Kompensasi atas pemadaman listrik ini kemudian diambil sebagai langkah permintaan maaf dan konsekuensi atas ketidaknyamanan "penjual" kepada konsumen.

Bukankah itu pun hal yang sudah selazimnya dilakukan? No big deal. PLN sebagai sebuah perusahaan yang memonopoli distribusi listrik dalam sebuah negara seluas NKRI ini, bukanlah sebuah hal yang besar. 

Langkah yang masyarakat harapkan adalah sebuah solusi cantik agar negri ini, bukan hanya di Jawa dan sekitarnya namun bagi para penduduk luar Jawa pun terakomodir dengan baik, dan kesalahan di masa lalu tak kan terulang kembali.

Bagaimana pun ini menjadi rapor buruk bagi PLN. Sepanjang sejarah distribusi listrik di Indonesia? Terlalu berlebihankah hal ini?

Kembali penulis ingin mengutip pernyataan Jokowi. 

“Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik kan sudah bertahun-tahun...."

Sengaja penulis pertebal tulisan tentang "orang-orang pintar". Wow, .... kata-kata yang sangat menyakitkan hati (jika itu dilemparkan pada penulis). 

Para elite PLN bukan dipilih hanya berdasarkan pendidikan formal yang tinggi saja. Tentu mereka yang duduk di jajaran petinggi PLN merupakan pribadi-pribadi mumpuni dalam bidangnya, bahkan punya jam terbang yang tinggi dalam hal listrik. 

Jelaslah ini menjadi pertanyaan yang menarik, bila selama ini dari kasus-kasus yang pernah terjadi tentang tersendatnya pendistribusian listrik ke seluruh daerah di Indonesia adalah masalah pokok, lantas ada apakah atau,... pertanyaan yang lebih tepat, mengapa "orang-orang pintar" ini terkesan diam tanpa suara?

Solusi cantik bagi Negri ini benar- kami nantikan, PLN kesayangan kami. Ayolah, buat kami, masyarakat Indonesia menempatkan kembali kredibilitas kami  bahwa Anda adalah pemimpin yang berintegritas tinggi.

Bapak sampun duko, (Bapak sudah marah), masyarakat pun telah lama resah. Bila institusi pemegang kuasa sudah tidak bisa lagi kami percaya, kemana lagi kami harus berikan kepercayaan ini?

Saudara kami yang ada di luar Jawa telah lama mengharapkan listrik menyala di seluruh pelosok tanah air ini. Segeralah membangkitkan "petir" yang sudah lama menjadi logo di pundak kalian.

Tulisan ini hanyalah sebuah opini, namun bukan hal yang salah jika kita mulai belajar dari kesalahan masa lalu untuk sebuah koreksi demi terciptanya kembali institusi yang bisa masyarakat percayai.

*salam literasi anak negri

*sumber terkait :

Kompascom (05/08/2019), Situs resmi PLN, tirto.id (05/08/2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun