Mohon tunggu...
Armanda Dhimas Ferdyanto
Armanda Dhimas Ferdyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 24107030072

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 24107030072

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Bakso Tusuk Kribo: Kisah Ian Menjajakan Rasa di Bawah Lampu Kota

12 Juni 2025   23:54 Diperbarui: 12 Juni 2025   23:54 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
f0to ian saat melayani pembeli (sumber: dokumentasi pribadi)

Di bawah sorot lampu jalan yang temaram, aroma gorengan hangat mulai merambat di udara. Suara motor menderu pelan, lalu berhenti di pojok jalan dekat lampu jalan. Sebuah gerobak sederhana menempel di bagian belakang, bertuliskan mencolok: Bakso Tusuk Kribo. Dari balik helm yang dilepas, seorang pria muda tersenyum ramah menyapa pelanggan: "Mau berapa tusuk, Mas?"

Pria itu adalah Ian, 27 tahun, pemilik sekaligus penjual Bakso Tusuk Kribo, jajanan jalanan yang kini punya pelanggan setia dari anak-anak hingga mahasiswa. Setiap malam, Ian mengelilingi kota Yogyakarta menggunakan motornya, menjajakan cita rasa yang ia racik sendiri dengan penuh ketekunan sejak tahun 2019.

Merintis dari Nol dengan Gerobak Motor

Ian memulai usahanya setelah resign dari pekerjaan sebagai operator pabrik. Ia merasa lelah dengan ritme kerja pabrik yang monoton dan mulai berpikir untuk membuka usaha sendiri. "Waktu itu saya bingung, tapi saya suka jajan, dan saya lihat bakso tusuk tuh jarang yang dijual keliling. Jadi saya coba," kenangnya saat duduk santai di kursi kecil di samping gerobaknya malam itu.

Ia memodifikasi motor lamanya agar bisa membawa gerobak kecil. Modal awalnya tak sampai dua juta rupiah. "Gerobaknya saya bikin sendiri bareng teman. Awalnya nyoba jualan di dekat kos-kosan mahasiswa, ternyata rame," ujarnya. Sekarang, setiap malam, Ian punya rute tetap dari daerah Tegalrejo sampai sekitar Gamping.

foto ian dan pembeli (sumber: dokumentasi pribadi)
foto ian dan pembeli (sumber: dokumentasi pribadi)

Usaha yang ia geluti termasuk jenis makanan cepat saji khas pinggir jalan. Bakso Tusuk Kribo menjual berbagai jenis tusukan seperti bakso sapi, bakso ayam, sosis, tahu isi, dan otak-otak, semuanya disajikan dengan cara digoreng langsung di tempat. Sausnya? "Itu racikan saya sendiri. Nggak pakai yang instan. Ada campuran pedas manis dan gurih. Itu yang bikin orang balik lagi," jelas Ian.

Ia memilih bakso tusuk karena melihat potensi pasar yang besar di Jogja. Bakso tusuk adalah camilan praktis yang disukai banyak kalangan, dari pelajar hingga pekerja kantoran. Namun, Ian tak ingin hanya sekadar menjual bakso tusuk biasa. Ia ingin menciptakan bakso tusuk dengan tekstur yang "kribo" renyah di luar, kenyal di dalam, dengan bumbu pedas manis khas racikannya sendiri. Nama "Kribo" sendiri terinspirasi dari tekstur unik baksonya yang sedikit keriting dan tidak rata, memberikan sensasi gigitan yang berbeda. Nama "Kribo" sendiri dipilih Ian karena menurutnya mudah diingat dan terdengar unik. "Nggak ada hubungannya sama rambut saya. Waktu itu saya cari nama yang catchy, biar orang gampang hafal. Ternyata beneran jadi daya tarik," katanya sambil tersenyum. 

Dengan harga mulai Rp500 sampai Rp1.000 per buah, dagangan Ian termasuk ramah kantong. Dalam satu malam, ia bisa menjual 100--150 tusuk, terutama saat akhir pekan atau musim mahasiswa ramai. "Kalau lagi ramai banget, saya bisa habis 200 tusuk semalam," ujarnya.

Perjalanan Ian mendirikan Bakso Tusuk Kribo tidaklah mulus. Di awal merintis, ia harus beradaptasi dengan ritme berjualan di jalanan yang serba tidak menentu. Cuaca ekstrem menjadi tantangan utama. "Pernah waktu itu hujan deras banget, gerobak motor saya mogok di tengah jalan. Bakso dan bumbu jadi basah semua," tutur Ian, suaranya sedikit bergetar mengingat momen sulit tersebut. "Tapi saya nggak menyerah. Malam itu juga saya langsung perbaiki gerobak dan besoknya kembali jualan."

Selain itu, cuaca malam yang tidak menentu juga menjadi tantangan tersendiri. "Kalau hujan, ya bisa nggak laku. Pernah juga gerobaknya hampir jatuh karena jalan licin," tambahnya sambil tertawa kecil. Tapi semua itu justru jadi bagian dari cerita perjuangannya.

Ian, pria berusia 27 tahun, adalah sosok yang ramah dan gigih. Ia selalu menyapa pelanggannya dengan senyum tulus dan sesekali melontarkan candaan. Ia sangat memperhatikan kualitas baksonya, mulai dari pemilihan daging hingga proses pembuatan yang ia lakukan sendiri setiap pagi. Meskipun tidak memiliki rambut kribo, semangatnya yang "mengembang" dan inovatif dalam menciptakan bakso dengan tekstur unik itulah yang akhirnya melahirkan nama "Kribo" untuk usahanya. "Saya ingin bakso saya punya ciri khas, sesuatu yang beda dari yang lain. Makanya saya sebut 'Kribo' karena teksturnya yang nggak biasa," jelas Ian sambil menunjukkan bakso tusuknya.

Ian lahir dan besar di Sleman, lulusan SMK jurusan teknik mesin, namun lebih memilih dunia usaha karena merasa lebih bebas. "Saya memang bukan dari keluarga berada. Tapi saya yakin, asal kerja keras, bisa hidup cukup dari jalan sendiri," ujarnya.

Ia kini tinggal bersama ibunya di rumah kontrakan kecil. Setiap malam berjualan, ia menyisihkan sebagian hasilnya untuk biaya hidup dan tabungan. Mimpinya sederhana: ingin punya dua gerobak agar adiknya bisa ikut berjualan. "Saya pengin ini jadi usaha keluarga. Sederhana tapi jalan terus," katanya.

foto penulis dengan ian (sumber: dokumentasi pribadi)
foto penulis dengan ian (sumber: dokumentasi pribadi)

Cerita Pelanggan di Bawah Lampu Kota

Di tengah percakapan, datang seorang mahasiswa yang langsung menyapa Ian dengan akrab. "Mas Ian, kayak biasa, lima tusuk campur ya," ucapnya sambil duduk di trotoar. Ian langsung menyiapkan pesanan sambil berbincang. Momen itu seperti lukisan khas kota malam Jogja: hangat, akrab, sederhana.

Ian bercerita tentang pelanggan-pelanggan yang unik. "Ada anak kecil yang dulu pertama beli satu tusuk tiap malam, sekarang kalau datang pasti minimal sepuluh. Ada juga yang nungguni saya dari jam tujuh malam cuma karena kangen baksonya," katanya sambil tersenyum bangga.

"Buat saya, jualan malam itu bukan sekadar cari uang. Ini cara saya bertahan hidup, dan cara saya terhubung dengan orang-orang di kota ini. Selama lampu jalan masih menyala, selama itu juga saya akan terus berjualan," tutup Ian sebelum kembali menghidupkan motornya dan melanjutkan perjalanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun