Mohon tunggu...
rizqa lahuddin
rizqa lahuddin Mohon Tunggu... rizqa lahuddin

hitam ya hitam, putih ya putih.. hitam bukanlah abu2 paling tua begitu juga putih, bukanlah abu2 paling muda..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jakarta Rasa Utrecht dengan LRT Jabodebek

22 Agustus 2025   08:26 Diperbarui: 23 Agustus 2025   10:16 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepeda full size diperbolehkan masuk ke LRT pada Sabtu dan Minggu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Saat melakukan eurotrip sekitar tahun 2019 lalu, ada kejadian yang membuat saya keheranan saat sedang menaiki kereta komuter di Berlin menuju beberapa destinasi di pusat kota. 

Selama beberapa hari di sana, saya selalu melihat ada penumpang naik ke kereta membawa sepedanya ke dalam. Ini bukan sepeda lipat yang tidak memakan tempat tetapi memang yang berukuran normal dan kadang lengkap dengan boncengan anak di belakangnya. 

Ternyata di Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya, sepeda ukuran normal memang diperbolehkan untuk dimasukkan ke dalam kereta komuter, Subway, Metro, Transit, Tube atau istilah apapun di negara tersebut yang kalau di Indonesia seperti kereta KRL atau MRT.

Walaupun sama-sama negara maju, tetapi di Jepang atau Singapura hal ini tidak pernah terlihat. Orang cenderung hanya akan menaiki sepeda ke stasiun, memarkirnya disana, lalu kemudian melanjutkan dengan kereta. 

Di Amerika yang lebih car-centric hal ini juga jarang terjadi, walapun justru ada semacam rak sepeda di depan bus yang bisa digunakan oleh orang yang ingin melakukan mixed-mode commuting seperti di Berlin.

Tram di Budapest (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tram di Budapest (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Mixed-mode commuting adalah bepergian (biasanya ke tempat kerja) dengan menggabungkan dua mode transportasi. Hal ini sebenarnya cukup populer di Jakarta dan sekitarnya dengan cara pergi dari rumah menggunakan motor atau mobil ke stasiun / halte bus terdekat, melanjutkan dengan KRL atau Transjakarta lalu dari stasiun ke kantornya bisa menggunakan ojek online. 

Di jam pulang, yang terjadi adalah kebalikannya. Tetapi memarkir motor atau mobil di stasiun juga memerlukan biaya, apalagi ditambah harus menggunakan ojek untuk menuju tujuan akhir di kantor yang tidak selalu terjangkau Transjakarta atau Jaklingko. Karena biaya inilah, banyak yang menyerah dengan public transport dan kembali menggunakan motor/mobil pribadinya dengan bermacet-macetan di jalan. 

Apa yang diterapkan di Jerman, sebenarnya bisa menjadi salah satu solusinya. Mobil dan motor tidak akan pernah muat ke dalam kereta. Hanya sepeda, scooter, sepatu roda dan skateboard memiliki ukuran cukup kecil dan muat untuk dibawa masuk ke S-Bahn maupun U-Bahn, istilah KRL untuk di Berlin, Utrecht, Munchen dan kota lainnya di sana. 

Apa tidak mengganggu penumpang lainnya? Nah kalau ini, tentu saja iya. Karena itu dibuat tempat khusus di bagian akhir gerbong untuk penumpang yang membawa sepeda dan jika kereta penuh, harus menunggu kereta berikutnya. Karena inilah sepeda legendaris Brompton diciptakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun