Sememangnya ... gangsimu masih terhirup di sini. Tapi aroma itu roboh oleh secangkir kahwa yang melarutkan namanya. Untuk sebuah nostalgia kegilaan terhadap angan semata-wayang. Berfusi dan bersemadi di dalam persenyawaan hari-hari yang lusuh.
Hadirku juga hadirmu, sama-sama menghadiri programa pelangi yang tak menghadirkan realitas. Salah, bersalahan, dan mempersalahkan dunia ketika langit sore meredakan coraknya. Seketika molekul-molekul rasian itu tetap menggelap bersama paldu-paldu jelita kita.
Perspektif dari kisah yang memar. Mengikhtiarkan prospek masa kini dengan mempergunjing kemungkinan yang tak memungkinkan. Lantas memayungkan ambisi di bawah keyakinan yang rapuh, hanya untuk menandakan bahwa kita itu ada untuk meniadakan.
Disparitas antara skema kebersamaan. Berkenaan dengan lambaianmu yang pernah menyeberang di atas kulit bumi. Tentang anjuranmu untuk menggembalakan rasa yang kita punya, itu hanya ibra kepanikan temporer yang tak ingin mengulas takdir dari pemilikNya.
Sukabumi, 22 Februari 2020