Mohon tunggu...
Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Saya hanya seorang penulis yang tidak terkenal.

Saya hanya pembaca yang baik dan penulis yang kurang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup dan Mati Adalah Cinta Sang Illahi

2 Juni 2019   01:00 Diperbarui: 2 Juni 2019   02:10 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: padebooks.com

Dalam sebuah puisi, Jalalludin Rumi pernah berkata: Cinta adalah api berkobar// Pecinta adalah bulan kemilau di antara bintang-bintang

Bagi seorang sufi seperti Rumi, cinta adalah jalan untuk memahami dunia dan Tuhan. Baginya, cinta bukan semata pekerjaan fisik. Ia adalah pekerjaan batin yang penuh dengan kemistikan, ia adalah segala-galanya. Sebab, dengan cinta hidup dan kematian sama-sama menjadi sebuah kebahagiaan. Dengan hidup, manusia bisa merasakan cinta dari Tuhan lewat segala pemberian-Nya, dan melalui kematian, manusia mampu bertemu dengan Kekasih yang dicintainya.

Dalam puisi lain Rumi menuliskan:


Karena cinta pahit berubah menjadi manis, karena cinta tembaga berubah menjadi emas

Karena cinta ampas berubah menjadi sari, karena cinta pedih menjadi obat

Karena cinta kematian berubah jadi kehidupan, karena cinta raja berubah menjadi hamba


Dalam puisi itu, Rumi ingin mengatakan bahwa dengan cinta segalanya menjadi sesuatu yang indah. Keindahan itu akan terus datang dan dirasakan serta memberikan kebahagiaan yang tiada tara. Satu-satunya kesedihan hanyalah ketika cinta itu tidak bisa dirasakan, bukan tidak ada, sebab cinta akan selalu ada.

Cinta manusia menurut Rumi punya tiga tahapan. Yang pertama adalah memuja segala hal (materi) seperti harta, tahta, dll. Tahap kedua adalah memuja Tuhan, dan tahap ketiga adalah cinta mistis yang berarti bahwa seseorang tak pernah mengatakan bahwa ia memuja Tuhan atau tidak, sebab pemujaan terhadap Tuhan adalah sebuah hal yang bersifat intim.

Pada tahap ketiga inilah muncul hal yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan, yaitu kemenyatuan manusia dengan Tuhan (Wahdatul Wujud). Dalam artian tak ada wujud hakiki kecuali Tuhan. Manusia itu tiada dan Tuhan adalah segala-galanya. Kefanaan akan membawa manusia kepada yang Satu. 

Konon katanya-sebab saya tak tahu kebenarannya-Wahdatul Wujud inilah yang membuat Al-Halaj dan Syekh Siti Jenar dianggap sesat. Banyak yang menafsirkan kemenyatuan manusia dengan Tuhan sebagai bentuk bersatunya wujud Tuhan dalam diri manusia sehingga muncul frasa "keakuan" yang secara implisit diartikan bahwa "Aku adalah Tuhan". 

Rasanya "keakuan" seperti itulah yang dianggap sebagai kesesatan. Terlepas dari hal tersebut, saya pribadi mengartikan "keakuan" sebagai bentuk kefanaan manusia dihadapan Tuhan. Bahwa aku adalah bukan apa-apa dan segala yang ada padaku adalah milik Tuhan. Sebagaimana dalam sebuah puisi Rumi berikut ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun