Mohon tunggu...
Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Saya hanya seorang penulis yang tidak terkenal.

Saya hanya pembaca yang baik dan penulis yang kurang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dalam Doa Sapardi Djoko Damono

1 Juni 2019   23:58 Diperbarui: 28 Juni 2021   09:37 2688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam Doa Sapardi Djoko Damono | Sumber: sepenuhnya.com

Salah satu penyair yang sudah akrab di telinga pecinta puisi adalah Sapardi Djoko Damono. Buku-buku kumpulan puisinya seperti "Hujan Bulan Juni" dan "Melipat Jarak" adalah salah satu bukti eksistensi Beliau dalam perpuisian Indonesia. Barangkali ketika mendengar nama SDD satu sajak yang menjadi 'Ruh' adalah yang berjudul "Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana". Sebuah sajak yang bahkan sampai tertulis rapi di hamper seluruh undangan pernikahan.

Saya pribadi adalah salah satu penggemar Beliau. Salah satu puisi yang sering saya baca berulang-ulang adalah puisi berjudul "Dalam Doaku".

Puisi ini adalah sebuah puisi sederhana dengan kata-kata yang sederhana pula, namun begitu membacanya, serasa diajak untuk mengarungi keluasan imajinasi dengan permainan majas-majasnya: Majas Personifikasi, Depersonifikasi, Sintesa, Repetisi, Alegori dan lainnya. Citraan yang digunakan dalam puisi ini pun lengkap, mulai dari citraan penglihatan, pendengaran dan citraan gerak.

Baca juga: Kajian Unsur Kosakata dan Diksi dalam Puisi "Sepatu" Karya Sapardi Djoko Damono

Berikut puisinya:

Dalam Doaku

dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman
tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara

ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam
doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan
pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau
entah dari mana

dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang
hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap
di dahan pohon mangga itu

maghrib ini di dalam doaku
kau menjelma angin yang turun sangat pelahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu,
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di
rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang
dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang
entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku

aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan keselamatanmu
1989

Baca juga: Kritik Sastra Puisi "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

Jika dilihat, memang agak banyak repetisi kata semisal 'dalam doaku', kata menjelma, kata yang, kata ini, dan kata kau. Dalam sebuah puisi, repetisi kata terlebih jika kata itu menjadi judul, justru bisa mengurangi 'keapikan' puisi bila tidak digunakan dengan tepat. Namun, puisi SDD di atas menggunakan repetisi dengan apik. Sehingga tak mengurangi keapikan puisinya.

Hal terpenting adalah bahwa SDD mampu membuat sebuah puisi yang luar biasa meski menggunakan kata-kata umum yang sudah sering digunakan oleh penyair lain bahkan sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tak banyak diksi-diksi gelap di puisinya. Bahkan kalau boleh saya simpulkan, kesimpulan dari keseluruhan puisi di atas terletak pada bait terakhir:

//
aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan keselamatanmu
//

Bait ini memang terkesan sebagai susunan kata yang biasa-biasa saja. Tapi, sudah tentu sebuah puisi antara satu bait dengan bait yang lain saling berkaitan. Bait terkahir ini pun berkaitan dengan bait-bait sebelmunya.

Siapa kau yang dimaksud dalam puisi ini? Bagaimana penulis mencintai seseorang dalam doa-doanya? Pertanyaan inilah yang pertama kali muncul ketika saya membaca puisi di atas. Setelah saya baca berulang, ternyata jawaban yang saya dapatkan dari puisi tersebut sangat luar biasa.

Penggambaran subyek 'Kau' dalam puisi ini paling banyak menggunakan majas Alegori. Alegori adalah suatu majas untuk menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan, atau penggambaran. 

Yang dilukiskan dalam puisi ini adalah sosok 'kau' yang dicintai oleh si penyair, dimana sosok tersebut 'menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara' atau 'menjelma angin yang turun sangat pelahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku'. Majas ini ada dibait pertama hingga ke lima.

Penggambaran "Kau" yang luwes dan menawan. Sebuah penggambaran yang luar biasa untuk seseorang yang luar biasa pula.

Baca juga: Menguliti Kadar "Cinta Dambaan" dalam Puisi Aku Ingin Karya Sapardi Djoko Darmono

Lalu bagaimana cara mencintainya? Jawabnya adalah dengan doa. Doa yang dipanjatkan setiap subuh (Bait pertama), Siang(Bait kedua), Sore (bait ketiga), Maghrib (Bait ke empat) dan Malam (Bait ke lima). Dengan kata lain, doa-doa itu terlantun setiap hari dari pagi, siang, hingga malam dan kembali pagi lagi. Bukankah luar biasa cara mencintai seseorang sepanjang harinya? Dan puncaknya ada di bait terkahir, bahwa penulis berdoa demi keselamatan orang yang dicintainya.

Kesimpulannya adalah, meskipun kata-kata yang digunakan dalam sebuah puisi sudah lazim atau umum dipakai, jika mampu merangkainya menjadi diksi yang manis dengan majas yang tepat, maka akan bisa menghasilkan puisi yang "apik". 

Semua butuh proses, dan jangan harap bisa membuat puisi yang apik jika teori tentang puisi saja belum juga dipelajari dan jangan berharap bisa menulis diksi yang ciamik jika tak pernah membaca puisi-puisi kecuali yang dibuatnya. Maka, mari budayakan membaca dan belajar teori untuk dasar melakukan aksi. Salam Sastra

Noted: 

Tulisan ini pernah saya muat di akun Facebook @Dhedi_R_Ghazali dan juga akun Wattpad @Dhedi_R_Ghazali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun