Mohon tunggu...
NARENDRA DHARMA SADEWA
NARENDRA DHARMA SADEWA Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Airlangga/K3

VOLLY

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Krisis Moral, Keteladanan, dan Identitas: Tantangan Nyata Umat Islam di Era Modern

20 September 2025   01:52 Diperbarui: 20 September 2025   00:42 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk pikuk zaman yang bergerak cepat, barangkali kita perlu berhenti sejenak, menarik napas panjang, dan bertanya: ke mana arah kita sebagai manusia, sebagai umat, sebagai bangsa? Karena diam-diam, sesuatu yang paling mendasar dari kehidupan kita sedang terguncang---moral, keteladanan, dan identitas.
Bukan soal teknologi. Bukan sekadar perubahan budaya. Tapi sesuatu yang lebih dalam: kegamangan nilai.
Krisis Moral: Ketika Baik dan Buruk Menjadi Relatif
Hari ini, kebaikan bukan lagi soal benar atau salah, tapi soal siapa yang paling viral, siapa yang paling berkuasa, atau siapa yang paling bisa "menjual citra". Moral bukan lagi kompas, tapi negosiasi. Nilai bukan lagi prinsip, tapi opsi yang bisa ditukar-tambah sesuai kebutuhan.
Di ruang publik, kita menyaksikan bagaimana dusta disulap jadi strategi, bagaimana kezaliman dikemas dalam diplomasi. Kita kehilangan arah karena lupa pada akar. Seperti kata Al-Ghazali, ketika akal kehilangan cahaya iman, maka yang tertinggal hanyalah kecerdasan tanpa kebijaksanaan.
Krisis Keteladanan: Ke Mana Perginya Sosok yang Bisa Diteladani?
Manusia belajar bukan hanya dari kata, tapi dari laku. Dan di sinilah masalah besar kita: makin sedikit orang yang bisa kita teladani, makin langka sosok yang bisa kita percaya untuk menunjukkan jalan.
Guru yang seharusnya dihormati, kini justru disudutkan. Tokoh agama kadang terseret kontroversi. Figur publik kehilangan integritas. Maka anak-anak tumbuh tanpa panutan. Mereka mencari makna, tapi yang mereka temukan hanyalah suara-suara bising yang saling berlomba menunjukkan siapa paling benar, bukan siapa paling bijak.
Seperti kata Confucius, "Ketika kata-kata kehilangan makna, masyarakat kehilangan kebebasannya." Dan ketika teladan kehilangan arah, generasi kehilangan pijakan.
Krisis Identitas: Di Tengah Dunia yang Tak Lagi Punya Pusat
Globalisasi bukan hanya membuka batas, tapi juga mengaburkan makna. Anak muda hari ini hidup di antara dua kutub: satu sisi ingin teguh memegang nilai agama dan budaya, tapi di sisi lain terpapar gaya hidup yang menyanjung kebebasan tanpa batas. Lalu mereka mulai bertanya: siapa aku?
Bagi sebagian, identitas menjadi kostum: bisa dikenakan saat dibutuhkan, dan ditanggalkan saat terasa berat. Tapi bagi yang sadar, ini adalah pergulatan eksistensial. Karena menjadi muslim bukan sekadar label, tapi pilihan sadar untuk hidup dalam nilai, dalam prinsip, dalam ikatan spiritual dan sosial yang menyeluruh.
Krisis identitas bukan hanya tentang kebingungan, tapi tentang keterasingan. Tentang rasa hampa di tengah keramaian. Tentang kerinduan pada makna, di tengah banjir informasi.
Membangun Kembali: Dari Akar, Bukan Permukaan
Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa mulai dari sesuatu yang sangat sederhana tapi sangat sulit: jujur pada nurani. Bahwa kita memang sedang rapuh. Bahwa anak-anak kita sedang kehilangan arah. Bahwa sekolah bukan lagi tempat membentuk manusia utuh, tapi sekadar ruang mengejar angka.
Kita perlu kembali menanam nilai, bukan sekadar mengajarkannya. Menjadi teladan, bukan sekadar berbicara. Memberi makna pada identitas, bukan sekadar mempertahankannya dalam slogan.
Filsuf Kierkegaard pernah berkata, "Manusia bukan hanya ada, ia harus menjadi." Dan menjadi itu hanya mungkin jika kita berani kembali ke akar, ke nilai yang tak tergoyahkan oleh zaman.
Penutup: Sebuah Ajakan untuk Merenung
Kita hidup di zaman yang cepat, tapi kehilangan arah. Kita punya banyak kata, tapi sedikit makna. Maka barangkali, saatnya kita melambat, untuk benar-benar melihat ke dalam. Karena jika krisis ini kita biarkan, maka yang akan hilang bukan hanya moral atau identitas---tetapi makna menjadi manusia itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun