Mohon tunggu...
Dhani Irwanto
Dhani Irwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Buku

Dhani Irwanto adalah seorang insinyur teknik sipil hidro dan lebih dikenal sebagai perencana dan ahli dalam hidrologi, bangunan air, bendungan dan tenaga air, profesi yang melibatkan antar-disiplin yang telah dijalani selama lebih dari tiga dekade. Terlepas dari kehidupan profesionalnya, ia juga seorang peneliti sejarah bangsa-bangsa dan peradaban, didorong oleh lingkungan, kehidupan sosial, budaya dan tradisi di wilayah tempat ia dibesarkan. Kehadirannya yang kuat di internet telah membuatnya terkenal karena gagasannya tentang pra-sejarah dan peradaban kuno. Dhani Irwanto adalah penulis buku "Atlantis: The Lost City is in Java Sea" (2015), "Atlantis: Kota yang Hilang Ada di Laut Jawa" (2016), "Sundaland: Tracing the Cradle of Civilizations" (2019), "Land of Punt: In Search of the Divine Land of the Egyptians" (2019) dan "Taprobana: Classical Knowledge of an Island in the Opposite-Earth (2019)". Dhani Irwanto lahir di Yogyakarta, Indonesia pada tahun 1962. Saat ini ia adalah pemilik dan direktur sebuah perusahaan konsultan yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanah Punt adalah Sumatera

29 Oktober 2019   19:35 Diperbarui: 18 April 2021   01:10 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar 14. Produk Wilayah Selatan (Eduard Naville, 1898) 

Gambar 15. Menimbang logam mulia dari Wilayah Selatan (Eduard Naville, 1898) 

Hipotesis Tanah Punt di Sumatera

Ekspedisi Mesir yang paling terkenal ke Tanah Punt dan sebagian besar informasi yang dapat diperoleh adalah yang dilakukan pada masa Dinasti ke-18 oleh Ratu Hatshepsut (1473 – 1458 SM). Ekspedisi tersebut tercatat pada prasasti dan relief dengan lengkap dan terinci pada dinding kamar mayat Kuil Hatshepsut di Deir El-Bahari. Ekspedisi ini dipimpin oleh seorang bangsa Nubia, yang bernama Nehsi. Jalurnya "melalui darat dan laut", kemungkinan pemberangkatannya dari Koptos, dilanjutkan dengan perjalanan darat melalui Wadi Hammamat menuju ke pelabuhan Laut Merah di Queisir. Kelima kapalnya dibongkar terlebih dahulu kemudian diangkut dengan keledai dan dirangkai kembali sesampainya di pelabuhan (Kitchen 1993). Terdapat tiga kali pengulangan tulisan pada relief di Deir el-Bahari bahwa ekspedisi tersebut dilakukan "melalui darat dan laut" dan cara yang sama telah dilakukan dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Henu pada masa pemerintahan Firaun Mentuhotep III dan Firaun Ramses III. Ekspedisi Senusret I menunjukkan bukti-bukti yang cukup jelas bahwa perjalanan ke Tanah Punt adalah menggunakan jalur Laut Merah. 

Papirus Harris I, sebuah dokumen Mesir kontemporer yang terinci tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Firaun Dinasti ke-20 awal, Ramses III, mencakup deskripsi yang eksplisit tentang kembalinya ekspedisi Mesir dari Tanah Punt, seperti dibawah ini. 

"Saya membuat kapal-kapal besar beserta tongkang-tongkang. Mereka dikirim ke lautan luas di balik air, mereka tiba di Tanah Punt. Mereka sarat dengan barang-barang dari Tanah Dewata. Mereka tiba dengan selamat di daerah gurun Coptos: mereka tertambat dengan damai, membawa barang-barang yang mereka bawa. Mereka [barang-barang] diangkut, dalam perjalanan darat, menggunakan keledai dan manusia, kemudian memuatkannya kembali keatas kapal di pelabuhan Coptos. Mereka [barang-barang dan orang-orang Punt] dikirim ke hilir, berjalan beramai-ramai, membawa persembahan untuk raja." 

Abdel Haleem Sayed dari Universitas Alexandria, Mesir pada pertengahan 1970-an menemukan pecahan-pecahan tembikar yang bertuliskan hieroglif, batu prasasti yang bertuliskan catatan ekspedisi ke Bia-Punt ("tambang Punt"), jangkar yang berukir bulatan pada bagian atas dan kepingan-kepingan kayu cedar dengan pahatan tanggam, yang kemungkinan besar adalah bagian-bagian kapal. Ia menyarankan bahwa Mersa/Wadi Gawasis adalah sebuah pelabuhan kerajaan Sʒww dalam ekspedisi laut ke Tanah Punt pada Dinasti ke-12. Beard dan Fattovich pada tahun 2001 menemukan bangunan-bangunan seremonial, kayu-kayu kapal, jangkar-jangkar batu, tali dan artefak lainnya yang berusiakan awal dan akhir Dinasti ke-12. Mereka juga menemukan kayu eboni yang telah terkarbonisasi dan obsidian (kaca vulkanik), serta lempengan-lempengan dayung kemudi. Mereka malahan juga menemukan kotak-kotak barang bertuliskan hieroglif yang menerangkan bahwa isinya adalah "barang-barang bagus dari Punt". 


Bukti-bukti jelas tentang jalur laut untuk menuju ke Punt praktis tak terbantahkan, dan saat ini secara umum telah diterima oleh mayoritas ilmuwan bahwa beberapa atau sebagian besar ekspedisi tersebut adalah melalui Laut Merah. Julukan sebagai "Tanah Dewata", "Tanah Leluhur", "Tanah Suci" atau "Tanah Kedewaan" yaitu tempat tinggal para dewa yang berada jauh di timur kearah matahari terbit, menunjukkan bahwa Tanah Punt pasti berada di sebelah timur Mesir. Jalur ekspedisi ke Tanah Punt yang melalui laut adalah dimulai dari Laut Merah dan dilanjutkan dengan Samudera Hindia. 

Orang Mesir sementara ini dianggap tidak terlalu fasih untuk menghadapi bahaya dalam perjalanan di laut, dan perjalanan panjang ke Tanah Punt adalah penuh dengan bahaya. Imbalan yang diperoleh dalam mendapatkan kemenyan, kayu eboni dan barang berharga lainnya jelas sangat bernilai tinggi dengan melihat besarnya risiko yang harus dihadapi tersebut. 

Ekspedisi ke Tanah Punt oleh Ratu Hatshepsut tercatat pada relief dengan lengkap dan terinci didalam kuilnya di Deir el-Bahari. Pencapaian reputasi dan prestasi yang besar setelah ekspedisinya menempuh bahaya laut dan kembali dengan sukses, upacara dan perayaan setelah pencapaiannya dan indikator kepemimpinan dan keterampilannya dalam memotivasi dan mengatur masyarakat Mesir agar berprestasi tinggi, menunjukkan betapa sulitnya perjalanan menuju dan kembali dari Tanah Punt. Hal-hal seperti ini juga dilakukan oleh para firaun sebelum dan sesudahnya, meskipun tidak terdokumentasi dengan baik. Kesulitan yang dihadapi beserta prestasi yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa jalur pelayarannya tidak semata-mata di Laut Merah saja, yang bahayanya relatif kecil, tetapi di laut terbuka, yaitu Samudera Hindia. Jarak yang sangat jauh menjelaskan mengapa begitu sedikit pelayaran yang dilakukan kesana, sehingga tidak mungkin hanya di Laut Merah saja. Prasasti pada dinding Deir El-Bahari yang berbunyi "melintasi Lautan Luas pada Jalan Baik menuju ke Tanah Dewata" dan dalam Papyrus Harris I yang berbunyi "Mereka dikirim ke Lautan Luas di balik air" menunjukkan bahwa jalur pelayarannya adalah melalui samudera ("Lautan Luas") dan tujuannya berada di balik cakrawala air (pandangan yang jauh dan tertutup oleh lengkung permukaan air laut yang luas), menunjukkan indikasi yang jelas bahwa pelayarannya adalah melalui Samudera Hindia. 

Relief di Deir el-Bahari jelas sangat penting karena menunjukkan secara terinci perihal flora, fauna dan penduduk Tanah Punt. Suasananya tidak saja menggambarkan barang-barang yang diperdagangkan oleh penduduk Tanah Punt dengan Mesir, tetapi juga beberapa fauna dan flora di Tanah Punt. Barang yang diperdagangkan dapat disebut sebagai barang mewah, antara lain yang utama adalah kemenyan (ảnti), yang digunakan secara luas di Mesir dalam ritual pemujaan keagamaan. Barang-barang lainnya antara lain kayu eboni, gading, emas/elektrum, kayumanis, kayu khesit, balsem, getah kering, cangkang kura-kura dan senjata. Faunanya digambarkan meliputi spesies yang beragam seperti sapi bertanduk pendek, beruk, badak bercula satu, monyet, anjing, macan tutul, dan berbagai macam satwa laut. Floranya diidentifikasi sebagai pohon pinang, pohon eboni, pohon kemenyan dan pohon kayumanis. Rumah-rumahnya berbentuk panggung yang dilengkapi dengan tangga, semuanya dibuat serupa. 

Bukti arkeologi sejauh ini agak jarang sehingga siapa pun tidak akan pernah bisa menentukan lokasi Tanah Punt dengan pasti, kecuali ditemukan bukti-bukti lain yang lebih kuat. Satu hal yang dapat dilakukan hanyalah membuat sebuah hipotesis tentang lokasinya dengan tingkat probabilitas yang wajar, dan dengan mengumpulkan bukti-bukti untuk membentuk sebuah rangkaian karakteristik yang dapat diamati (mirip dengan "fenotip" dalam biologi). Bukti-buktinya harus jelas sehingga dapat dengan kuat atau paling mungkin untuk mewakili fenotipnya. Semakin banyak rangkaian buktinya dalam fenotip, semakin tinggi kekuatan hipotesisnya. Dengan mengandalkan metode ini dan setelah mengumpulkan bukti-bukti, penulis membuat hipotesis bahwa Tanah Punt terletak di Sumatera, Indonesia. 

Pulau Sumatera

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun