Mohon tunggu...
Dhani Irwanto
Dhani Irwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Buku

Dhani Irwanto adalah seorang insinyur teknik sipil hidro dan lebih dikenal sebagai perencana dan ahli dalam hidrologi, bangunan air, bendungan dan tenaga air, profesi yang melibatkan antar-disiplin yang telah dijalani selama lebih dari tiga dekade. Terlepas dari kehidupan profesionalnya, ia juga seorang peneliti sejarah bangsa-bangsa dan peradaban, didorong oleh lingkungan, kehidupan sosial, budaya dan tradisi di wilayah tempat ia dibesarkan. Kehadirannya yang kuat di internet telah membuatnya terkenal karena gagasannya tentang pra-sejarah dan peradaban kuno. Dhani Irwanto adalah penulis buku "Atlantis: The Lost City is in Java Sea" (2015), "Atlantis: Kota yang Hilang Ada di Laut Jawa" (2016), "Sundaland: Tracing the Cradle of Civilizations" (2019), "Land of Punt: In Search of the Divine Land of the Egyptians" (2019) dan "Taprobana: Classical Knowledge of an Island in the Opposite-Earth (2019)". Dhani Irwanto lahir di Yogyakarta, Indonesia pada tahun 1962. Saat ini ia adalah pemilik dan direktur sebuah perusahaan konsultan yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanah Punt adalah Sumatera

29 Oktober 2019   19:35 Diperbarui: 18 April 2021   01:10 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sapi Jawa dan sapi Sumatera diyakini berasal dari zebu (istilah "sapi", "lembu" dan "zebu" diyakini dari asal yang sama). Bukti arkeologi menunjukkan bahwa spesies ini mulai terdapat di Mesir sekitar 2000 SM, diyakini telah pertama kali terdapat di Sub-Sahara Afrika antara 700 dan 1500 M, dan dibawa ke Tanduk Afrika sekitar 1000 M. Hal ini menunjukkan bahwa ekspedisi ke Tanah Punt, dimana sapi merupakan salah satu jenis hewan perdagangan, adalah kearah timur, ke Asia Tenggara/Selatan.

12) Kuda poni

Gambar 27. Kuda poni: (a) Punt, Mariette (1877); (b) Punt, Deir el-Bahari; (c) Sumatera Barat; (d) Batak; (e) Jawa; (f) Sumba and Sumbawa; (g) Flores; (h) Sandalwood (Sumba)

Tulisan pada prasasti di Deir el-Bahari menyebutkan "Keledai besar yang membawa istrinya" yang menjelaskan tentang seekor kuda berukuran kecil yang tergambar pada relief. Sisa-sisa prasasti yang telah rusak menyebukan bahwa gajah dan kuda adalah diantara hewan-hewan yang dibawa dari Tanah Punt untuk dipersembahkan kepada Ratu Hatshepsut.

Kuda-kuda di Tanah Punt, salah satunya adalah untuk membawa wanita gemuk Ati dan yang lainnya untuk mengangkut barang, memiliki punggung panjang, perut ramping, kaki-kaki ramping, dada dan bahu tipis, leher panjang dan ramping, kepala kecil, memanjang dan meruncing, postur badan lurus, dan matanya yang kecil lebih menyerupai kuda daripada keledai, kecuali telinganya yang besar dan panjang. Tingginya sekitar 1 meter lebih sedikit, sedikit lebih pendek daripada kuda Indonesia sekarang yang sekitar 1,2 meter.

Keturunan kuda asli Indonesia yang berbeda-beda adalah pendek dan ramping, tetapi masih kuat dan kokoh, sehingga lebih cocok disebut poni daripada kuda. Kuda poni ini diperkirakan keturunan kuda Mongolia yang disilangkan dengan kuda Arab atau kuda Tiongkok kuno. Pada umumnya, kuda-kuda ini berpostur baik, dan sebagian besar kekurangannya adalah karena makanan yang diberikan. Satu-satunya jenis yang memiliki kualitas yang lebih baik adalah kuda poni Sandalwood dari Sumba.


Kuda-kuda poni Indonesia memiliki kepala yang kecil atau sedikit lebih besar dengan profil lurus atau sedikit cembung. Lehernya panjang untuk beberapa keturunan tetapi pendek untuk yang lainnya, berotot dan ramping; kumbanya pendek dan menonjol. Dada dan bahunya tipis, punggungnya biasanya panjang, dan silang punggungnya miring. Kaki-kakinya ramping tetapi diperkuat dengan kuku-kukunya yang baik. Tinggi rata-ratanya sekitar 1,2 meter tetapi dapat mencapai 1,3 meter, dan umumnya berwarna cokelat, walaupun dapat berwarna yang lain.

Kuda-kuda poni Indonesia telah terus-menerus disilangkan dengan darah tambahan, umumnya kuda Arab untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga dapat diperkirakan bahwa aslinya adalah lebih ramping dan lebih pendek dari apa yang kita lihat sekarang. Begitu pula telinganya mungkin lebih besar dan lebih panjang.

Kuda poni adalah maskot Kota Bengkulu, ditampilkan sebagai patung bernama Patung Kuda Kerdil yang terdapat di pusat kota.

13) Beruk

Gambar 28. Beruk: (a) Punt, Naville (1898); (b) Punt, Deir el-Bahari; (c) Siberut; (d) Sumatera; (e) Kalimantan; (f) Sabah; (g) Thailand; (h) Pagai; (i) Kamboja; (j) untuk memetik kelapa di Sumatera

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun