Mohon tunggu...
Dewi Lestari
Dewi Lestari Mohon Tunggu... Lainnya - Bismillaahirrahmaanirrahiim

Semangat Bismillah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Menara Eiffel

23 Oktober 2020   03:47 Diperbarui: 23 Oktober 2020   03:58 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"ngapain sekolah tinggi-tinggi... toh ujung-ujungnya dapur kantormu"

"kenapa harus capek-capek sekolah lagi sih, buang-buang uang aja"

"hanya cari gelar, enggak semua sarjana itu bisa kerja enak"

Masih banyak lagi kata-kata atau ucapan yang sering kita dengar seperti itu, apalagi pada seorang anak yang dipandang tidak mempunyai skill yang cukup. Apa salahnya coba, orang yang biasa-biasa saja bisa menjadi orang yang kelak menjadi orang yang hebat.

"Jangan pernah jadikan sesuatu itu adalah beban. Tetapi jadikanlah sesuatu itu adalah sebuah pengalaman"

Tidak perlu menghiraukan perkataan orang yang menyakitkan, tetapi saring perkataan orang untuk jadi sebuah motivasi.

Mengapa saya berikan judul Belajar dari Menara Eiffel, karena memandang Menara Eiffel itu sangat indah bukan... tentu sangat indah... Lalu apa alasannya?

Alasannya adalah apa yang kita lihat dari Menara Eiffel adalah sebuah keindahan, menara yang tinggi. Akan tetapi tidak semua yang indah itu di dapat dengan cara yang mudah, pasti mendirikannya sangatlah susah dan pastinya membutuhkan waktu yang lama.

Saya memang belum pernah kesana, tapi keindahannya mampu membuat seluruh orang berbondong-bondong ingin pergi kesana. Tak pelak jika Menara Eiffel menjadi ikon dan simbol kota Paris.

Begitu juga dengan perilaku manusia, siapa yang menata mulai dari awal maka perilaku itu akan terbentuk bahkan tertata apik dalam kehidupan.

"Hidup adalah serangkaian perubahan yang alami dan spontan. Jangan tolak mereka karena itu hanya membuat penyesalan dan duka. Biarkan realita menjadi realita. Biarkan sesuatu mengalir dengan alami ke manapun mereka suka." - Lao Tzu. 

Jika kita kembali pada Menara Eiffel , sebenarnya kehidupan kita juga hampir sama seperti Menara Eiffel. Kita diciptakan untuk dihargai, begitupun sebaliknya kita juga harus menghargai orang lain. Akan tetapi, ada juga yang tidak menghargai kita bahkan ingin menjatuhkan kita. 

Lalu apakah kita akan diam saja, tentu tidak. Kita akan tergerak untuk membuktikan bahwa kita pasti bisa.

Jika Menara Eiffel saja hampir di hancurkan karena bangunan yang tidak sesuai dengan monument-monumen pada umumnya, akan tetapi Menara Eiffel membuktikan dengan ketinggiannya yang memberikan sinyal cukup baik hingga tetap dibiarkan berdiri sampai sekarang.

Respons yang diberikan pada Menara Eiffel berarti cukup baik, sehingga menara itu tetap berdiri dan menjadi pusat perhatian bagi seluruh dunia, terutama kota Paris.

Hidup juga begitu, ketika ada seseorang yang akan menjatuhkan kita, maka kita harus mampu membuktikan bahwa kita itu bisa, jika kita berbuat sesuatu, kemudian respon atau pendapat orang lain baik terhadap kita dalam artian mendukung kita, pasti kita akan mengulanginya bahkan melakukan dengan sangat gembira.

Tetapi, jika yang diberikan adalah respon  atau istilahnya biasa saja bahkan seperti menghina, maka yang terjadi adalah kita akan malas melakukan hal tersebut bahkan perlahan akan menghilang dalam diri kita.

Untuk itu, betapa sulitnya belajar dari pendapat-pendapat orang lain, kita harus mampu menguasai bahkan memahami sifat bermiliaran manusia di dunia ini, yang sejatinya memiliki sifat yang berbeda-beda.

Sebagai buktinya adalah seorang psikolog yang bernama B.F. Skinner, dalam pandangannya tentang kepribadian disebut dengan "behaviorisme radikal".

Jika berbicara mengenai behavior tentunya yang anda bayangkan adalah masalah perilaku atau tingkah laku seseorang dalam segala aspek ya sobat. Iya benar sekali sobat, karena memang pada dasarnya behavior ini menyangkut atau mempelajari dan bisa disebut meneliti tentang perkembangan atau perubahan perilaku seseorang.

Behaviorisme menekankan studi ilmiah tentang respons perilaku yang dapat diamati dan determinan lingkungan. Bagi Skinner, perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah  sesuai dengan pengalaman-pengalaman lingkungan.

Skinner mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan operant conditioning. Pengkondisian operan adalah suatu bentuk behaviorisme deskriptif, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalui studi mengenai belajar secara operan.

Operan (operant) adalah suatu reaksi pancaran (limite response) sebagai kontras dari responden (respondents), yaitu satu kelas tingkah laku yang dipelajari dengan teknik kondisioning Pavlovian

Dengan demikian, kalau pada kondisioning klasik melibatkan tingkah laku yang muncul sebagai akibat pemberian stimulus penguat (reinforcement), maka pada kondisioning klasik melibatkan perilaku yang dikontrol pleh stimulus penguat.

Dengan perkataan lain, pada kondisioning klasik, penguatan yang dilakukan berulang-ulang menghasilkan jawaban (tingkah laku), sedangkan pada kondisioning operan jawaban atau tingkah laku lah yang menimbulkan penguat. (Psikologi Perkembangan, Dra. Desmita, M.Si.)

Skinner juga memiliki prinsip dasar pengondisian operan, yaitu penyebab eksternal dan konsekuensi. Penyebab eksternal adalah hal yang penting untuk melihat penyebab dari perilaku, sedangkan konsekuensinya adalah  kita sebagai manusia cenderung akan mendekati hal yang menyenangkan dan menjahui hal yang tidak menyenangkan.

Konsekuensi yang dijelaskan Skinner tadi sering diterapkan di dalam kehidupan manusia. Apapun yang kita lakukan, apalagi itu hal yang menyenangkan maka ada rasa dan keinginan untuk mendekatinya dan mengulanginya. Akan tetapi, kita juga akan menjahui bahkan melupakan pada suatu hal yang tidak menyenangkan tersebut.

Ciri dari belajar behavioristik adalah adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa lampau. Perubahan adalah tanda bahwa seseorang telah merespon suatu kejadian dan menjadikannya pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.

Kembali pada kita belajar dari Menara Eiffel tadi, kemauan dan juga dukungan dari orang lain perlu sekali dalam belajar memaknai kehidupan. Tak semua kehidupan akan berjalan dengan mulus apalagi tidak ada rintangan, belajar memaknai hidup juga pasti ada rintangannya.

Ada orang yang tidak suka dengan kita, berkeinginan menjatuhkan kita dan sebagainya. Maka tindakan kita adalah harus  bisa bangkit dan tetap berdiri kokoh dengan kelebihan yang kita milliki. Akan tetapi, kelebihan bukan untuk dijadikan seseorang itu menjadi tinggi hati. Kita harus bijak dalam memanfaatkan kelebihan yang kita milki.

Setiap manusia berbeda dalam menaggapi pendapat orang lain, ada yang responnya tidak seperti yang diharapkan atau biasa-biasa saja, tetapi seseorang itu memilih bangkit dan membuktikan.

Adapun yang mendapat respons seperti itu, kemudian memilih berhenti dan mencari jalan lain. Seperti halnya ketika mendapat respon baik, seseorang juga akan biasa-biasa saja juga ada yang dengan semangat terus mengembangkan hal yang mendapat respon baik tersebut.

Betapa pentingnya kita belajar memaknai hidup, semuanya kembali pada diri kita masing-masing. Kita harus mampu tetap berdiri kokoh ataupun dengan kerendahan hati memilih mundur dan mencari jalan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun