Lembaran juhi itu dibakar di atas arang. Aromanya menyebar menggelitik mereka yang sedang berlalu lalang untuk menepi sejenak dan mencicipi lembaran juhi bakar tersebut. Tak terkecuali aku dan pasangan yang dengan sabar menanti juhi bakar tersebut dihidangkan.
Ini adalah sebuah cerita pada akhir bulan Juni lalu. Suatu ketika kami melakukan staycation di sekitaran Mangga Besar. Setelah matahari tenggelam, kami bersiap untuk berwisata kuliner di sekitaran Mangga Besar. Tujuan kami adalah ke Juhi Bakar Seafood Afu.
Sekitaran Mangga Besar adalah pusat kuliner seafood. Dan kami sedang ingin menyantap seafood segar namun juga ringan. Yang paling dekat dengan penginapan adalah tempat makan tersebut.
Ada banyak kedai makanan yang menggundang selera. Namun kalau itu aku hanya ingin menyantap sari laut yang segar. Aku menemukan warung seafood itu, dengan meja dan kursi plastik sederhana. Â Kami yang kali pertama tiba, menyusul kemudian pengunjung lainnya.
Kepiting sedang tak ada. Akhirnya kami harus puas dengan juhi bakar, udang rebus, dan kerang rebus. Satu-persatu datang dengan saus sambal dan cocolan yang berbeda.
Juhi ini berbentuk lembaran yang dibakar merata sehingga aromanya makin keluar. Juhi adalah cumi kering, biasa disajikan dalam rujak juhi.
Juhi ini tidak alot, krenyes-krenyes. Rasanya gurih, manis, dengan aroma yang khas.
Juhi ini disajikan sambal berwarna merah yang isiannya ada irisan nanasnya sehingga asam manis segar. Sambal ini kontras dengan rasa dan aroma juhi namun sedap ketika dipadukan.
Tak lama juhi pun ludes karena porsinya tak besar untuk disantap berdua.
Kami kemudian mencicipi kerang dara rebus yang disarankan disantap dengan bubuk kacang. Eh, aku agak heran. Baru kali ini aku mencoba menyantap kerang rebus dengan bubuk kacang ternyata rasanya tak buruk. Unik.
Kerang dara yang kenyal dan gurih memberikan pengalaman yang lebih kaya tekstur dan aroma ketika dipertemukan dengan bubuk kacang yang gurih dan punya tekstur yang khas. Ini pengalaman yang menarik, meski aku lebih suka kerang dicocol dengan saus sambal asam manis atau tanpa cocolan.
Udang Rebus Sebagai Penutup
Sayangnya udang rebus itu dihidangkan masih dengan kulitnya. Memang sih sari-sari udangnya jadinya masih menempel dan terjaga di kulitnya tapi jadi agak repot hehehe. Apalagi pasangan tipe yang malas mengupasnya sendiri. Jadinya aku mengupas bagianku dan bagiannya. Ya tak apa-apalah toh upayanya sebanding dengan rasanya.
Aku heran mengapa kedai makanan ini menyajikan masakannya dengan cara minimalis. Menunya didominasi rebusan seafood yang disajikan dengan saus cocolan.
Kemudian aku paham, makanan yang dimasak dengan cara minimalis akan menonjolkan rasa dan kualitas bahan utama tersebut. Seafood yang segar akan terasa lebih segar aromanya dan punya rasa manis yang samar.
Udang rebus juga demikian. Aku tak pernah menyantap udang rebus kecuali dalam masakan seperti sapo seafood dan tom yang, itupun sudah dibayang-bayangi oleh bumbu dan aneka isian lainnya.
Udang rebus memiliki tekstur yang krenyes, kenyal, juga padat. Sari udangnya yang gurih dan manis langsung merebak ketika digigit. Ya udang rebus menonjolkan wajah asli udang apa adanya.
Kami memesan masing-masing satu porsi untuk kami nikmati berdua. Lalu pasangan menambah lagi satu porsi kerang yang kubantu habiskan dengan susah payah. Tanpa nasi rupanya kami sudah begitu kenyang.
Sebagai penutup dan penyegar kami memesan minuman songkit. Ini adalah minuman jeruk songkit dengan kiamboy. Rasanya enak, segar dan asam manis. Minuman ini membantu menghilangkan rasa eneq dan amis setelah melahap aneka seafood.
Kami kembali ke penginapan dengan perut kenyang. Sudah lama tak santap aneka seafood sehingga rasanya menyenangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI