Mohon tunggu...
Sridewanto Pinuji
Sridewanto Pinuji Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Blog

Penulis untuk topik kebencanaan dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran Penanganan Bencana Setelah Badai di Karibia

12 Juli 2021   13:04 Diperbarui: 12 Juli 2021   13:43 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HurikanMaria Melanda Puerto Riko (CIRA, NOAA Satellites, Flickr)

Setelah badai di Karibia terjadi, apa pelajaran penanganan bencana yang dapat kita petik? 

Satu di antara pelajaran tersebut adalah bahwa bencana berdampak lebih besar pada mereka yang rentan. Bencana juga membuka tabir kesenjangan sosial yang selama ini tertutup. 

Kali ini kita akan belajar dari Puerto Riko dan Amerika Serikat untuk melihat dampak dari suatu bencana terhadap penduduk yang rentan. Kemudian kita juga akan melihat bagaimana bencana membuka fenomena kesenjangan sosial. 

Anggapan yang Keliru

Pada bulan Oktober tahun 2017, Presiden Donald Trump berkunjung ke Puerto Riko untuk melihat dampak dari Hurikan Maria. Saat itu dia menganggap remeh kerusakan yang terjadi karena badai. 

Namun, anggapan Presiden Trump tersebut hanya berdasarkan dari jumlah korban yang meninggal dunia. Asumsinya tersebut ternyata justru mengungkap hal lain, yaitu dampak bencana dan kesenjangan sosial. Dua hal yang kemudian berpengaruh besar pada jumlah korban dan kerugian. 

Sebagian besar kerusakan yang terjadi dialami oleh kelompok rentan dan miskin. Pemerintah Puerto Rico memperkirakan sekitar sepertiga dari rumah di negara kepulauan tersebut rusak karena badai. 

Data menunjukkan, bahwa sekitar 55% struktur atau bangunan yang terdampak dibangun dengan cara yang tidak baku. Bangunan tersebut ternyata juga tidak memiliki lisensi atau izin dari pihak yang berwenang. 

Faktor Sosial Ekonomi dan Dampak Bencana

Banyak keluarga miskin tinggal di lokasi yang memiliki risiko bencana tinggi terhadap bahaya banjir. Alasannya tanah tanah di wilayah tersebut terjangkau oleh mereka. 

Sebagai tambahan informasi, area dengan kondisi sosial ekonomi rendah memiliki jumlah korban meninggal dunia yang tinggi terkait dengan bencana angin topan ini. 

Penelitian dari Laura Szczyrba menunjukkan bahwa faktor sosial, seperti ras, gender, pendapatan, dan tingkat pendidikan berperan lebih besar dalam menentukan kerusakan permukiman.  Hal itu jika dibandingkan dengan dampak fisik dari badai itu sendiri, seperti angin yang kuat, banjir, atau tanah longsor. 

Ini menunjukkan bahwa isu sosial dan ekonomi yang terjadi sebelum hantaman badai adalah penyebab utama dari kerusakan. Dengan demikian, isu ini dapat menjadi fokus perhatian untuk mengurangi dampak bencana di masa yang akan datang. 

Tren Sosial dan Bencana 

Sekitar 16 tahun yang lalu, Hurikan Katrina mengungkapkan bahwa dampak bencana tidaklah sama terhadap berbagai kelompok masyarakat. 

Gambar dari warga Afrika Amerika di kota New Orleans yang terpaksa mengungsi di atap saat itu beredar luas. Gambar itu juga telah menimbulkan perdebatan mengenai pengaruh rasisme. Perdebatan terjadi terutama untuk melihat kaitan antara rasisme dengan faktor kesehatan masyarakat dan bencana alam. 

Badai Katrina menunjukkan sebuah kenyataan, yaitu bahwa warga kulit hitam ternyata belum sepenuhnya dipahami. Mereka menjadi korban dari badai itu sendiri dan juga dari rasisme yang telah berlangsung lama. 

Kita sudah belajar dari bencana di masa lalu, bahwa tantangan sosial yang paling mempengaruhi dampak bencana adalah status sosial ekonomi, ras, gender, dan juga kelas-kelas sosial di masyarakat. Faktor-faktor tersebut lebih berpengaruh dibandingkan faktor yang lebih kompleks, seperti kualitas kesehatan, kemampuan untuk melakukan upaya kesiapsiagaan, serta adanya akses pada fasilitas transportasi. 

Kemudian, tantangan sosial juga terus mempengaruhi risiko fisik di setiap kejadian bencana. Misalnya pada kejadian bencana kebakaran hutan, gelombang panas, banjir, tsunami, dan gempa. Bahkan, ketika kita mengalami pandemi seperti saat ini, wabah pun mengancam mereka yang rentan. 

Populasi yang rentan bukan hanya menderita kerusakan seperti kehilangan harta benda, tetapi mereka juga belum sepenuhnya pulih untuk menghadapi bencana berikutnya. 

Pada tahun 2020 Puerto Riko mengalami serangkaian gempa. Bencana tersebut merusak beberapa rumah dengan terpal yang menutupi bagian atapnya. Rumah tersebut belum lagi pulih dari dampak badai Maria. Kondisi ini menunjukkan dan memperbesar dampak dari kesenjangan sosial seiring berjalannya waktu. 

Mereka yang Diabaikan 

Dalam kondisi yang tidak menentu setelah kejadian bencana, bantuan kemanusiaan seringkali diarahkan pada daerah yang mengalami kerusakan paling parah. Sayangnya upaya ini seringkali mengabaikan faktor sosial yang justru mempengaruhi dampak dari bencana tersebut. 

Pada beberapa kasus, kebijakan pemulihan secara sistematis mengabaikan kelompok yang rentan. Misalnya para penyewa rumah dengan satu atau lebih kepala keluarga, kemudian mereka yang memiliki ras dan etnis termarjinalkan.  Kelompok masyarakat ini akan mengalami hambatan untuk atau saat mengakses bantuan setelah terjadinya bencana. 

Contohnya FEMA (lembaga penanggulangan bencana Amerika Serikat) menerima permintaan bantuan dari warga di Puerto Riko setelah badai Maria. Di lokasi, ternyata para penerima manfaat tidaklah sesuai dengan kriteria penerima bantuan.

Hal ini terjadi karena para pemohon tidak dapat menunjukkan bukti bahwa mereka secara sah menjadi pemilik rumah. Namun, bagi beberapa warga dokumen itu telah hilang atau rusak karena badai itu sendiri. 

Kemudian bagi warga lainnya, sebuah rumah diwariskan dari generasi ke generasi dengan tidak dilengkapi dokumen yang resmi. Hal ini terjadi karena biaya yang tinggi untuk mengurus dokumen tersebut. 

Selanjutnya jika kita mengingat pengaruh dari perubahan iklim, maka menunjukkan bahwa tren pemanasan global akan menyebabkan badai yang lebih kuat. Badai tersebut juga berdampak di daerah atau wilayah yang baru dan menyebabkan kelipatan pada angka kerugian setiap 10 tahun. 

Setelah melihat data ini, maka lingkaran setan antara kejadian bencana dan kerentanan perlu segera diputus. Pemerintah dan lembaga bantuan perlu mempertimbangkan kondisi sosial, seperti ras dan kelas-kelas sosial di masyarakat dalam kebijakan yang mereka ambil. Hal ini diperlukan untuk memastikan upaya pemulihan yang dilakukan tidak diskriminatif. 

Mengubah Pola 

Ketika masyarakat tidak dapat mengendalikan fenomena alam, maka keputusan ekonomi dan politik menjadi dasar yang menentukan hasil dari upaya para pihak. 

Keputusan tersebut berdampak pada dua hal, yaitu meningkatkan risiko masyarakat atau di sisi lain meningkatkan ketangguhan dan kesetaraan. 

Sebagai contoh, melakukan investasi pada infrastruktur  seperti pembangunan tanggul dapat menurunkan risiko bencana. Namun, jika kejadian yang sangat ekstrem melewati kemampuan atau kapasitas dari infrastruktur tersebut, maka dampak bencananya justru akan jauh lebih besar. 

Hal itu terjadi karena dengan pembangunan infrastruktur tersebut, maka telah mendorong pembangunan di lokasi yang berisiko. Proses ini terjadi karena adanya anggapan bahwa infrastruktur tersebut mampu memberikan rasa aman. 

Menghadapi kondisi tersebut, maka diperlukan kebijakan yang pintar. Kebijakan dimaksud diharapkan dapat menjembatani kesenjangan yang terjadi. 

Dengan melakukan kebijakan tersebut, maka dapat secara tidak langsung menurunkan biaya untuk melakukan pemulihan setelah bencana. 

Selanjutnya masyarakat juga perlu terlibat secara langsung untuk membangun rencana dan ketangguhan. Sebab kebijakan ini dipandang akan lebih sukses. 

Contoh untuk hal ini adalah dengan melakukan investasi di rumah yang terjangkau, membangun perpustakaan, ruang terbuka hijau, dan sekolah. Kemudian juga melakukan pembukaan lapangan kerja baru. Dengan melakukan hal ini maka akan menyebabkan terjadinya mobilitas sosial. 

Sebagai hasil dari kebijakan ini, maka lebih banyak orang atau keluarga yang mampu memperbaiki rumah. Mereka juga memiliki asuransi, mampu membiayai proses evakuasi, bahkan kemungkinan besar mampu pindah dari tempat tinggal sebelumnya yang berada di lokasi yang rawan. 

Ketika sebuah badai yang sangat kuat melanda suatu wilayah yang dekat dengan pemukiman, maka keputusan yang diambil menjadi penentu siapa yang akan mengalami dampak bencana. 

Hurikan Maria dan Katrina barangkali tidak dapat dicegah. Namun, mungkin langkah antisipasi dapat dilakukan.  

Langkah antisipasi dimaksud dapat dilakukan dengan memperhatikan fakta atau kondisi nyata dan akar persoalan dalam bidang sosial dan kejadian bencana. Tindakan ini akan memberikan peluang bagi para pemimpin untuk mengambil keputusan yang tepat dan memperbaiki kekeliruan penanganan yang terjadi selama ini. 

Sumber tulisan dari PreventionWeb diterjemahkan dengan perubahan oleh Sridewanto Pinuji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun