Mohon tunggu...
Devira Sari
Devira Sari Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Saya adalah Psikolog yang menyukai dunia tulis menulis dan Sastra. Tarot Reader. A Lifelong Learner. INFJ-A. Empath. Sagittarian.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Unfinished Issue

24 Juli 2021   10:00 Diperbarui: 24 Juli 2021   10:20 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegelisahan terlihat jelas di sana, di sisi ruangan, di dekat singgasananya yang terlindung tembok-tembok raksasa. Sebenarnya apa yang dicarinya? Dan kenapa dia bersembunyi? Aku tak dapat menemukan jawabannya. Mungkin dia hanya tak temukan rumus untuk menyederhanakan maksudnya dan membuat orang lain mengerti. Aah tidak, tampaknya dia memang tak sudi membaginya dengan siapapun. Aku yakin tak pernah ada yang berhasil menembus tatapan netranya, menyelami kedalamanan jiwanya, dan meruntuhkan tembok-tembok besar di sana. Akulah orang pertama yang pernah berada di tempat itu.

Netral itu masih begitu dalam. Api di sana semakin menyala-nyala menggila, tak pernah meredup meski sedikit. Tembok-tembok yang menjulang, menghardik siapapun yang mencoba mendekatinya. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum dia menenggelamkan dirinya sendiri di sana. Terbakar perlahan. Dan tak ada yang dapat menyelamatkannya.

Please, just let it go....

Sore itu, kurasakan sedikit gentar di tubuhnya. Mungkinkah dia akan menyerah? Menyerah dan memadam gejolak bara itu, atau malah menyerahkan dirinya untuk dilahap habis oleh baranya sendiri? Aku tak pernah suka perdebatan. Kurasa dia pun telah lelah dengan argumen dan spekulasinya sendiri. Jadi kubiarkan saja hening merajai masa.

Di ruang itu, benda-benda statis menonton dalam senyap. Hanya detik yang mengisi kebisuan. Jika saja deretan cangkir di atas meja itu hidup, mungkin mereka akan saling membenturkan diri dengan suka rela, supaya gaduh. Begitu pula jejeran plakat di meja sebelahnya, mungkin mereka akan tertawa terbahak-bahak, supaya ramai. Pun detik jam dinding akan mulai ber-reggae ria, supaya riang.

Terus saja begitu. Apa yang dicarinya? Kenapa dia bersembunyi? Mungkin dia pun tak mengetahui jawabannya. Sepertinya sebentar lagi jiwanya akan digadaikan kepada roh jahat, berharap tumpas gelisahnya. Sudah cukup berhari-hari mendengarkannya meracau. Aku tak sanggup lagi. Panas api itu sedikit demi sedikit telah membuatku lepuh. Defisit oksigen membuatku sesak. Ada ketidakwarasan yang diam-diam membuat sarang dalam kepalaku.

Aku menyerah. Biar saja.

Perlahan bidang bahunya luluh. Semakin jelas lah lengkung tulang punggungnya, berusaha menopang sisa-sisa egonya.

"Maaf ya..." lirih terdengar suaranya. Sayupnya memecah hening. Sepasang netra itu telah kehilangan sebagian besar dayanya. Aah, terserahlah. Aku menghela napas panjang dan berlalu dalam bungkam.

Setelahnya semua tidak lagi sama. Kami bertemu kembali. Jabat tangan itu tanda perpisahan kami.

Jarak menjelma hantu-hantu yang bergentayangan dalam mimpi-mimpi dini hari yang menakutkan. Netra itu, menatap sekian hasta di sana. Tubuhnya samar tertutup bayang-bayang berkabut lelembut. Gemuruh memekakkan telinga. Aku ingin memekik namun leherku tercekat. Aku ingin lari dari sana. Tapi kemana? Berlari dalam labirin gelap yang membingungkan. Hei, kenapa aku malah lari ketakutan? Sebenarnya apa sih maunya, mengejarku sampai kemari? Lama-lama aku bisa menjadi gila dibuatnya. Oke, aku pasrah pada kekuatan semesta, menerabas hantu-hantu yang bergentayangan untuk menemukan keberadaannya. Gemuruh mereda, kabut lelembut tersibak, dan makna demi makna mulai terungkap. Kemudian, di sana lah dirinya, berdiri beberapa hasta di depanku. Terlihat dengan jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun