Mohon tunggu...
Devidia Tri Ayudiansyah
Devidia Tri Ayudiansyah Mohon Tunggu... #akuberpikirmakaakuada

Nulla Tenaci Invia Est Via~

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hadapi Covid-19 dengan Vaksin Ekonomi Sinergi, Harmonisasi dan Relaksasi

2 April 2020   08:55 Diperbarui: 2 April 2020   11:17 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“There's No Such Thing as a Free Lunch, Erratic Monetary Growth Almost Always Produced Erratic Economic Growth” Friedman 

COVID-19, tidak hanya tentang ancaman pada kesehatan publik, tetapi juga menyangkut lahirnya masalah pada ekonomi, sosial, ataupun budaya. Banyak kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan maksimal, termasuk yang bersangkutan dengan kebudayaan. Dan ketidakmaksimalan pengerjaan ini berdampak pula pada ekonomi pada akhirnya. 

Sepanjang awal tahun 2020 tepatnnya Januari, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi dengan penurunan rata-rata sebesar 5,18%. Disusul bulan februari sebesar 5,72%. 

JISDOR berada pada Rp. 14,234.00 di 28 Februari 2020. Pandemi COVID dengan angka infeksinya yang menyebar terus berlanjut, begitupun juga depresiasi rupiah yang kian berlanjut. Ada downside risk ekonomi yang disebarkan oleh COVID-19 selain diseases.

Apa yang menyebabkan masalah ini? Tentunya COVID-19 dan policy yang diterapkan (social distancing ataupun lockdown). Terlepas dari jawaban COVID-19 tadi, depresiasi ini juga disebabkan oleh meningkatnya capital flight. 

Hal ini selaras dengan penjabaran dari laporan Bank Indonesia (BI) per februari 2020. Dikatakan bahwa terjadi penarikan dana besar-besaran di negara berkembang, termasuk Indonesia. Saat terjadi infeksi ekonomi, negara berkembang selalu mengalami capital flight (International Monetary Fund; IMF.org). Tujuannya ialah meletakkan wealth pada UST-Bond dan emas.

Hal ini dengan adanya anggapan uncertainty yang minim di US. Berdasarkan yang telah terjadi di Nigeria, pelemahan nilai tukar pada tahun 1981 sampai 2009, hasil menunjukkan bahwa ada dampak dinamis dari capital flight pada exchange rate. 

Dampaknya dapat jangka panjang dan pendek. Serta dapat melibatkan variabel ekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi. (Onoja; 2015). Capital flight dapat terjadi akibat adanya uncertainty disuatu negara. bisa dari sisi ekonomi atau non ekonomi. Keduanya memiliki keterpengaruhan terhadap tinggi tidaknya capital flight dan mendasari behavior yang tercipta dari seorang/kelompok pemilik capital.

Capital flight disebutkan merupakan ancaman bagi rencana perekonomian yang tersusun dalam periode tertentu. Hal ini karena hubungannya terhadap pertumbuhan ekonomi ialah negatif. Semakin tinggi capital flight yang terjadi di suatu perekonomian negara.

Maka akan membawa dampak menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. (Olatunji and Oloye; 2015). Inilah yang terjadi pada sisi makro ekonomi kita.

Lantas di mikro ekonomi negara kita, idem. Ada infeksi perekonomian yang disebabkan oleh COVID-19 ini. Kegiatan ekonomi tidak berjalan sebagai mana mestinya. Terjadi pengurangan jam kerja, output, bahkan juga tenaga kerja. Dan lagi-lagi membawa masalah pada kesehatan capital negara yang memiliki kerentanan pada fluktuasi nilai tukar. 

Perbankan memiliki risiko mengalami peningkatan Non Perfoming Loan (NPL) akibat adanya debitur terimbas pandemi, yang tidak lagi bekerja semestinya dan mendapat penghasilan normal.

Kunci masalah di atas sebenarnya satu, pindah tangannya capital dari domestik. Atau capital flight/outflow. Capital Flight ini tidak bisa dianggap remeh. Karena fungsinya yang membantu dalam pendalaman keuangan negara. Selain itu juga, menolak lupa, krisis ekonomi di tahun 1997-1998 juga terjadi akibat tingginya capital flight. 

Yang pada akhirnya memupuk angka hutang luar negeri sebagai capital inflow semu. (Boyce; 1992). Maka dari sini bukan saatnya lagi kita untuk menyepelehkan pengurangan capital, yang disebabkan capital flight.

Menghadapi hal ini, subjek kerangka Bauran Kebijakan (BI, OJK, Kemenkeu) melakukan berbagai upaya ditengah pandemi yang terjadi di Indonesia saat ini. Sinkornasi dan harmonisasi antar penerap kebijakan bauran dimaksimalkan. 

Target yang ditetapkan ialah sama-sama relaksasi. Ini semua tak lepas dari harapan pemulihan keadaan ekonomi ditengah kekangan pandemi yang terjadi. Kebijakan-kebiajakan tersebut antara lain:

  • Bank Indonesia menerapkan kebijakan dalam tujuh langkah jitu yang beberapa diantaranya penurunan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) 25 bps menjadi 4,75% per 20 Februari 2020. Dan penurunan kedua pada 19 Maret 2020 sebesar 4,5%. Tak sampai disitu, QRIS (Quick Response Code) untuk bantuan sosial dan transfer keuangan pada PEMDA juga dilakukan, hal ini demi memangkas biaya transaksi dan menggencarkan gerakan non tunai walaupun terjadi pembatasan kegiatan dari adanya COVID-19. Serta kebiajakan terakhir ialah dengan pengaturan peningkatan Domestic Non Delivery Forward (DNDF) Policy dan Spot Market agar penguatan valas juga ditopang oleh agen ekonomi domestik. Domestik diberikan peluang untuk memiliki porsi pada pasar valas dengan biaya ketetapan yang rendah. Hal ini semua demi menjaga stabilitas moneter, nilai tukar rupiah dan pasar keuangan. Termasuk mengendalikan capital flight dan realisasi sasaran inflasi terkendali.
  • Otoritas Jasa Keuangan menyelaraskannya dengan penerbitan peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) terkait countercyclical policy pada POJK No.11/POJK.03/2020. Kebijakan ini diterapkan untuk memberi keringanan pada debitur terdampak COVID-19 yang tidak lagi memeroleh pendapatan normal. Juga menjaga kesehatan bank umum dengan konsolidasi antar sesama bank. Hal ini diharapkan mampu menjembatani bank-bank kecil untuk ikut bersinergi dan berinovasi  tanpa hambatan cost, dsb. (No. 12/POJK.03/2020). Konsep konsolidasi yang ditawarkan berdasarkan risk sharing, maka bank kecil tidak mengalami trouble akibat risk tinggi saat pandemi COVID-19 masih berlangsung. Tujuan hal ini ialah penguatan ketahanan industri, perbankan & jasa keuangan lainnya. Stimulus ekonomi ini merupakan kebijakan sementara dan perlu evaluasi lanjutan guna memertahankan unsur kekhawatiran/prudential, pemantauan untuk menghindari adanya moral hazard yang tidak diinginkan. (POJK No.11/POJK.03/2020.)
  • Kementrian Keuangan ikut menerapkan kebijakan pangkas anggaran belanja untuk mendukung segeranya pemulihan keadaan akibat COVID-19. Serta di internasional, Kemenkeu juga mengiring kerja sama antar negara untuk pengetasan masalah ekonomi dari COVID-19. Bertukar informasi dan solusi. Termasuk pada pertemuan negara-negara G20. Konsep dasarnya ialah pemaksimalan informasi yang terserap sebagai bahan evaluasi atas policy yang sudah terjadi pada negara-negara yang lebih dahulu mengalami masalah.Hal ini dipergunakan untuk mengatur momentum berjalannya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan membaik.

Telah banyak upaya-upaya tyang dilaksanakan dari pihak terkait. Pertumbuhan ekonomi masih melemah. Begitupun juga dengan Nilai tukar rupiah. Pelemahan terhadap nilai tukar rupiah tetap terjadi. Per 20 Maret rupiah sudah menginjak di digit 16 ribu. 

Berjalan hari, per 1 April 2020 besaran rupiah mencapai 16.413 per USD. Lagi-lagi menunjukkan peningkatan depresiasi nilai tukar. Maka apa yang salah? Apakah kebijakannya tidak maksimal? Kebijakan yang telah diterapkan oleh BI, OJK dan Kemenkeu yang saling mengharmonisasi ini bukan hal fatal. 

Bukanlah kebijakan fatal yang mengakibatkan stagnansi ekonomi. Kebijakan harmonisasi antar lembaga ekonomi harus tetap terjadi dan diperkuat. Ini hanya merupakan efek jangka pendeknya saja. Atas pelemahan rupiah dan lambatnya pertumbuhan ekonomi.

Bauran kebijakan yang harmonis, hasilnya bukan terlihat dalam jangka pendek saja. Melainkan juga jangka panjang. Berkaitan dengan pembangunan ekonomi pada aoutlook jangka panjang. (Laporan Perekonomian Indonesia 2019; bi.go.id) 

Maka penyikapan depresiasi nilai tukar yang berkepanjangan ini tidak perlu panik dan mudah menerima asymetric information yang ada. Karena hal ini malah memperkeruh infeksi ekonomi akibat COVID-19 dengan menimbun spekulasi economic concern yang ikut menambah capital flight. 

Kekhawatiran ekonomi yang menyebabkan capital flight membuat hilangnya welfare of economic. Hal tersebut ditunjukkan dengan pengurangan income, resource income, dll. (Deppler, et. Al; 1987).

Maka dampak buruk yang terjadi saat ini khususnya pelemahan rupiah yang terjadi sustain walaupun upaya telah digencarkan, bukan menjadi alasan menghentikan harmonisasi bauran kebijakan. Selain untuk mengatasi hal ini secara domestik.

Perlu juga diberlakukan kebijakan yang menggencarkan hubungan negara dengan negara lainnya. Interkoneksi antar negara dalam hal pendanaan. Dalam mengatasi krisis disuatu negara perlu diberlakukan financial liberalization yang lebih maksimal. Guna mendapatkan likuiditas keuangan yang terjamin selain menopangnya dari domestik. (Prasad et al; 2003)

Dalam hal ini Bank Indonesia telah menerapkan adanya Ratio Intermediasi Makroprudential (RIM) dengan perluasan cakupan pendanaan dan pembiayaan di kantor cabang luar negeri (Kebijakan BI 19 Maret 2020). 

Namun apabila kebijakan ini masih belum mampu mengobati pelemahan rupiah, maka tetap saja, jangan panik. Cukup semakin memerkuat sinergi dan harmonisasi antara lembaga-lembaga terkait. Khususnya BI, OJK, dan Kementrian Keuangan.

Penguatan sinergi ini perlu sebagai amunisi menghadapi COVID-19 yang rentan pada gejolak ekonomi. Serta guna menunggu konsep akhir yang akan dibawakan oleh IMF. IMF akan memberikan direct swap line policy pada negara-negara berkembang yang mengalami fluktuasi pelemahan nilai tukar atau depresiasi akibat COVID-19.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun