Kekhawatiran ekonomi yang menyebabkan capital flight membuat hilangnya welfare of economic. Hal tersebut ditunjukkan dengan pengurangan income, resource income, dll. (Deppler, et. Al; 1987).
Maka dampak buruk yang terjadi saat ini khususnya pelemahan rupiah yang terjadi sustain walaupun upaya telah digencarkan, bukan menjadi alasan menghentikan harmonisasi bauran kebijakan. Selain untuk mengatasi hal ini secara domestik.
Perlu juga diberlakukan kebijakan yang menggencarkan hubungan negara dengan negara lainnya. Interkoneksi antar negara dalam hal pendanaan. Dalam mengatasi krisis disuatu negara perlu diberlakukan financial liberalization yang lebih maksimal. Guna mendapatkan likuiditas keuangan yang terjamin selain menopangnya dari domestik. (Prasad et al; 2003)
Dalam hal ini Bank Indonesia telah menerapkan adanya Ratio Intermediasi Makroprudential (RIM) dengan perluasan cakupan pendanaan dan pembiayaan di kantor cabang luar negeri (Kebijakan BI 19 Maret 2020).Â
Namun apabila kebijakan ini masih belum mampu mengobati pelemahan rupiah, maka tetap saja, jangan panik. Cukup semakin memerkuat sinergi dan harmonisasi antara lembaga-lembaga terkait. Khususnya BI, OJK, dan Kementrian Keuangan.
Penguatan sinergi ini perlu sebagai amunisi menghadapi COVID-19 yang rentan pada gejolak ekonomi. Serta guna menunggu konsep akhir yang akan dibawakan oleh IMF. IMF akan memberikan direct swap line policy pada negara-negara berkembang yang mengalami fluktuasi pelemahan nilai tukar atau depresiasi akibat COVID-19.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI