Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cerita dari Doka

10 November 2018   21:28 Diperbarui: 15 November 2018   08:51 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tarian ritual penyambutan masyarakat doka/ sofyan efendi

Perjalanan tahun lalu ke Flores, tepatnya di Desa Doka, Kabupaten Sikka, NTT, mampu memberikan pengalaman yang berharga untuk seumur hidup. Kami tak sengaja diperkenalkan dengan Mahakarya Tersebunyi yang ditawarkan oleh sisi Timur Indonesia. Salah satunya yaitu menyaksikan langsung proses pembuatan kain tenun khas Sikka.

Sebagai awalan, perjalanan tersebut turut pula membawa serta cerita kurang menyenangkan, dilihat dari jaraknya yang cukup jauh hingga memakan waktu 2 jam perjalanan, jalanan rusak, tanjakan yang curam hingga jalanan yang berliku.

Maka kami rasa sudah tepat mengungkap jika pengalaman dapat terwakili oleh pribahasa,"berakit-rakit dahulu, Berenang-renang kemudian," dalam artian bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, mungkin hal tersebut yang mendominasi dipikiran, seraya menemukan alasan yang diungkap melalui lagu rekaan Switchfoot -- Love Alone Is Worth to Fight. "Why you're living and breathing / Why you're fighting it and getting it even/ Let's go headed down the open road unknown.."

Benar saja, sesampainya di tanah Doka, Mata dibuat takjub. Ramainya masyarakat telah terlihat dari kejauhan, seraya menanti kedatangan kami dengan mengadakan upacara penyambutan. Uniknya, kostum yang digunakan bukanlah t-shirt ataupun kemeja kotak-kotak (Just Kidding), tetapi mereka menggunakan baju adat dengan balutan tenun ikat khas Sikka.

Apalagi saat itu rasa-rasanya seluruh warga desa dilibatkan secara penuh untuk upacara ini. Efeknya kepada Kami, rasa bangga langsung muncul kala itu juga, seraya berucap kekaguman "tenyata Nilai-nilai luhur gotong royong tampak terpelihara."

anak-anak doka/ sofyan efendi
anak-anak doka/ sofyan efendi
Melangkah maju dari teras rumah warga yang luas untuk memarkirkan kendaraan, sekiranya ada 12 perempuan, dan hanya ada 2 orang laki-laki mendatangi kami. Langkah mereka disambut dengan tabuhan alat musik.

Meski malu-malu, kami berjalan langsung menuju tepat ditengah-tengah masyarakat desa Doka. Terlihat seorang pria didiapit oleh dua orang wanita yang membawa selempar daun beserta wadah untuk air. Tampak pula 2 buah tenun ikat Sikka turut dibawanya."kira-kira untuk apa ya?" ungkap kami sembari berbisik.

mama-mama doka/ sofyanefendi
mama-mama doka/ sofyanefendi
Bunyi gendang membentuk alunan nada tradisional menandakan tradisi penyambutan dimulai. Laki-laki yang dianggap sebagai tetua adat desa, mulai mengambil daun dan mencelupkan ke air. Lalu percikan air tersebut diarahkan kepada kami. Hanya dua lokasi yang menjadi fokus percikan air dari daun. Secara sengaja dikenakan ke arah kepala dan hati. Kemudian, tenun ikat di kalungkan dimasing-masing leher kami.

Tak sampai situ saja, penari yang didominasi perempuan dari berlakang langsung memulai tarian penyambutan yang dikenal dengan nama Moloraru. Oleh masyakarat setempat, tarian ini hanya diperuntukkan untuk menyambut raja-raja, tamu agung dan hanya orang-orang penting.

Namun kini, bukan raja atau tamu penting yang didapat, tapi kami, sekumpulan pemuda yang sehari-harinya hidup di Jakarta dan larut dalam ritme serba cepat. Dapat dikatakan inilah salah satu moment terbaik dalam hidup. betapa tidak, kapan lagi coba bisa jadi raja dalam sehari?

Kami pun sangat menikmati sambutan tersebut, bahkan rasanya ingin langsung ber-terima kasih kepada semua masyarakat Doka atas kerendahan hati mereka yang telah memberi sambutan, selayaknya kami bagian yang tak terpisahkan seperti layaknya keluarga sendiri.

Otak pun bertanya-tanya, berbekal rasa skeptis yang meninggi, tetua adat menjadi sasaran lontaran pertanyaan-pertanyaan. Terutama terkait percikan Air dua fokus tadi. "air adalah elemen yang melambangkan sebuah kehidupan, dan terkait percikan yang diarahkan langsung ke kepala dan hati itu dimaksudkan untuk membersihkan semua pikiran jahat yang ada di otak ketika masuk ke dalam desa kami serta percikkan ke hati memiliki filosofi untuk membersihkan hati dan jiwa agar dikehidupan yang akan datang bisa menjadi manusia yang berguna kelak."

persiapan tarian menari diatas bambu (Flying Magic Bamboo)/ sofyan efendi
persiapan tarian menari diatas bambu (Flying Magic Bamboo)/ sofyan efendi
Setelah dijelaskan, kami tampaknya tak bisa berhenti untuk selalu kagum akan segala hal yang ditawarkan oleh desa Doka. Nah, kekaguman apa lagi yang mungkin mereka tawarkan?

Pertanyaan tersebut belum terjawab, Kami langsung dibawah ke halaman rumah milik salah satu warga disana. Terlihat warga Doka telah duduk bersilah beralaskan daun pandan yang dianyam. Secara khusus kursi dan meja disiapkan untuk Kami, yang diatasnya terdapat ubi nuabosi serta pisang kapok sebagai menu utama.

Sebagai menu pembuka, Kami diminta untuk mencoba mengunyah siri pinang. Bagi diri pribadi yang lahir di seberang pulau Flores, yaitu Pulau Sumbawa. Sirih pinang jelaslah bukan hal yang spesial.

Namun, ketika Kami ditawari minuman tradisional yang disebut sofi, barulah terasa special. Kadar alkohol yang begitu kuat, karena diracik dengan alami serta dicampur dengan ramuan ala lelulur mereka jelas menjadikan Sofi buatan warga Doka begitu menarik untuk dicicipi. Beralasan ingin mendalami budaya dan ingin mendokumentasikan kekayaan yang ada di Desa Doka, satu gelas kecil sofi sudah cukup. Sisanya Kami minta dibungkus saja.

Walau telah dilanda kepuasan, tenyata, masih saja ada yang harus dicoba yaitu Rokok yang terbuat dari tembakau tradisional, dengan dibalut kelebot jagung. Sontak tangan langsung mengubek-ubek kantung celana guna mencari korek api, tetapi pak Claytus menahan dan berujar. "Tunggu dulu, apinya harus api yang dibuat alami." Lalu seorang bapak-bapak muncul membawa dua bambu dan menggosoknya.

Dalam pikiran kami, tak pernah ada orang yang bisa membuat api dari potongan bambu. tak butuh waktu lama asap mulai mengepul, segera bapak-bapak tersebut mengambil serabut kelapa agar api menyala dan dapat membakar tembakau yang terselip dijemari. Setelah Kami dipersilahkan menyantap menu utama, sebelum nantinya menikmati kejutan demi kejutan yang disiapkan oleh masyarakat Doka.

Menggali Makna Kehidupan

proses pemintalan benang tenun ikat sikka/ sofyan efendi
proses pemintalan benang tenun ikat sikka/ sofyan efendi
Masyarakat yang ramah, serta tradisi yang terjaga sedari dulu membuat kami betah berlama-lama untuk sekedar minikmati satu demi tontonan yang mereka sajikan. Jadwal yang tadinya padat serta tersusun rapi, sesegera mungkin untuk diubah. Momen berada di Desa Doka, tak akan bisa didapat ditempat lain. Bagai ungkapan 'Everything In Vegas, Always In Vegas,' begitu pula Doka, 'Everything in Doka, Always In Doka.'

Disini rasanya tak ada garis pembatas antara tua dan muda, karena tiap orang berhak memulai obrolan kecil hingga obrolan besar dengan tema apa saja. Moment itulah yang semakin memperhangat suasana berbagi dan menginspirasi dikalangan mereka.

Tanpa sadar, Kami pun jadi ikut-ikutan dalam hangatnya obrolan. Kala itu obrolan kami mengarah untuk menggali lebih jauh akan makna kehidupan mulai dari aktivitas sehari-hari, ragam budaya, hingga upacara keagamaan.

Tak lupa, bersahabat dengan alam menjadi salah trending topic obrolan, dan tetua adat langsung berucap "Itulah inti dari semua adat yang nenek moyang kami wariskan. Mulai dari makanan yang tersaji, contohnya ubi dan pisang, semuanya memanfaatkan alam sebagai medium utama yang menghasil kebutuhan sehari-hari. Anda bisa bayangkan bagaimana manusia saat bermusuhan dengan alam, hal yang terjadi kitanya yang musnah."

semangat mama-mama doka membuat tenun ikat/ sofyan efendi
semangat mama-mama doka membuat tenun ikat/ sofyan efendi
Atas dasar itu, alam memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka. Merusak alam sama saja merusak budaya yang sejak lama mereka anut. Itulah titah para leluhur mereka. Terkait kekuatan titah leluhur, jangan ditanya. Karena memang sangat kuat, sampai-sampai titah para leluhur lebih berbicara dibanding agama yang mereka anut saat ini (katolik).

Bagi mereka, agama masih menjadi nomor dua dikalangan masyarakat Doka, kepercayaan masyarakat akan animisme dan dinamisme masih terus beranak pinak dan mengakar ditanah flores hingga kini. Bahkan, terus sambung menyambung hingga  membentuk lingkaran kuat yang tak dapat dipisahkan.

Tak henti-hentinya diri pribadi berucap "ini keberuntungan." Ingin rasanya kembali kesini, ketempat ini dan segera bercengkrama kembali dengan para penghuni Desa Doka. Entah libur akhir tahun ataupun tepat pada liburan tahun baru keinginan tersebut dapat direalisasikan.

Namun, hal yang pertama dan paling penting ialah mengecek terlebih dahulu kesediaan tiket pesawat dari Jakarta menuju Maumere, apakah masih tersedia? 

Yang jelas jawabannya dapat ditemukan di situs web Pegipegi. Dan moga-moga meraih gemerlap promo akhir tahun dari Pegipegi, maka semakin lengkaplah perjalanan mengunjungi salah satu tempat wisata Indonesia yang berada di timur Indonesia. Hey ho, let's go! hey ho, let's go! Hey ho, let's go! hey ho, let's go!

signature
signature

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun