Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maaf, Aku Selingkuh

23 November 2020   19:08 Diperbarui: 24 November 2020   02:24 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
via health.detik.com

Namaku Mentari, tetapi panggil saja aku Tari.  Tidak tahu persisnya kenapa kegilaan ini menjadi keputusanku. Tetapi yang jelas aku yakin pernah jatuh cinta kepada dia.  Ehhhmmm... namanya Doni.

Sore itu memang tidak terlalu panas, dan tidak terlalu dingin.   Pas banget untuk mencuri pandang dan itulah yang aku lakukan.  Pura-pura tertarik bola, aku memandangi sosok bernama Doni di pinggir lapangan bola sekolah kami.  Jujur dan nggak bohong, badannya yang atletis itu sungguh menggiurkan.  Pantas cewek-cewek mengidolakannya.

Darrr!!! Bola itu kena kepalaku.  Mendadak aku melihat bintang bertaburan hingga akhirnya.....gelap.

"Hei..., kamu baik-baik saja?  Maaf, tadi tendanganku mengenai kamu," suara cowok bernama Doni yang tahu-tahu sudah berada di ruang UKS sekolah kami.

"Gilaa...gokilll...gua mah bakal pingsan lagi kalau begini," kataku ngobrol dengan diriku sendiri.  Apalagi tangan Doni kemudian memegang dahiku.  Maksudnya mau memastikan aku okay, tetapi aku jelas nggak okay karena kini jadi jantungan.

Itulah awalnya kedekatan aku dan Doni.  Ibarat kata, aku seperti kerbau dicocok hidungnya yang tidak pernah mengatakan tidak di depan Doni. Lengket, dan jadianlah kami jadi sepasang kekasih.

Rasanya selangit jadi cewek Doni. Hari-hari kami lalui bersama, mulai dari pergi hingga pulang sekolah Doni forever!

Demi Doni juga aku bela-belain memahami permainan bola, termasuk belajar kilat siapa saja jagoan bola yang top.  Gileee...jujur ini bukan aku banget.  Aku bahkan rela menarik diri dari pergaulan, hanya demi bisa bergabung dengan komunitas bola si Doni!  Aneh, aku jadi alien begitu kata teman-temanku.  Segalanya, dan semua serba Doni.

Padahal Doni itu posesif kebangetan, dan disiplinnya mirip tentara.  Beda banget dengan aku yang suka bergaul dan menurutku sih supel. Sedangkan Doni pergaulannya hanya mentok di teman-teman bolanya. Cius, bukan aku banget.

Bunga cinta itu pun mulai layu, ketika aku menemukan keteduhan yang lain dari Raka.  Bukan orang lain sih, dia itu sahabatku sendiri.

"Kamu belum pulang Tar? Mau ikutan denganku?" tawar Raka ketika dilihatnya aku bengong karena bosan. Jujur aku mulai nggak peduli di depan mataku Doni terlihat dielu-elukan adek kelas karena berhasil mencetak gol.

"Yuks", sahutku mantap dan bergegas mengikuti langkah Raka.

Nggak nyangka kalau ini akan menjadi badai berkepanjangan saat sore Doni datang ke rumahku.  Segala ocehan kotor keluar dari mulutnya. Anggap dia cemburu, tapi aku bukan perempuan murahan seperti tuduhannya.

"Kamu nggak diajarin sopan santun yah Tar?  Gatel banget sampai harus pulang dengan cowok lain?" tuduhan yang membuatku panas seketika.  Nggak ngaca, dirinya sendiri berada ditengah-tengah cewek.  Memangnya dipikirnya aku patung?

"Dia Raka, sahabatku. Lagi pula nggak pantas kamu bilang aku gatel. Apa tidak bisa kamu menghargai aku?"

Prakk!!! Ditinjunya dinding rumahku, lalu dia pergi. Sumpah, aku kaget karena karakternya begitu mengerikan. Nggak nyangka kalau reaksinya sampai separah itu.

Sejak itu hubungan kami merenggang. Tetapi lucunya aku menikmati, dan tidak merasa ada yang hilang. Meski kami berdua memang masih bersama entah kenapa.

"Tar, kamu merasa basi nggak dengan hubungan kita?  Jujur, aku sayang sama kamu" pertanyaan maut yang mungkin gombal ditanyakannyai saat mengantarku pulang sekolah.

Pertanyaan itu membuat aku berpikir dalam.  Apa sih yang aku jalani bersama Doni?  Apa iya dia mencintai aku, dan paling pentingnya lagi apakah aku mencintai dia?  Apa sih cinta itu sebenarnya?  Jangan-jangan aku hanya menikmati rasa jadi ceweknya idola sekolah? Prerrtt...ngapain?  Dodol banget aku selama ini.

"Maaf kalau aku kasar.  Aku nggak suka kamu dekat dengan Raka atau temanmu siapapun itu.  Kamu sudah ada aku, dan temanku juga temanmu," katanya datar yang justru membuatku tak nyaman.

Jangan tanya hariku selanjutnya berubah jadi neraka.  Doni memperlakukan aku seperti boneka yang tidak boleh disentuh siapapun.  Dia bayang-bayangku yang selalu ngikut.  Duuhhhh...sumpah gerah banget.

Berada di dekat Doni membuatku ketakutan.  Aku tersadar, aku ini siapa?  Gile...kemana saja aku selama ini?  Sejak jadi cewek Doni, aku membiarkan hidupku diambil olehnya.  Nggak ada lagi itu gank rempong teman-teman cewekku.  Mereka ngabur karena tidak mau Doni memakiku.

Bukan sekali, tetapi kata-kata hina sudah jadi langganan kalau Doni murka kepadaku.  Sementara aku hanya diam karena tidak mau ribut.

Raka, cowok yang sahabatku itu adalah sosok yang belakangan aku rindu.  Tidak jelas apa yang kami jalani berdua.  Tetapi Raka selalu hadir menghiburku.  Sembunyi-sembunyi kami selalu sempatkan diri menikmati es cincau dekat rumahku.  Biar adem katanya menghiburku setiap kali didapatinya mataku sembab habis menangis.

Katakan aku selingkuh dan tidak setia kepada Doni, apakah aku salah?  Apakah aku salah jika kenyataannya kebersamaanku dengan Doni menyakiti diriku dan mungkin dia.  Aku bahkan jadi bertanya, cinta ataukah kebanggaan yang aku miliki.  Buktinya aku tidak pernah cemburu sekalipun banyak cewek tergila-gila pada Doni.

Iya, mungkin dulu aku jatuh cinta.  Tetapi apakah iya itu cinta?  Kenapa cinta diantara aku dan Doni seperti pengorbanan nyawa?  Aku kehilangan kehidupanku sejak bersamanya.  Meski mungkin Doni hanya ingin menjagaku, tetapi itu menyakitkan untukku.  Fix, aku harus jujur sebelum semuanya bertambah parah.

Sore itu seperti biasa aku ke lapangan sekolah kami.  Maksudnya sih aku ingin menyelesaikan urusan hati ini.  Kejutan mungkin karena sebelumnya aku mengatakan tidak bisa ke lapangan.  Tetapi, rupanya aku duluan terkejut.

"Haaa...siapa cewek itu?  Kok Doni memberikan botol minum miliknya untuk diminum cewek itu?" kataku bertanya-tanya sendiri.  Tetapi aneh, aku justru merasa lega.  Lalu tanpa ragu, aku tetap masuk ke lapangan dan duduk ditempatku biasanya.

"Don..Doni...!" teriakku sambil melambaikan tanganku.  Wajahnya terlihat kaget, tetapi samar aku melihat dicobanya untuk tersenyum.

Berbeda dari sore yang lain maka kali ini aku memilih pulang lebih awal.  Kakiku terasa ringan melangkah, dan senyumku pun terhias manis sekali entah untuk siapa.

"Tenang Don, kamu nggak selingkuh kok, karena aku sudah duluan," kataku berlalu meninggalkan lapangan bola sore itu.

"Woi...Tariii...mau ke mana? Mau aku anterin nggak?" suara teriakan Raka terdengar memanggil dari parkir sekolah kami.

"Traktir aku cincau yah," kataku balas teriak sembari tersenyum bahagia mengakhiri sore itu bersama Raka.

Jakarta, 23 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun