Mohon tunggu...
Desiwy Widyawaluyanda
Desiwy Widyawaluyanda Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas FEBI kampus IAIN TULUNGAGUNG

Aku akan terus mencarinya walaupun itu tak terbayang dengan jelas :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kardus Shankara (3)

22 Desember 2020   17:00 Diperbarui: 22 Desember 2020   17:13 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dimana adikku? Pak kau tau ada anak penumpang anak kecil dari pulau daerah timur? Bersama dengan orang tua seperti bibi-bibi pak." Tanya Agus panik kepada salah satu petugas pelabuhan. "Sabar pak sabar. Kami masih meneliti lebih lanjut dengan petugas keamanan." Ia langsung berlari mencari korban-korban yang selamat. Tiba-tiba ada seseorang dari kejauhan memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangannya. Bajunya putih seperti petugas nahkoda kapal. Terlihat lusuh dan basah. Dia duduk di tepi dermaga yang sedikit sepi dari kerumunan massa. Agus langsung berlari menghampirinya dengan tergesa-gesa.

"Anda siapa?"

"Anda mungkin tidak mengenal saya. Tapi anda pasti mengenal barang yang saya bawa. Semoga membantu anda pak. Maafkan saya."

Nahkoda itu memberikan sebuah tas kulit kecil berwarna coklat tua yang sangat familiar dengannya. Terasa berat dan basah. Ia langsung membuka tas itu dan didalamnya terdapat secarik kertas dan foto yang dibungkus plastik. Seperti sengaja melakukannya agar tidak basah dan sampai ketangannya dengan selamat. Ia membukanya dan ternyata itu surat dari bibinya.

"Maafkan aku selama ini jahat padamu, Agus. Aku sudah terhasut oleh hawa nafsu ku. Adikmu sudah berhasil membuatku luluh. Mungkin ia bilang padamu jika aku luluh karena uangmu. Dia anak bandel memang haha. Aku selama ini sudah merawatnya dengan baik. Aku memberinya makan dan aku sudah bekerja. Maka dari itu aku berniat mengunjungimu dan meminta maaf padamu. Kita berdua pergi dengan tabunganku. Aku hanya ingin berpesan jadilah wirausaha yang baik. Kau harus tetap semangat jika nanti kita sudah tidak bersamamu lagi. Kau harus tetap bahagia dan panjang umur. Banyak yang masih membutuhkan ilmu kerajinanmu. Kau harus membuat kami tersenyum di surga. Ini foto kami berdua saat hendak kemari. Mahasiswa itu memang sangat baik. Kami sangat menyayangimu Agus."

Air matanya mengalir deras di pipinya. Ia tak kuat menahan tangis. Ia menunduk merangkul surat dan foto bibi dan adiknya. Rasa menyesal menamparnya karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak bisa meluangkan waktu untuk berkunjung ke kampung halamannya. Ia hanya bisa pasrah dan berserah diri pada Tuhan.


Setelah kejadian itu semua kembali normal hingga telah berjalan 1 tahun.

Arunika mengintip di atas horizon bagian timur. Ia memulai harinya dengan ibadah dan lantunan ngaji. Senyuman tak lupa ia pasang saat hendak memasuki mobil kesayangannya. Ia telah berhasil melewati masa-masa sulit saat kehilangan adik dan bibinya. Dibalik itu semua, Tuhan memiliki rencana lain.

Pabrik kerajinannya dari tahun ketahun semakin berkembang pesat. Tidak ada yang menandingi pabriknya. Investor yang datang pun meningkat tiap tahunnya. Pegawainya dari tahun ketahun semakin bertambah banyak. Ia juga mendirikan cabang pabriknya di berbagai daerah. Ia kini sepenuhnya sudah menjadi warga kota. Tetapi ia tetap sering berkunjung ke kampung halamannya untuk bersilaturahmi dengan kerabatnya. Ia juga masih sering mengunjungi Abojinya yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri. Membantu mempromosikan angkot dan asramanya yang sekarang sudah menjadi pondok pesantren terbesar di kotanya.

Ia juga telah resmi menjadi entrepreneur termuda di pulaunya. Ia telah menjadi motivator banyak orang mengingat latar belakangnya yang berasal dari orang tak mampu dan telah berhasil menjadi wirausahawan sukses di usianya yang masih berumur 25 tahun.

Ia percaya semua ini berkat doa dan kesabaran yang ia lakukan dalam menghadapi segala ujian dari Tuhan. Ia tekun menggali kemampuannya walaupun telah menerima banyak kegagalan sekalipun. Ia juga telah banyak kehilangan seseorang yang ia sayangi. Mulai dari Ibu, Ayah lalu Adik dan Bibinya. Itu membuat ia percaya seterang apapun mentari menyinari langit akan ada masanya twilight datang. Dan saat itulah kita mengerti siapa yang sebenarnya selalu bersama dengan kita. "Terima kasih Tuhan, telah melatih perasaan dan mentalku dengan sangat baik. Aku bersyukur Ya Allah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun