"Bu, minta uang rokok dan bensin, dong!" Agung menahan langkah Tina yang mau berangkat ke toko kue kecil miliknya.
"Bukannya kemarin sudah ngisi bensin, Yah?" Tina tampak keberatan. Sebab memang kemarin wanita itu sudah memberi uang rokok dan bensin untuk tiga hari ke depan pada Agung.
"Kemarin, Ica minta jalan-jalan ke taman kota. Ibu tau kan, jajannya banyak," kilahnya dengan wajah serius.
Semenjak Agung berhenti kerja, segala kebutuhan rumah tangga bahkan uang rokok suaminya itu ditanggung Tina. Tapi setidaknya Agung bisa diandalkan untuk mengurus Ica anak mereka satu-satunya seperti mengantar ke sekolah dan menjaga di rumah. Jadi Tina bisa lebih fokus di toko mereka.
"Yah, kalau begini terus, bisa hancur usaha kita. Ayah pun ga mau bantu ibu. Masak nganter pesanan pembeli aja ayah males. Lagian setelah mengantar Ica sekolah ayah nggak ada kegiatan di rumah," balas Tina sewot.
"Masak aku yang ngantar kuenya, Bu. Malu lah! Masak bekas divisi marketing ngantar kue? Besok juga aku juga bakal kerja lagi. Lagian usaha kue itu kan hasil jerih payah aku juga dulu!" Nada suara Agung mulai sedikit tinggi.
Tina menarik napas panjang. Jika diladeni bisa terjadi perang mulut. Sedangkan wanita itu tahu, kalau suami istri bertengkar, rezeki bisa menjauh.
"Ya, Sudah. Ini untuk hari ini saja." Tina mengeluarkan lembaran lima puluh ribu rupiah dari kantong bajunya.
"Kok cuma segini?" Agung melebarkan mata.
"Kemarin ibu habis bayar listrik, air dan sewa toko. Ini juga mau beli bahan-bahan kue, Yah."
Agung tampak kesal, namun ia tetap mengambil uang yang disodorkan Tina.