Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

BKT Eps 15: Secantik Ibunya

18 Mei 2021   08:25 Diperbarui: 18 Mei 2021   08:32 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

" Menurutku dia romantis. "

" Kalau Belani ?"

" Entah kenapa aku merasa dia tidak mencintai suaminya."

Kepala DC angguk-angguk. " Aku juga merasa begitu. Aku bahkan merasa, dia lebih mencintai seseorang. "

" Siapa orang itu? Apa ada pihak ketiga?" tanya Dewi Not.

" Aku belum tahu. Mungkin sore nanti aku tahu. "

" Gimana kalau aku ikut ?" Dewi memperlihatkan wajah berharap.

" Dia takkan bicara. " jawab DC.

" Aku penasaran seperti apa wajahnya,"

" Adnan atau Belani?"

" Dua-duanya. Tapi karena Adnan belum muncul, aku penasaran seperti apa wajah Belani."

" Nanti sore kuusahakan memotretnya. Jangan lupa besok pagi bawa bubur kacang 2 mangkok." DC mulai memberesi meja kerjanya. Sebetulnya tak ada yang harus dibereskan, hanya menyimpan beberapa buku catatan dan menutup layar monitor.

" Oke. Salam buat Janno, katakan aku kangen padanya." Dewi Not menggeser kursinya menjauh. DC mengangguk, menyambar kunci, dan berangkat.

Sore ini DC tiba tepat waktu. Ia tiba jam 4.32. Belani muncul di mulut gang jam 4.34. DC tersenyum menyambutnya. Sore ini ia membawa 2 botol teh  kemasan ukuran 320 ml di saku celana.

Begitu tiba, Belani menyandar di pembatas jembatan, tangannya memegang pembatas jembatan, matanya menatap ke buih kanal. Terlalu banyak loundri yang membuang air cucian membuat air kanal berbuih di beberapa tempat.

" Kurasa, kalau kuajak kamu ngobrol di Meli Melo, kamu pasti tak bersedia." Kata DC datar.

" Aku ingin di sini sampai malam." Jawab Belani sama datarnya.

" Menunggu sesuatu?"

" Elia."

" Siapa Elia ?"

" Dia anakku satu-satunya."

" Pasti secantik ibunya dan sepintar ayahnya." Puji DC seimbang, tidak memihak sesiapa.

Belani tersenyum pahit. Diam-diam hape DC beraksi, menghidupkan fungsi merekam sekaligus memotret 3 kali.

" Mulutmu manis. Pantas mendapat banyak penggemar." Walau memuji, tatapan Belani tetap ke arus kanal, seakan sedang menunggu sesuatu.

" Kapan Elia lahir?" tanya DC.

" Persis setahun setelah kami menikah."

" Hasil buah cinta kalian. Pasti kalian sangat menyayanginya."

" Benar. Segalanya indah di saat itu.  Adnan membelikan segala yang kubutuhkan, terutama saat aku hamil. Kami tinggal di HI 2, cluster Astro, cluster termahal di Harapan Indah 2." Mata Belani menerawang seakan kembali ke masa itu.

DC tahu Astro merupakan cluster exclusif di HI2, harga rumahnya dimulai dari 3 M.

" Bukan milik kami. Disewa oleh Adnan dari temannya. " Belani menambahkan.

" Sewanya tentu mahal."

" Berhubung teman, kami mendapat harga diskon."

" Kalian tinggal di sana berdua saja atau bersama,----" DC sengaja menggantung kalimatnya. Kata selanjutnya seharusnya mertua atau orangtuamu.

" Orangtuaku. Mertuaku tinggal di Jakarta."

Keluarga Belani betul-betul naik  kelas, dari tinggal di gang sempit menjadi tinggal di cluster termahal di HI. Orang tua Belani pasti bahagia tak terkira dengan perubahan itu, pikir DC.

" Kutebak saat itu kamu tidak diperbolehkan bekerja, tidak boleh berjualan, hanya boleh di rumah mengurus suami dan orangtua. " ucap DC.

" Termasuk tidak boleh keluyuran tanpa ditemani Adnan." Nadanya datar, tidak kelu atau riang.

" Dia bersikap protektif pasti karena menguatirkan kandunganmu."

" Mungkin,"

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun