" Kakimu apa tidak susah saat menginjak pedal beca ?" tanya Awai.
" Tidak. Naik beca aku malah aman dari gangguan Bing Ti. Papaku sedang menabung. Kalau sudah cukup, papa akan membeli beca untukku."
" Oke, kutunggu kamu punya beca barulah aku Sekkhue denganmu." Kata Awai gembira.
" Janji ya, kamu bersedia Sekkhue denganku ?"
" Tentu. "
Si Timpang kesenangan. Ia memompa ban sepeda Awai hingga terengah-engah.
So Ting Ling merupakan pelajar yang paling cantik di SMPN 1 Bengkalis. Selain cantik, Ting Ling juga anak orang kaya. Papanya membuka toko yang menjual kain dan peralatan menjahit, ibunya membuka dress-making. Hampir setiap bulan Ting Ling memamerkan baju baru ke teman-temannya, agar orang tertarik membeli kain atau menjahit di toko orang tuanya. Ke sekolah harus memakai seragam. Ting Ling membawa baju barunya ke sekolah, membawa tanpa memakainya.
" Kain ini namanya sutra, harganya mahal, semeter 15 ribu. Selesai dibuat harga satu baju jadi 20 ribu. Ayo, siapa berminat silahkan datang ke toko Vitalis membeli kainnya, dan menjahit di Penjahit Mimosa. " oceh Ting Ling layaknya penjual obat di pinggir jalan. Penjual obat keliling di era ini laris manis.Â
Namanya Pakun Bue Koyo, artinya bersilat menjual koyo, padahal yang dijualnya obat kuat, bukan koyo. Sesekali di hari Minggu Awai ke pasar jika diajak Atin. Atin suka membeli sotong kering untuk dimasak bubur. Sotong kering dagingnya alot, kenyal kenyal mirip karet. Dimasak bersama bubur harum baunya.