“ Nanti kamu akan mengerti sendiri. Sekarang tidurlah, anakku. Tidurlah, kamu pasti mengantuk.” Kata Bunda.
Bunga melati seakan hujan yang turun dari langit memenuhi kamar, memenuhi lantai, ranjang, dan seluruh kamar. Aisa merasa matanya berat. Ia berjalan ke pembaringan. Bunda mengikutinya, menyelimutinya dengan selimut yang terbuat Satin. Mata Aisa menutup perlahan-lahan.
“ Selamat jalan, anakku. “ Suara Bunda terdengar sendu.
“ Selamat malam, Bunda…” Aisa terlelap dengan nyenyaknya. Ia sama sekali tak menyadari apa itu mimpi atau hanya sekedar lamunannya.
Kebiasaannya bangun jam 5 pagi tetap terbawa meski ia berada di rumah sakit. Pagi ini ia akan pulang, kembali bersekolah. Aisa menunggu kedatangan Prana. Tanpa sengaja ia tidur telentang entah sejak kapan. Beberapa perawat masuk, begitu juga dokter jaga, mereka memeriksa punggung Aisa. Mereka heran melihat Aisa sudah bisa berbaring telentang.
“ Tidak merasa sakit tidur telentang ?” tanya dokter.
“ Tidak, dok. Tidak sakit lagi. ” Aisa ikut heran. Pagi ini saat ia terbangun tidak ada rasa pedih, kerih, atau perih, bahkan ketika ia berjalan ke sana ini. Kenapa ia sembuh begitu cepat ? Dokter dan perawaat saling pandang. Dokter mengulurkan tanngannya, memegang punggung Aisa.
“ Yang kusentuh ini tidak sakit ?” tanya dokter.
Aisa menggeleng. “ Tidak, dok.”
“ Disini ?” Dokter menyentuh tempat lain, di tempat yang lukanya paling dalam.
Aisa tetap menggeleng.