Mohon tunggu...
Denny S. Batubara
Denny S. Batubara Mohon Tunggu... Penulis - Orang Biasa

Menulislah dengan laptop, jangan dengan hati karena hati gak bisa dipakai menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mendadak Sunat

15 Mei 2014   23:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:29 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba saja saya teringat akan sunat gara-gara ada sebuah undangan pesta sunat di atas meja. Di sini, Jakarta dan sekitarnya, sunatan memang dipestakan. Layaknya pesta pernikahan, pesta sunatan juga tak kalah meriah. Gak ada yang salah memang dengan pesta sunatan ini. Hanya saja, saya jadi ingat dengan sunatan saya sendiri di era 80-an.

Saya tinggal di Pasaman Barat, Sumatera Barat. Waktu itu masih bernama Kabupaten Pasaman, belum dimekarkan. Orangtuaku guru dan pegawai kantor pendidikan kecamatan. Sudah biasa bagi kami berpindah tempat seiring penugasan ibuku yang guru.

Liburan menjadi hari yang paling saya tunggu. Maklum, tiap liburan kami sekeluarga pasti pulang kampung, ke kampungnya ibu. Tahun itu, sekitar tahun 1983, saya kelas 2 SD. Kami waktu itu tinggal di Air Bangis, ibu kota kecamatan Sungai Beremas. Saat libur panjang tiba, saya pun langsung ke kampung nenek di Silaping. Waktu itu masih berada di kecamatan yang sama, namun sekarang sudah menjadi ibu kota kecamatan Ranah Batahan. Jarak Air Bangis dan Silaping hanya sekitar 40 KM. Namun karena waktu itu transportasi masih sulit, jarak itu sudah jauh sekali rasanya.

Waktu itu, kebetulan waktu libur SD lebih dulu dibanding libur PNS. Jadilah saya berangkat sendiri dulu ke kampung, keluarga yang lain akan menyusul. Di kampung saya tinggal di rumah nenek. Namun karena saya punya sepupu yang seumuran, saya lebih sering bersama sepupu itu.

Baru dua hari di kampung, teman-teman di sana ternyata sudah direncanakan untuk sunatan. Sunatan di kampungku waktu itu dilakukan bersama-sama. Tukang sunatnya adalah Mantari (Mantri) Jala atau Pak Jalaluddin. Pak Jala ini lumayan ditakuti oleh anak lelaki, karena kalau ada anak yang nakal, sang ibu biasanya akan mengancam menyuruh Pak Jala menyunatnya. Mungkin itu pula yang membuat banyak anak lelaki di kampungku ngeri disunat.

Nah, waktu itu, sepupuku yang bernama Warta sudah kelas 3 SD. Aku waktu itu baru kelas 2 SD. Giliran yang sunatan waktu itu adalah yang kelas 3 SD. Jadi semua anak lelaki yang waktu itu kelas 3 SD, disunat ramai-ramai bersamaan di rumahnya Pak Mantri Jala. Saya yang waktu itu hanya datang liburan, awalnya hanya datang menemani sepupu saya yang bernama Warta.

Di tempat Pak Jala, semua anak sudah berkumpul bersama ayahnya masing-masing. Tiba-tiba saja aku berpikir, mengapa aku nggak ikut sunatan aja sekalian?

Tanpa ba bi bu, aku langsung lari ke rumah nenek yang jaraknya sekitar 200 meter untuk mengambil kain sarung. Soalnya semua anak yang akan disunat wajib membawa kain sarung. Di rumah nenek, saya sampaikan ke nenek kalau saya akan ikut sunat. Awalnya nenek heran juga. Soalnya ini tidak direncanakan dan orang tua saya masih belum tiba ke kampung. Namun nenek kemudian mengizinkan.

Saya tidak tahu kalau sunat itu ternyata bayar. Sepertinya saat itu, nenek sempat ke tempatnya Pak Jala untuk mengatakan bahwa biaya sunatan saya akan dibayar saat orang tua saya tiba ke kampung. Yang saya tahu saat itu, saya ikut antre bersama teman-teman dengan perasaan was was. Tiap ada anak yang selesai disunat, langsung kami tanya sakit atau tidak? Mereka hanya bilang, "seperti digigit semut..."

Waw, digigit semut. Saya sudah pernah merasakan digigit semut itu bagaimana sakitnya. Bahkan di kampung, kami biasanya juga digigit tungau (semacam serangga kecil berwarna merah) di bagian kemaluan. Biasanya kami akan oleskan minyak tanah atau minyak goreng ke bagian yang bengkak untuk membunuh tungau-nya.

Namaku dipanggil, giliranku tiba. Pak Jala nampaknya heran juga. Kalau anak yang lain ditemani ayahnya, kok aku sendirian saja? Setelah berbaring, saya ditanya nama oleh Pak Jala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun