Mohon tunggu...
Denny Yan Fauzi Nasution
Denny Yan Fauzi Nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Yang selalu berusaha bisa bersyukur atas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Surat Kecil untuk Anakku

27 Juli 2023   00:00 Diperbarui: 27 Juli 2023   00:05 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Islandia memang sekecil desa, tetapi dia adalah sebuah negara," terang Eric. Menurut database Veenhoven tentang kebahagiaan, Islandia secara konsisten mendapat predikat sebagai salah satu negara paling bahagia di bumi. Islandia agaknya penganut 'wilayah tengah' seperti Bhutan dan Swiss. Bangsa Viking ini menurut Eric percaya bahwa semuanya harus sedang-sedang saja, bahkan bersenang-senang pun tak boleh berlebihan. Bagaimana cara orang Islandia menjadi bahagia? "Melalui bahasanya. Segala sesuatu yang bijak dan hebat di Islandia mengalir dari bahasanya dan sumber melimpah bagi kebahagiaan," kata Eric. Ucapan selamat datang di Islandia adalah "datanglah dengan bahagia." Ketika orang Islandia berpisah, mereka mengatakan, "pergilah dengan bahagia."

Ada tiga hal yang ayah suka di Islandia; buku, kopi, dan catur. Mengenai buku, orang Islandia punya pepatah, "Lebih baik berjalan telanjang kaki daripada tanpa buku." Kopi di Islandia menurut Eric sama pentingnya dengan oksigen. Sebagaimana mereka mencintai buku dan kopi, orang Islandia juga memiliki cinta yang begitu dalam pada permainan catur. Ayah rasa ini kombinasi yang pas untuk merayakan hidup ini, Nak. Buku setidaknya mengingatkan kita bahwa perangkat akal yang diberikan Tuhan, yang dengan itu manusia mampu membaca dan menulis, dan melahirkan buku-buku, sungguh bermanfaat dan ada gunanya. Kopi dan catur menyadarkan kita betapa hidup ini meskipun terkadang pahit dan ruwet, tapi seru dan sesungguhnya asyik untuk dijalani. Kalau boleh dan bisa, ayah ingin di Islandia saja. Tapi agaknya, iklim yang dingin dan selalu dalam kegelapan barangkali tidak terlalu cocok dengan tubuh tropis kita.

Nah, kemana lagi Eric membawa kita? Ke Asia, tepatnya ke Bangkok, Thailand. Ada alasan kenapa Thailand menjadi salah satu negara bahagia di Asia. Menurut Eric, di Bangkok, yang sakral dan yang profan hidup berdampingan. Orang Thailand menerima apa yang telah terjadi, bukan berarti mereka menyukai apa yang terjadi atau ingin hal itu terulang lagi. Mereka mempunyai pandangan jangka panjang: keabadian. Jika tidak bisa dibereskan dalam kehidupan ini, masih ada kehidupan berikutnya, yang berikutnya, dan seterusnya.

Apakah kamu mulai bosan? Bagaimana kalau ayah sing a song? 

"Ob-la-di, ob-la-da, life goes on...bra...la la how the life goes on...,"

Yes, di sinilah kita, Nak. Kalau kau sudah melihat Abbey Road yang terkenal itu, artinya kita sudah sampai di 'rumah' The Beatles..., ya, Inggris, Britania Raya. Orang Inggris ternyata tidak sebahagia kelihatannya. "Bagi orang Inggris," kata Eric "kebahagiaan adalah barang impor lintas Atlantik. Orang yang bahagia hanya sedikit dan dicurigai." Kebahagiaan sebagai barang impor lintas Atlantik dicurigai sebagai 'terlalu Amerika', dan menjadi 'terlalu Amerika' atau seperti orang Amerika adalah hal terburuk bagi orang Inggris.

Nah, lho, kenapa juga menjadi terlalu Amerika atau seperti orang Amerika kok buruk ya bagi orang Inggris? Apa mungkin sebagai Eropa, orang Inggris merasa lebih berbudaya dibanding Amerika? Atau jangan-jangan, orang Inggris melihat kehidupan materialistis orang Amerika sesungguhnya rapuh, tidak layak dijalani, dan bukan merupakan kebahagiaan yang sesungguhnya? Entahlah. 

Tapi agaknya, yang dikehendaki sebagian orang Inggris, seperti kata Tim, teman kita yang dikenalkan Eric di sini, adalah "kehidupan yang bermakna, dan itu tidak mesti sama dengan hidup bahagia." Sampai di sini ayah setuju. Menjalani kehidupan yang bermakna ayah rasa menjadi sangat penting setidaknya untuk ayah yang seringkali lupa bahwa dengan menjalani kehidupan yang bermaknalah maka diri ini ada. Dan itu, sekali lagi, tidak mesti sama dengan hidup bahagia. 

Nak, kalau saatnya nanti kau membaca karya-karya Dickens, Orwell, Woolf, sebagian dari sastrawan besar Inggris yang ayah kagumi, ayah berharap ini dapat - setidaknya menuntunmu ke arah pilihan hidup yang lebih bermakna.  

Dari Inggris, kita ke India. Negara yang pernah menjadi negeri jajahan Britania Raya ini adalah satu dari sedikit negara dengan budaya yang kuat, yang setidaknya dengan budaya mereka berusaha menjadikan hidup lebih bermakna. Apakah menurutmu ini terdengar dipaksakan? Tentu ayah sekadar menarasikannya supaya sedikit masuk akal dan nyambung. Hehehe... 

Apa yang ingin ayah katakan adalah bahwa orang India, dengan budayanya yang kuat tidak mudah diayun ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang. Ini menjadikan mereka mampu beradaptasi tanpa 'merusak' tatanan budaya yang telah mengakar dan menjadi bagian keseharian orang India. Eric memberi contoh budaya makan cepat saji, McDonald's. Karena umat Hindu tak makan daging sapi, McDonald's untuk pertama kalinya menghapus Bic Mac dan seluruh menu hamburgernya. "McDonald's tidak mengubah India, Indialah yang mengubah McDonald's," jelas Eric.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun