Dalam studi public policy, ini sudah menjadi standar. Banyak negara modern merancang kebijakan publik, dengan mempertimbangkan hasil survei opini publik.
Pemerintahan itu juga melakukan evaluasi rutin untuk mengetahui bagaimana publik menilai keseluruhan kebijakannya, berbasis survei opini publik.
Bahkan ini sudah menjadi prasyarat demokrasi modern. Kolaborasi antara ilmuwan sosial, pemerintah, dan masyarakat sipil memungkinkan solusi kebijakan lebih responsif, berkelanjutan.
Pola ini lebih mampu mewujudkan perubahan nyata dengan minim risiko kegagalan.
Tapi di era yang kini arus informasi bergerak 24 jam sehari, perlu dikembangkan pula teknologi membaca opini publik yang lebih cepat.
Di tengah gelombang protes, inovasi kebijakan berbasis real-time data analytics dan kolaborasi tripartit (pemerintah-akademisi-masyarakat) menjadi kunci.
Misalnya, sistem early response yang mengintegrasikan survei harian, analisis media sosial, dan forum dialog terbuka dapat mengubah keluhan menjadi solusi sebelum membesar.Â
Sebagaimana kata Amartya Sen: "Demokrasi adalah public reason-bukan sekadar kotak suara, tapi ruang mendengar."
-000-
Maka, ketika kerumunan memenuhi jalan Sudirman, Thamrin, hingga lorong-lorong kecil di Papua, kita sebenarnya sedang menyaksikan ramalan ilmu pengetahuan yang menjadi kenyataan.Â
Survei sudah lebih dulu memotretnya, menyebut keresahan, memberi peringatan.