Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Cinta di Balik Hidayah

28 November 2021   06:46 Diperbarui: 28 November 2021   06:48 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dasar anak nakal!" teriak ibu Rahmat padaku.

Di saat aku kelas dua aku baru mengenal tentang kebaikan. Allah memberikan hidayah padaku ketika aku jatuh sakit. Musim hujan di daerahku mulai datang. Aku hampir setiap hari bermain hujan-hujanan. 

Akhirnya aku sakit demam. Setelah dibawa ke dokter, sakitku tidak sembuh-sembuh. Setiap hari, setiap malam aku mendengarkan orang tuaku berdoa memohon kesembuhanku. Satu minggu berlalu, aku mulai baikkan. Aku masuk sekolah dengan senang, bermain dengan damai, dan hati pun mulai berubah.

Setiap sore, aku melihat anak-anak seusiaku di lingkungan rumahku memakai peci dan berkerudung. Sudah lama aku memerhatikan mereka untuk pergi ke pengajian. Aku hanya bisa mengintip dari balik tirai jendela rumahku. Ibu memerhatikanku dengan senyum yang manis.

"Kenapa, Nak? Kamu mau seperti itu?" tanya ibu sambil ikut membuka tirai jendela rumahku.

Aku tertunduk. Ibu mengambilkan sebuah peci dan baju koko untukku. Sudah lama aku tidak pernah memakainya.

"Ini! Kamu pakai, nanti Ibu yang mengantarmu ke pesantren itu." Ucap ibu sambil menyodorkan peci dan baju koko yang berwarna seragam.

Aku hanya bisa tersenyum. Aku langsung lari ke kamar untuk mengambil handuk. Aku lekas pergi ke kamar mandi agar kelihatan rapi ketika aku masuk pesantren. Ibu tersenyum lebar sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahku. Lalu aku mendengar ibu berucap kata: "Alhamdulillah, terima kasih ya Allah." Sambil meneteskan airmata.

Aku segera memakai baju koko dan pecinya dibantu oleh ibu. Ibu juga mempersiapkan diri dengan mengenakan kerudung. Ibu kelihatan sangat cantik. Pantas saja ayah jatuh cinta sama ibu, ucapku dalam hati. 

Tiada tara gembiranya aku dan ibu berangkat ke pesantren Al-istiqamah. Aku berjalan kaki sambil memegang tangan ibu yang begitu hangat. Dalam perjalanan aku dan ibu hanya senyum-senyum. Melempar senyum kepada setiap orang yang aku temui di jalan. Orang-orang itu alias tetanggaku melihatku dengan rasa heran.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun