Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Bukan Anak Emak Lagi

10 Oktober 2021   10:25 Diperbarui: 10 Oktober 2021   10:28 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tetapi sebenarnya saat itu niatku hanya ingin mencabut derita yang menancap dalam nasibku barang sebentar. Meski akhirnya aku menyadari, aku menjejaki tindakan yang salah telah memaksakan diri pergi dari rumah. Akan kunyanyikan lagu tentang desaku dengan berbagai keindahannya, gadis lugunya, makanan emaknya, atau istiadatnya yang melaju menjauhiku bersama dengan petualanganku. Tak lelah. Tak ada hambatan. Semua melirikku dengan tajam. Seperti saat aku pulang kerja dan berbicara dengan teman kost ku.

Aku bekerja hanya menjabat tangan menggulung benang-benang dengan gemuruh suara mesin untuk memintalnya yang menjadi jemputan mengisi hari-hariku. Tak ada kekeringan dengan panasnya. Tak ada kelembaban atas hujannya. Tak ada racun atas polusinya. Dalam dua dunia, seperti bayangan dalam cermin. Antara mimpi atau tidak. Selama ini aku tergelincir dalam sosok yang membosankan. Persawahan hijau, rumah panggung, dan bercanda dengan teman pengajianku yang tak dapat mengangkat susuk derita dalam bathinku. Kesibukan itu menambah beban yang tak ada gunanya. Karena aku hanya anak dari seorang petani yang miskin di salah satu kampung di Garut Selatan.

Ini nyata. Itu bayanganku dalam cermin. Semuanya persis sama seperti yang aku lakukan. "Akan aku sentuh kekejaman dunia dan aku bantu emak agar menjadi emak yang berpakaian bagus dan adik-adikku bisa bersekolah tinggi tidak seperti aku". Itulah harapanku, seruku dalam cermin hatiku. Tak akan berakhir dengan cepat. Perubahan tindak yang bakal menjamin keutuhan dan kesempurnaan hidupku. Mudah-mudahan cermin itu tidak akan retak. Dan akan aku jaga dengan naluriku.

Setiap bulan sekali aku mengirimkan uang buat emak dan adik-adikku setelah aku dapat gaji. Mereka tidak mengetahui kabarku yang sebenarnya. Mereka hanya mendengar bahwa aku bekerja enak dengan gaji yang lumayan. Sehingga mereka dapat meni'mati penghasilan keringatku.

Aku ternyata bisa mengenal seorang laki-laki bernama Olih. Selang lama kemudian Olih semakin akrab denganku. Olih seorang lelaki yang datang dari kota metropolitan. Dia datang ke Bandung hanya mengisi liburan saja, katanya.

"Kamu mau bekerja denganku di Jakarta?" ucapnya laksana ajakan yang bakal merubah nasibku.

"Jakarta?"

"Ya, Jakarta. Kota yang akan membuatmu lebih dari seorang Tating sekarang ini"

***

Aku pergi ke Jakarta tanpa pamitan pada emak. Aku takut emak khawatir. Setelah di Jakarta memang sebenarnya keadaanku harus dikhawatirkan. Ternyata Olih telah memberikan pekerjaan yang tidak baik. Aku gadis desa yang tidak mengerti apa-apa. Olih telah melunglaikan hatiku untuk menuruti keinginannya. Perhatian Olih hanya sekadar politiknya untuk membawaku ke Jakarta dan menjadikan aku pekerja di kafe miliknya.

Di Jakarta aku bekerja di sebuah kafe sebagai seorang pelayan pengantar minuman, dan juga pengantar laki-laki hidung belang ke kamar. Tetapi aku hanya mengatakan bekerja di sebuah restoran pada emak sebagai pelayan saja. Memang benar sebagi pelayan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku jauh dari keluarga dan teman-teman. Langit murung turut menyesali tindakanku, monas yang selama ini bersinar karena kilauan emasnya tampak pucat melihat aku tak berdaya. Mungkin karena iba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun