"Apa maksud kamu, Rino?"
"Iya, kita 'kan sudah biasa ditinggal ayah, mengapa ibu seperti yang baru pertama kali ditinggal ayah?"
"Ah kamu tidak tahu apa-apa."
"Oleh sebab itu ibu, apa yang sebenarnya terjadi pada ayah?"
"Nanti juga kamu akan tahu."
Ya, hanya sepenggal pembicaraan yang sudah bosan aku perbincangkan dengan ibu. Yaitu mengenai masalah ayah. Sudah dua minggu pula ibu tidak mengurusi garmennya. Ibu hanya diam di kamar dengan memandangi foto ayah. Jatuh bangun aku mencoba menghibur ibu dan aku mencari tahu tentang ayah. Nihil. Aku seperti anak kecil yang baru bisa berjalan sendiri. Menghampiri susu di balik kutang ibu jika aku haus. Dan ibu pun dia saja. Â Aku tidak tahu apa-apa. Â
"Rino, apa ibu Royani sedang sakit? Kok tidak pernah kelihatan?"
"Tidak. Ibu sedang malas keluar rumah. Mungkin agak sedikit kelelahan, dia hanya butuh istirahat saja."
"Ayah kamu sekarang sedang tugas di mana lagi? Ya sudah salam saja buat ibu kamu. "
Bertugas? Apa mungkin para tetangga sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi? Apa ibu tidak malu jika orang-orang membicarakan tentang ayah yang jarang pulang?
Aku pandangi seisi rumahku. Dan aku ambil sebuah senjata api yang menjadi hiasan dinding rumahku. Begitu banyak koleksi ayah dalam hal persenjataan. Itu hanya sebagai hobi saja, kata ibu. Ayah selalu membeli senjata api yang unik. Ayah sangat menyukai hal-hal yang berbau tentara. Senjata Steyr Mannlicher MOD SSG 69 kaliber 7,62 x 51 mm tulisan di kertas yang berada di dekat senjata yang aku ambil tadi. Ayah sepertinya sangat hafal tentang senjata api. Apa mungkin benar ayah itu seorang TNI.