Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petik Laut Tanjung Papuma dalam Perspektif Pariwisata Ekokultural

2 Agustus 2022   13:27 Diperbarui: 9 Agustus 2022   14:11 1650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan pemahaman di atas, pilihan Perhutani mengelola Tanjung Papuma dengan model ekowisata memang sudah tepat. Prinsip berkelanjutan yang disyaratkan ekowisata memang berat karena harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan segala isinya untuk generasi mendatang. 

Padahal, godaan untuk investor besar bagi aktivitas kepariwisataan di Tanjung Papuma terbuka lebar. 

Para hapsari membentuk pagar, mengawal ritual. Dok. penulis
Para hapsari membentuk pagar, mengawal ritual. Dok. penulis
Risiko eksploitasi kawasan untuk kepentingan pembangunan fasilitas seperti hotel dan resto serta taman permainan memang bisa terjadi ketika aspek konservasi dan keberlanjutan kawasan tidak diperhatikan. 

Itulah mengapa sampai sekarang di kawasan ini tidak terdapat hotel mewah, hanya penginapan standar yang dikelola Perhutani. Fasilitas selain kamar mandi, toilet, dan tempat ibadah, terbilang minim.

Apa yang patut diapresiasi adalah pelibatan warga masyarakat untuk menyediakan makanan dan minuman. Itu pun mereka tidak ditempatkan di warung-warung berfasilitas mewah. Warung mereka cukup sederhana, tetapi apa yang mereka suguhkan bisa dibilang cukup bagus. 

Keberadaan warga masyarakat menegaskan prinsip berbasis komunitas dari praktik ekowisata, sehingga mereka bisa ikut merasakan rezeki ekonomi dari keberadaan Papuma. 

Dalam perkembangannya, pengelola destinasi pariwisata unggulan Pantai Tanjung Papuma juga menengok kekayaan budaya masyarakat untuk dimasukkan sebagai atraksi wisata. 

Sudah lama mereka menyelenggarakan ritual Larung Sesaji setiap tahun baru Muharam atau Suro. Selain ritual, atraksi kesenian juga dihadirkan. 

Pengunjung ikut berpartisipasi dalam ritual. Dok. penulis
Pengunjung ikut berpartisipasi dalam ritual. Dok. penulis

Artinya, pengelola Papuma tidak hanya menggunakan perspektif ekowisata, tetapi juga pariwisata ekokultural. Guri, Osumanu & Bonye (2020) menjelaskan bahwa pariwisata ekokultural menekankan pemanfaatan kekayaan budaya dan lingkungan untuk menjalankan aktivitas pariwisata. 

Atraksi kultural bisa berupa material (seperti situs sejarah, arsitektur tradisional, kerajinan tangan, kuliner, pakaian adat, dan yang lain) atau non-material (seperti aktivitas keagamaan, pertunjukan seni, teknologi tradisional, festival tradisional). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun