Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Biola Tak Berdawai", Perempuan yang Terus Memperjuangkan Kehidupan

17 Januari 2022   16:19 Diperbarui: 18 Januari 2022   17:51 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Perasaan bersalah” memang menandakan ketidakmampuan Renjani untuk keluar dari jerat-jerat kuasa patriarki melalui pewacanaan peran perempuan sebagai ibu yang dikontraskan dengan perbuatan dosa yang terjadi pada masa lampau sebagaimana yang diakui oleh Renjani. 

Meskipun demikian, dalam adegan berikutnya, film ini meyuguhkan wacana menarik yang dilontarkan Mbak Wid terkait penyikapan dosa masa lampau dan bagaimana dengan kedewasaan pikiran mereka memahami keberadaan dosa yang lebih besar dibandingkan aborsi yang dilakukan Renjani serta profesi pelacur dan aborsi yang dilakukan Ibu Mbak Wid. 

Mbak Wid secara tegas mengkontestasi pemaknaan dosa yang dilontarkan Renjani dan banyak dipahami sebagai kebenaran oleh masyarakat. Memang Renjani berdosa karena telah membunuh bayi dalam kandungannya, tetapi apa yang dialami Mbak Wid dengan masa kecilnya, terutama dengan perilaku melacur sang ibu, bisa jadi lebih berat. 

Di-aborsinya calon-calon adik Mbak Wid merupakan dosa besar, tetapi ada alasan-alasan yang melatarbelakanginya. Pun sampai sekarang, wacana dan praktik aborsi masih debatable, sehingga di samping melakukan kontestasi dalam memaknai dosa, dialog di atas juga menawarkan satu pandangan alternatif bahwa aborsi tidak bisa digeneralisir secara hitam-putih; tidak semata-mata dari aspek agama atau medis, tetapi juga kepentingan dan pilihan (pro choice).

Apa yang diungkapkan merupakan wacana tandingan yang dimasukkan oleh sineas terhadap makna dosa karena selalu ada alasan yang melatarbelakanginya, tetapi dengan terlebih dahulu mengakui akan dosa tersebut. Label dosa yang diberikan kepada tindakan aborsi Renjani, misalnya, bukanlah kesalahan mutlaknya. 

Dia melakukannya karena kehamilannya disebabkan pemerkosaan. Renjani adalah korban kekerasan seksual sebagai akibat kuatnya sistem patriarki dalam masyarakat, sampai-sampai seorang guru balet laki-laki yang sangat dipercayai tega melakukan perbuatan yang menyakitkan itu. 

Dengan demikian, ungkapan Mbak Wid mewacanakan keharusan  untuk mencari akar permasalahan dalam pemaknaan dosa. Perempuan yang melakukan aborsi memang bersalah, tetapi ketika janin itu hadir sebagai akibat kekerasan seksual, apakah ia tidak berhak menggugurkannya? 

Mbak Wid sendiri tidak bisa melupakan masa lampaunya, pengalaman menyaksikan dosa yang dilakukan ibunya dengan ‘mempekerjakan’ tubuh serta membunuh calon adik-adiknya, agar bisa terus bekerja demi masa depan Mbak Wid yang lebih baik. 

Cerita Mbak Wid tentang masa lampaunya merupakan keberanian untuk membongkar pemaknaan stereotip tentang pelacur dan semua tindakan haramnya. Ibunya memang penuh dengan dosa apalagi setelah membunuh calon adik-adiknya, tapi Mbak Wid tidak pernah mau menyalahkan perilaku tersebut karena sang ibu melakukannya itu semua untuk membesarkan dan menyekolahkannya. 

Adanya pengakuan akan dosa yang dilakukan ibunya, sekali lagi, menjadi ekspresi bagi pengakuan kebenaran yang berasal dari pengetahuan agama yang sudah menjadi nalar ideologis bersama dalam masyarakat; bahwa melacur maupun aborsi itu dosa dan betapa hinanya perempuan yang melakukan perbuatan itu. 

Stigmatisasi perempuan yang melacur selalu identik dengan dunia hitam yang penuh dosa memang sudah menjadi rezim kebenaran dalam masyarakat, sehingga mereka perlu diregulasikan ke dalam kompleks-kompleks pelacuran yang khusus maupun “dikejar-kejar” dalam operasi ketertiban yang digelar polisi, polisi pamong praja, serta gerombolan laskar berlabel agama tertentu yang mengaku menegakkan panji-panji aqidah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun