Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Ragam Konstruksi Perempuan dan Laki-laki dalam Iklan

8 Desember 2021   11:56 Diperbarui: 8 Desember 2021   12:21 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 9. Iklan Deposito BPTPN, repro 7/10/2006

Tentu saja hal itu bisa dibaca sebagai perbedaan dan pertarungan dalam politik representasi. Dalam kerangka perbedaan itulah analisis representasi kelelakian dan keperempuanan dalam iklan akan dikembangkan sehingga kita akan menemukan pesan-ideologis, pengetahuan, serta kuasa yang melingkupinya. 

Untuk menelaah beberapa iklan, saya akan menggunakan pendekatan konstruksionis dengan fokus pada praktik penandaan yang menghadirkan makna tertentu (Barthes, 1972) dan diskursif yang mengaitkan wacana dalam iklan dengan wacana dan praktik dalam masayarakat (Foucault, 1980, 2002) terkait persoalan perempuan dan laki-laki. 

Dengan kedua model tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana iklan-iklan yang menghadirkan para perempuan dan lelaki mengkonstruksi makna, wacana, dan kepentingan tertentu yang tidak bisa dilepaskan dari dinamika perkembangan budaya dan gender dalam masyarakat.

LAKI-LAKI & PEREMPUAN DALAM KERJA KANTORAN

Iklan permen Cylitol di Gambar 1, tidak bisa disangkal, memang dimaksudkan untuk memromosikan produk ini untuk mengurangi gangguan stress pada gigi dan gusi. Namun, kalau kita perhatikan secara teliti bagaimana figur laki-laki dan perempuan tersebut direpresentasikan, maka akan ada makna dan wacana yang berbeda dengan kepentingan promosi iklan tersebut. 

Kehadiran si perempuan hendak menyuguhkan secangkir kopi dan si laki-laki tengah tersenyum sambil memandang layar komputer, hendak memakan sebutir permen, menarik untuk dicermati. Bentuk denotatif kedua subjek tersebu tersebut menghadirkan mitos bahwa "perempuan selalu menjadi kelas pelengkap" secara wajar, begitu adanya sebagaimana terjadi dalam kehidupan sehari-hari.


Bentuk citra yang mengedepankan senyum dan keharmonisan dalam menjalankan fungsi kerja, berusaha mewajarkan konsep perempuan sebagai kelas pelengkap melalui adegan dengan "membawakan cangkir". Sebagai kelas pelengkap dalam kerja kantoran, misalnya, perempuan tetap tersenyum dan menjalaninya dengan penuh kegembiraan, sedangkan laki-laki tetap menjadi kelas pertama yang berhak untuk dilayani sepenuh hati. 

Representasi tersebut berkelindan dengan kuasa patriarki yang bertransformasi dalam sistem ekonomi modern yang juga memberikan kesempatan bagi perempuan untuk menikmati kerja di kantoran. Kepentingan perempuan memang disuarakan dalam kerja-kerja modern, sehingga dianggap menyampaikan pesan kesetaraan. Namun, tetap saja, adegan membawa cangkir masih menempatkannya sebagai kelas subordinat yang bergantung ke lelaki.

Perempuan dalam menegosiasikan kepentingannya ternyata tidak mampu merombak secara total nilai ideologis yang sudah mapan dalam tradisi laki-laki. Perempuan tetap bisa menerima meskipun ia hanya mendapatkan posisi sebagai ‘penyeduh dan penyuguh kopi’. 

Dari perspektif pengetahuan, representasi perempuan dan laki-laki tersebut menandakan betapa masih kuatnya wacana tentang dominasi laki-laki dalam masyarakat kita saat ini. Pengetahuan tentang kuasa laki-laki  ditransformasikan dalam sistem representasi kontemporer. 

Instintusi kantor yang nota-bene-nya merupakan lembaga yang diharapkan sebagai penyemai persamaan antara perempuan dan laki-laki, ternyata dalam beberapa hal masih mewarisi dan melanjutkan kuasa subjek laki-laki. Namun, dalam perspektif partikular lainnya, gambar tersebut merupakan representasi dari perkembangan pengetahuan tentang persamaan perempuan (meskipun belum sepenuhnya) dalam akses pekerjaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun