Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Ragam Konstruksi Perempuan dan Laki-laki dalam Iklan

8 Desember 2021   11:56 Diperbarui: 8 Desember 2021   12:21 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 9. Iklan Deposito BPTPN, repro 7/10/2006

Kedua, tubuh perempuan dalam citra elegan dan dinamisnya (Gambar 3) mampu menjadi tanda bagi kedinamisan, kecerdasan, dan kemampuan perempuan dalam dunia karir. Ketiga, citra liar perempuan (Gambar 4 dan 7) merupakan alat subversif untuk mendobrak tatanan mapan bercampur tabu dari kuasa patriarkal yang menganggap perempuan tidak pantas melakukan pekerjaan ataupun aktivitas di luar kodratnya yang lemah lembut.

Dalam konteks kedua dan ketiga representasi perempuan dalam iklan-iklan tersebut bisa diasumsikan sebagai alat negosiasi bagi kepentingan perempuan. Apabila kondisi ini mampu terus disebarkan sebagai wacana, tidak menutup kemungkinan bisa menjadi ‘blok historis’ baru yang akan mampu menawarkan tandingan untuk melawan hegemoni lama dalam pertarungan wacana. 

Namun, itu semua membutuhkan perjuangan yang mampu menjadi kesadaran dari para perempuan, terutama mereka yang mempunyai akses terhadap institusi publik, seperti lembaga pendidikan ataupun media, dan juga sinergitas dengan kekuatan-kekuatan reformatif lainnya seperti kelompok akademisi kritis/organik maupun LSM.

Yang tidak kalah penting adalah representasi kelelakian dan keperempuanan dalam citra harmonis (Gambar 8 dan 9). Tubuh laki-laki dan perempuan dalam citra yang akrab dan ramah menunjukkan betapa sebenarnya laki-dan perempuan mampu melakukan sharing dalam suasana yang cukup harmonis, padu, dan setara. 

Ini merupakan satu nilai ideal yang bisa menjadi alternatif perjuangan bagi kesetaraan gender yang tidak harus semata-mata menyalahkan laki-laki. Karena, toh, laki-laki juga merupakan subjek dari wacana ideologis yang sudah berlangsung dan bertransformasi turun-temurun.

Tanpa menegasikan fungsi kapitalisnya, iklan, berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, sebenarnya bisa menjadi alat populis untuk mempertarungkan wacana untuk memunculkan wacana baru serta bisa berperan dalam memperluas kesadaran publik tentang kesetaraan gender, tentu saja, kalau para pembuatnya mampu mengapresiasi dan menegosiasikan wacana kesetaraan gender dalam karya iklan mereka. 


Kesadaran itulah yang ke depan harus diperjuangkan, khususnya di jagat media. Karena media merupakan budaya populer yang mampu mempengaruhi perubahan. Sudah saatnya para aktivis dan pemikir feminis melakuakn gerakan untuk mengkampanyekan kesadaran gender kepada para praktisi iklan dan media untuk menciptakan produk-produk yang secara kreatif mampu menyebarkan kesadaran gender di tengah-tengah masyarakat. 

Strategi dan teknik representasi bisa dijadikan sebagai entry point karena persoalan itu akan berkaitan langsung dengan politik penandaan yang disampaikan kepada publik. Sekapitalis apapun sesutau, selalu tersisa nilai subversif yang bisa dinegosiasikan, tentu kalau ada keberanian untuk berpikir dan bertindak, sehingga muncul karya-karya kreatif yang tidak hanya melayani modal, tetapi juga sedikit banyak menawarkan pencerahan dengan cara-cara yang populis. 

BAHAN BACAAN

Abdullah, Irwan.2002. “Tubuh: Ekspansi Pasar dan Reproduksi Ketimpangan Gender”, dalam Adi Wicaksono, dkk (ed). Aspek-aspek Seni Visual Indonesia, Identitas Budaya Massa. Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti.

Barthes, Roland.1972. Mythologies. New York: Hill and Wang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun