Mohon tunggu...
Defri Agung Saputra
Defri Agung Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hanya mahasiswa biasa yang mencoba dan terus berusaha dengan segala kemampuan yang ada agar dapat meraih cita

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Banteng Vs Celeng, Sebuah Strategi atau Bentuk Peredaman Apirasi?

27 Desember 2021   23:29 Diperbarui: 27 Desember 2021   23:32 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada apa dengan PDIP saat ini?

mungkin pertanyaan itu yang sangat ini cocok dan melekat dalam benak masyarakat dengan melihat apa yang terjadi dalam tubuh internal PDIP saat ini. Sebuah drama yang diciptakan oleh PDIP sepertinya mulai dipertontonkan kepada masyarakat untuk menyambut pemilu 2024.

Terhitung kurang lebih kurang dari 3 tahun lagi pemilu akan diselenggrakan, namun panas persaingan sudah terasa sejak saat ini. Beberapa partai politik mulai menyiapkan berbagai amunisinya guna melancarkan manuver menuju 2024, tidak terkecuali partai berlambang kepala banteng, PDIP.

Banteng versus celeng, seolah menjadi sebuah fenomena yang menjadi konsumsi khalayak ramai atas apa yang terjadi pada internal partai berlambang kepala banteng tersebut. Memang fenomena semacam ini bukan yang terjadi pertama kali terjadi, namun menjadi suatu hal yang besar karena menyangkut nama tokoh yang cukup dikenal publik.

Semakin dekatnya dengan pemilu 2024 menambah panasnya isu ini karena bukan tidak mungkin akan ada banyak pihak yang melihat fenomena ini sebagai sebuah peluang untuk mengambil keuntungan pribadi, baik untuk menjatuhkan lawan politik atau hanya sekedar menjadi penumpang gelap semata demi menunjukkan eksistensinya dalam dunia politik.

Kronologi dimulainya isu banteng versus celeng adalah ketika Ketua DPC PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto memberikan respon atas tindakan beberapa kader PDIP yang mendeklarasikan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah saat ini untuk maju dalam pemilihan presiden 2024.

Respon tersebut dinilai tidak etis dan terkesan berlebihan karena memberikan julukan "celeng" atau babi hutan kepada kader yang dinilai oleh Bambang Wuryanto telah melenceng.

Kata "celeng" yang digunakan Bambang Wuryanto tekesan tidak elok untuk digunakan, menyamakan tindakan yang dilakukan oleh beberapa kader dengan seekor "babi hutan" bukanlah kata yang tepat. Terlebih respon yang diberikan terlalu terburu-buru dan berlebihan sehingga terkesan seperti bentuk peredaman aspirasi dari kader itu sendiri. Mengusung seorang tokoh atau kader dalam partai politik merupakan hak setiap kader dan suatu hal yang biasa.

Dengan lahirnya fenomena ini memungkinkan banyak pertanyaan dalam masyarakat terkait jalannya demokrasi dalam partai tersebut.

Para kader yang dipimpin oleh Albertus Sumbogo yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPC Purworejo dalam mendeklarasikan Ganjar Pranowo untuk maju dalam pilpres 2024 merupakan suatu hal yang wajar, terlebih melihat sosok Ganjar Pranowo yang terbilang bukan politikus kemarin sore sehingga dianggap layak untuk maju menjadi calon presiden pada pemilu 2024.

Ketika respon yang diberikan terbilang berlebihan tentu saja bisa memberikan dampak yang cukup signifikan bukan hanya bagi tokoh yang sifatnya perorangan, tetapi juga bagi partainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun