Mohon tunggu...
Defi Dilalatul Haq
Defi Dilalatul Haq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046

Saya Defi Dilalatul Haq, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046. Akun kompasiana ini saya buat sebagai pendukung dalam perkuliahan mata kuliah jurnalistik, selain itu juga saya gunakan kompasiana ini sebagai sarana mengembangkan kreatifitas dan melatih skill menulis saya. Mohon bantuannya teman-teman✨

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Toxic Positivity: Apa Berpikir Positif Itu Salah?

11 Juni 2021   08:39 Diperbarui: 11 Juni 2021   08:48 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: istockphoto.com

Kesehatan mental itu sebenarnya hal yang sangat penting, karena tiap tahunnya ada 1 dari 4 orang yang mengalami gangguan kesehatan mental. Sayangnya di Indonesia, isu kesehatan mental ini masih dianggap sepele oleh masyarakat.

Kalau ada seseorang yang depresi, dibilangnya dia lemah atau kurang iman. Bahkan ketika kita mendengar berita orang yang bunuh diri pun, parahnya orang tersebut malah dikomentari yang tidak tidak. Padahal dengan dia bunuh diri, harusnya kita tahu bahwa seberapa berat beban yang harus dia pikul dulu.

Harusnya kita bisa lebih berempati dengan masalah kesehatan mental ini. Alih-alih membicarakan masalah ini dan mencoba mencari solusi, masyarakat kita malah membiasakan diri terbelenggu dengan yang dinamakan Toxic Positivity.

Apa sih Toxic Positivity itu?

Misalkan kita sedang ada masalah, lalu curhat kepada seseorang. Nah orang ini malah merespon curhatan kita dengan perkataan:


"Sabar yaa, semangat terus!"

"Yaudahlah gapapa ntar juga lupa"

"Stay positive aja"

"Coba khusnudzhon aja deh"

"Coba kamu lebih bersyukur deh, ada loh orang yang lebih parah keadaannya daripada kamu"

Bla bla bla, dan lain sebagainya...

Atau mungkin secara tidak sadar sering juga kita berada dalam posisi orang itu, kita malah menyuruhnya untuk mengubur dalam-dalam perasaan dan emosi negatif mereka ketika sedang terkena masalah. Seolah-olah kita sedang menyebarkan positive vibe, padahal malah membuat kondisi mental seseorang semakin down loh.

Intinya, toxic positivity adalah kondisi dimana hal-hal yang dianggap positif bisa menjadi racun untuk seseorang. Karena setiap orang harus bersikap positif pada kondisi apapun, dan menolak segala emosi negatif. Hal ini bisa menjadi racun, karena menyangkal emosi negatif hanya akan memperparah emosi saja.

Dan toxic positivity ini akan membuat seseorang tertekan, karena harus berpura-pura bahagia dibalik penderitaannya. Padahal nih, sebenarnya menerima emosi negatif itu akan lebih bermanfaat untuk kesehatan mental dalam jangka panjang.

Menurut studi yang dipublikasikan di Pubmed (2018), orang yang terbiasa menghindar untuk mengakui emosi negatif yang dirasakannya akan berakhir dengan perasaan yang lebih buruk. Makanya, tidak heran jika ada orang yang menjadi depresi ketika dia menghindari emosi negatif ini.

Selain itu, menurut Brett Ford seorang alumni dari University of Toronto, seseorang yang sangat ingin merasa bahagia akan mengalami meta-emosi. Meta-emosi itu sering kali merupakan sebuah kekecewaan. Karena kenyataannya, kita tidak sebahagia apa yang kita inginkan.

Ciri-ciri Toxic Positivity

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mungkin kamu masih belum sadar bahwa kamu sedang terjebak dalam toxic positivity. Padahal, ciri-ciri toxic positivity itu gampang banget loh untuk kita kenali, di antaranya:

  • Merasa bersalah ketika sedih/marah
  • Cenderung menyembunyikan emosi negatif dan mengabaikan masalah yang sedang dihadapi
  • Cenderung mengabaikan perasaan orang lain saat mereka sedang sedih, dan akan menyalahkan mereka karena tidak punya sikap yang positif

Tips Menghindari Toxic Positivity

Karena banyak efek negatifnya, toxic positivity itu perlu dihindari. Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan, di antaranya:

1. Terima Setiap Emosi Yang Dirasakan

Kalau kamu sedang mengalami emosi yang negatif, cobalah untuk mengelola emosi itu dan jangan menyangkalnya. Emosi negatif seperti sedih atau marah bisa bikin kamu stres loh, apabila tidak dikelola dengan baik.

Jangan ragu juga untuk bercerita tentang semua perasaan kamu. Kalau kamu tidak bisa bercerita ke orang lain, cobalah curhat dan tulis di sebuah jurnal.

Sebuah studi dari University of California, menunjukkan bahwa mengungkapkan perasaan ke dalam kata-kata bisa mengurangi intensitas emosi seperti kesedihan, kemarahan, dan rasa sakit. Dengan emosi yang terkontrol, kamu akan bisa melihat sisi baik dari apa yang sudah dialami. Dan tentunya bisa lebih siap untuk bangkit.

2. It's Okay To Not Be Okay

Hmm terdengar seperti judul drama Korea yaa..

Tapi itu benar kok, akuilah jika dirimu sedang dalam keadaan tidak baik saja. Wajar kok ketika ada disituasi yang tidak enak, kita akan lebih mudah stres, khawatir, sedih, atau bahkan marah. Hidup itu tidak selalu lurus, dan setiap orang pasti akan mengalami masalah. Tapi jangan sampai masalah itu, membuat diri terjebak dalam kubangan emosi yang negatif.

3. Jangan Memaksa Orang Lain Untuk Tidak Sedih

Jangan memaksa orang lain untuk selalu positif saat sedang merasakan emosi yang negatif. Lebih baik bantu dia untuk bicara secara terbuka tentang emosi yang sedang dirasakannya. Misalnya, ketika teman kamu sedang curhat nihh, jangan malah memberi tanggapan seperti:

"Jangan menyerah! Itu belum seberapa dengan yang aku rasain!"

"Itu perasaan kamu aja kali, positive thingking aja lah!"

Dan semacamnya...

Dilansir dari health.detik.com, psikolog klinis dari Personal Growth Veronica Adesla memberikan beberapa tips untuk menanggapi curahan hati orang lain.

Hal yang pertama dilakukan yakni kamu dengarkan dia dengan seksama. Lalu gali lebih lanjut mengenai apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya, seperti:

"Jadi waktu itu kejadiannya gimana?"

"Terus?"

"Perasaan kamu sekarang gimana?"

Selain itu, tunjukkan rasa empatimu dengan mengungkapkan kata-kata yang menunjukkan bahwa kamu memahami perasannya, seperti:

"Pasti berat yah kamu ngalamin kaya gitu"

"Aku bisa paham kamu ngerasa marah atau sedih karena kejadian itu"

"Aku paham kamu sedih, tapi aku ga setuju kamu jadi nyakitin diri"

Dan yang terakhir tawarkan bantuan, namun agar sesuai dengan kebutuhan orang yang sedang curhat, maka tanyakan saja seperti:

"Kira-kira apa yang bisa aku bantu?"

"Udah kamu tenang aja, kalau perlu bantuan, aku bisa bantu."

4. Mendengarkan

Kalau bingung nih mau merespons apa, respons terbaik adalah MENDENGARKAN. Tidak perlu memberi kata-kata manis apa pun. Cukup dengarkan saja, dan pahami bahwa dia takut/cemas/sedih. Itulah yang dinamakan empati. Mau kamu posting rambu-rambu bicara super sebanyak apa pun, kalau tidak ada empati ya bye...

It's all about context. Sesuaikan dengan karakter, situasi, dan waktunya. Dengan sikap seperti itu, kamu akan terhindar dari toxic positivity dan pastinya kamu tidak akan menyebar racun untuk orang lain. Walaupun berpikir positif itu pada dasarnya baik, tapi tidak selamanya kita bisa begitu. Terkadang, di taraf tertentu emosi negatif pasti akan muncul di dalam hidup kita.

Jangan pernah abaikan emosi negatif ini, karena hanya akan menjadi toxic pada akhirnya. Nah mulai sekarang, kalau kamu sedang merasa kecewa dengan keadaan/sesuatu/seseorang kemudian marah dan sedih. It's okay, kamu tidak harus merasa bahwa itu hal yang buruk karena semua itu hal yang normal dan wajar. Selain itu, cobalah untuk lebih empati kepada diri sendiri dan orang lain yaa...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun