Kami makan di restoran cepat saji masakan Jepang. Kami berkumpul mulai pukul 5 sore hingga 8 malam.Â
Apa yang kami bicarakan? Apakah saling pamer pencapaian diri?Â
Oh tentu tidak. Kami ngobrolin masa-masa putih biru yang masih lugu dan penuh kepolosan. Bagaimana dulu kenakalan kami di sekolah hingga crush saat SMP. Seru, nggak ada yang merasa terintimidasi ataupun minder dengan keadaan masing-masing saat ini.Â
Kami juga ngobrol tentang aktivitas saat ini. Berhubung semua sudah jadi ibu-ibu, tentu saja yang dibahas soal anak-anak. Mulai dari anak yang picky eater, pendidikan anak, sampai kemungkinan saling menjodohkan anak. Hahaha. Sehangat itu pembicaraan kami.Â
Tak lupa kami juga saling menyemangati. Ada yang berjuang menyelesaikan tesis S2 ditengah kesibukan sebagai abdi negara, ada yang harus berjuang daftar S3 dan mulai kembali bekerja setelah gap year jadi ibu rumah tangga selama 5 tahun. Dan bukber kemarin juga jadi ajang farewell. Salah satu diantara kami akan merantau ke IKN, mengikuti suami yang mendapatkan proyek kerja di sana.Â
Bagi kami setiap orang memiliki pencapaiannya masing-masing. Sebagai teman sudah selayaknya saling mendukung. Bukan saling pamer ataupun insecure.Â
Tentu saja tak semua punya teman-teman seperti ini. Teman yang saling mendukung ini rezeki. Bukber yang hangat seperti ini kadang tidak bisa dimiliki oleh semua orang.Â
Masih banyak yang harus berjuang mendapatkan teman sejati. Masih ada yang harus berjuang menghadiri bukber yang penuh dengan orang-orang haus validasi.Â
Lalu, bagaimana caranya agar bukber tak sekadar jadi ajang pamer semata?Â
Bukberlah dengan yang dekat