Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kesamaan-kesamaan Euro 2020 dengan Copa America 2021

12 Juli 2021   15:41 Diperbarui: 13 Juli 2021   17:58 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juara Copa America 2021 dan Euro 2020 sama-sama identik dengan warna biru. Sumber: diolah dari Mauro Pimentel dan John Sibley via Kompas.com

Dua turnamen besar di paruh tahun 2021, akhirnya tuntas. Euro 2020 menghasilkan Italia sebagai juaranya. Copa America 2021 melahirkan Argentina sebagai pemenangnya.

Keduanya juga akhirnya dapat dihelat ketika kondisi dunia masih belum sembuh dari pandemi. Pandemilah yang membuat mereka yang seharusnya digelar pada 2020 lalu, harus digelar pada 2021.

Selain federasi, nama turnamen, dan wilayah turnamennya yang berbeda, Euro 2020 dan Copa America 2021 juga terdapat banyak perbedaan. Seperti, jumlah tim yang mengikuti turnamennya. Euro 2020 terdapat 24 peserta, sedangkan Copa America 2021 hanya 10 tim.

Kemudian, tempat penyelenggaraan keduanya juga berbeda. Euro 2020 harus digelar di 11 kota di beberapa negara Eropa, sedangkan Copa America 2021 akhirnya menetapkan Brasil sebagai tuan rumah.

Argentina dan Kolombia awalnya ditunjuk sebagai tuan rumah. Namun, mereka tidak bersedia, karena keadaan negaranya masih mempunyai banyak kasus Covid-19.

Brasil dengan segala pertentangannya dari masyarakat, akhirnya berani mengajukan diri sebagai tuan rumah. Bahkan, pihak mahkamah agung Brasil juga menyetujuinya dengan syarat pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat selama turnamen digelar.

Copa America 2021 kemudian harus diselenggarakan dalam keadaan tanpa penonton di stadion. Berbeda dengan Euro 2020 yang sudah dapat mendatangkan suporter di tribun. Bahkan, jumlahnya hampir mendekati kapasitas penuh tribun.

Salah satu contohnya seperti pemandangan ironis, ketika suporter Denmark di tribun menunjukkan dukungannya kepada Christian Eriksen di laga melawan Belgia. Di situ antara terharu sekaligus merinding jika membayangkan kalau di antara mereka yang berdempetan itu ada yang positif Covid-19.

Momen suporter Denmark mendukung pemulihan Eriksen saat Denmark kontra Belgia. Sumber: via Footballreporting.com
Momen suporter Denmark mendukung pemulihan Eriksen saat Denmark kontra Belgia. Sumber: via Footballreporting.com
Tetapi, kekhawatiran itu sepertinya ditutupi dengan kekaguman atas penampilan Denmark di laga ketiga dan membuat mereka lolos ke babak 16 besar. Langkah Denmark bisa disebut heroik, karena mampu melaju ke semifinal, sekalipun tanpa pemain terbaiknya. Christian Eriksen.

Namun, jika kembali pada situasi di tribun, terkadang masih ada kesangsian terkait bagaimana kesehatan suporter pra dan pasca pertandingan. Itu juga yang dikhawatirkan WHO. Mereka sebenarnya menyayangkan Euro 2020 yang digelar dengan situasi yang hampir mendekati normal.

Bahkan, di laga semifinal kedua yang menyajikan Inggris vs Denmark, juga memperlihatkan betapa sudah riuhnya keadaan di luar Stadion Wembley, London. Apakah Eropa memang sudah survive dari pandemi?

Pemandangan sebelum semifinal antara Inggris vs Denmark. Sumber: AFP/Niklas Hallen via Kompas.com
Pemandangan sebelum semifinal antara Inggris vs Denmark. Sumber: AFP/Niklas Hallen via Kompas.com
Jika itu yang terlihat di Euro 2020, maka di Copa America 2021, kita masih melihat pertandingan yang digelar seperti laga-laga di level klub saat masa awal mereka berupaya bangkit dari pandemi. Bahkan, sebenarnya, di beberapa negara di Eropa juga belum semuanya membolehkan suporter hadir di tribun.

Hanya saja, ketika Euro 2020 digelar, seolah-olah mereka seperti memang disengaja untuk boleh datang. Sekilas, kita seperti diajak berpikir tentang pentingnya mendukung tim nasional daripada klub.

Baca juga: Empat Tim yang Patut Diperhatikan di Euro 2020

Sedangkan, di Copa America 2021, para pelakunya awalnya masih diselimuti pertentangan. Tidak sedikit yang ragu untuk berpartisipasi. Termasuk para pemain Brasil yang awalnya ingin menolak bermain di Copa America 2021.

Namun, akhirnya seperti yang kita tahu, Copa America 2021 berhasil menyusul Euro 2020 untuk digelar. Bahkan, dengan 10 kontestannya, mereka sudah lebih dulu menggelar laga puncak turnamennya.

Baca juga: Copa America 2021, Sedikit Kontestan tapi Banyak Cerita

Kemudian, jika kita melihat berbagai macam perbedaan antara Euro 2020 dengan Copa America 2021, sebenarnya di antara perbedaan itu juga ada beberapa kesamaan. Apa saja?

Pertama, pertarungan sengit antara tim non-unggulan melawan tim unggulan. Di Copa America 2021, ada kuda hitam bernama Peru. Mereka memang finalis Copa America 2019, namun di turnamen ini mereka masih menjadi kuda hitam.

Kemudian, di Euro 2020, ada tim non-unggulan yang sebenarnya jauh dari prediksi sebelum turnamen ini digelar. Tim itu bukan Turki, Austria, atau Wales, melainkan Denmark.

Denmark malah berhasil melaju sampai ke semifinal ketika mereka harus rela ditinggal "angkat koper" lebih cepat oleh Christian Eriksen. Pemain asal Inter Milan ini harus meninggalkan tugasnya membela timnas akibat kejadian horor yang menimpanya di laga pertama kontra Finlandia.

Salah satu momen yang membuat Denmark tersingkir. Sumber: AFP/Pool/Laurence Griffiths/via Tribunnews.com
Salah satu momen yang membuat Denmark tersingkir. Sumber: AFP/Pool/Laurence Griffiths/via Tribunnews.com
Peru harus dua kali bertemu Brasil dan tersingkir di semifinal. Sumber: Reuters/Ricardo Moraes/via Okezone.com
Peru harus dua kali bertemu Brasil dan tersingkir di semifinal. Sumber: Reuters/Ricardo Moraes/via Okezone.com
Langkah mereka akhirnya harus dihentikan tim unggulan, Inggris. Seperti Peru, yang harus dihentikan oleh Brasil.

Menariknya, dua tim unggulan ini merupakan tuan rumah final turnamen. Final Euro 2020 digelar di Stadion Wembley, London, Inggris. Sedangkan, final Copa America 2021 digelar di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brasil.

Kedua, pengalaman adu penalti bukan jaminan untuk menang di adu penalti selanjutnya. Di Copa America 2021, Kolombia yang lolos ke semifinal lewat kemenangan adu penalti atas Uruguay, harus gagal mengulanginya di laga semifinal saat bertemu Argentina.

Kolombia yang awalnya sukses menang adu penalti atas Uruguay, akhirnya gagal di adu penalti melawan Argentina. Sumber: AFP/Nelson Almeida/via Kompas.com
Kolombia yang awalnya sukses menang adu penalti atas Uruguay, akhirnya gagal di adu penalti melawan Argentina. Sumber: AFP/Nelson Almeida/via Kompas.com
Fenomena unik, Swiss kalah dari Spanyol lewat adu penalti, dan Spanyol kalah dari Italia lewat adu penalti. Sumber: AFP/Anton Vaganov/via Kompas.com
Fenomena unik, Swiss kalah dari Spanyol lewat adu penalti, dan Spanyol kalah dari Italia lewat adu penalti. Sumber: AFP/Anton Vaganov/via Kompas.com
Pada Euro 2020, Swiss dan Spanyol juga gagal meneruskan tren kemenangan mereka lewat adu penalti untuk kedua kalinya. Swiss menang di adu penalti melawan Prancis saat babak 16 besar, namun kalah dari Spanyol di perempat final.

Uniknya, Spanyol juga mengikuti jejak Swiss yang kalah di laga adu penalti selanjutnya, yaitu ketika menghadapi Italia di semifinal. Mungkinkah ini ada faktor pertukaran nasib?

Hanya saja, di final Euro 2020, Italia berhasil mematahkan "kutukan" itu dengan berhasil mengalahkan Inggris lewat babak adu penalti. Itu adalah babak adu penalti yang kedua bagi Italia, sedangkan Inggris baru kali ini harus mengalami adu penalti di turnamen ini.

Ketiga, pertarungan antara tim subur melawan tim seret gol di final. Pada Euro 2020, final mempertemukan tim Italia vs Inggris (12/7). Sedangkan, di Copa America 2021, laga puncak menjodohkan Brasil vs Argentina (11/7).

Menariknya, Italia dan Brasil punya kesamaan, yaitu produktivitas mereka di fase grup. Mereka mampu mengawali turnamen dengan mencetak banyak gol. Total gol di fase grup, Italia punya tujuh gol, Brasil punya 10 gol.

Mereka juga kompak mengakhiri fase grup dengan satu gol. Brasil imbang 1-1 melawan Ekuador. Italia harus puas dengan kemenangan 1-0 melawan Wales.

Kubu seberang, Inggris dan Argentina menjadi tim yang seret gol. Bahkan, Inggris hanya bermodalkan dua gol untuk dapat melaju ke 16 besar.

Sedikit berbeda dengan Argentina yang masih mampu mencetak empat gol di laga terakhir, saat melawan Bolivia. Itu seketika mengubah status Argentina sebagai tim seret gol di tiga laga awal (3 gol), menjadi tim yang patut diwaspadai lini serangnya (7 gol).

Kalau disamakan dengan jumlah laganya, Inggris mengarungi empat laga dengan empat gol dan 10 poin. Argentina mencatatkan tujuh gol dan 10 poin. Artinya, keduanya mengarungi empat laga dengan jumlah poin yang sama.

Baca juga: Membedakan Suka Liga dengan Suka Tim Nasional

Keempat, pemenang turnamen adalah tim tamu. Copa America 2021 menjadi panggung bagi Argentina di hadapan suporter tuan rumah. Begitu pula dengan Italia yang merayakan gelar juara Euro 2020 di hadapan suporter Inggris yang tentu jumlahnya lebih banyak dari total suporter di tribun Maracana.

Argentina menang di kandang Brasil. Sumber: Mauro Pimentel/via Kompas.com
Argentina menang di kandang Brasil. Sumber: Mauro Pimentel/via Kompas.com
Italia juga menang di kandang Inggris. Sumber: John Sibley/via Kompas.com
Italia juga menang di kandang Inggris. Sumber: John Sibley/via Kompas.com
Bagi pendukung Brasil dan Inggris, ini bisa dikatakan kesamaan yang sangat tragis. Tetapi, bagi penonton netral dan pendukung Argentina dan Italia, ini adalah pemandangan yang luar biasa dan dramatis.

Baca juga: Penyebab Brasil Menyerah dari Argentina

Kelima, antiklimaks bagi tim tuan rumah dan tim yang punya banyak ekspektasi. Sekalipun Euro 2020 tidak sepenuhnya digelar di Inggris, tetapi final turnamennya di Inggris. Kita bisa menganggap Inggris punya ekspektasi yang serupa dengan Brasil, yaitu merayakan gelar juara mumpung finalnya di negeri sendiri.

Memang, keduanya melaju ke final dengan cara yang berbeda. Brasil menunjukkan dirinya sebagai tim yang terlihat menakutkan bagi lini belakang lawan, sedangkan Inggris seperti ingin menunjukkan dirinya sebagai tim yang berupaya tampil efektif dalam meraih kemenangan.

Tetapi, mereka punya kesamaan, yaitu ekspektasi besar saat turnamen ini terlihat seperti "memberikan jalan" untuk mereka menuju ke final. Tentu, ada jalan kalau tidak ada usaha untuk berjalan melaluinya, akan nihil dan sia-sia.

Itulah kenapa, kedua tim berupaya keras untuk dapat melaju ke final. Apalagi, kalau mereka dapat didukung langsung oleh masyarakat di negerinya sendiri.

Hanya saja, mereka lupa bahwa ekspektasi yang terlampau besar terkadang melupakan detail tertentu yang sangat penting dalam upaya meraih hasil akhir. Brasil seperti melupakan kelebihan Argentina, dan Inggris terlihat seperti menganggap dominasi permainan Italia bisa digulingkan seperti saat mengalahkan Jerman.

Pada kenyataannya, Inggris gagal menaklukkan Italia. Begitu juga dengan Brasil yang sulit mengembangkan permainannya ketika harus ditekan dengan gaya bermain kompak dan kompleks dari Argentina.

Itulah kenapa, ekspektasi yang berlebih tanpa mempertimbangkan seperti apa lawannya, juga bisa menimbulkan permasalahan dan kegagalan. Tim yang terlalu fokus dengan kelebihannya, juga bisa terpeleset, karena kurang memperhatikan lawannya.

Ibaratnya, kaki-kaki lincah anak muda yang selalu yakin dirinya bisa berlari kencang, tapi matanya seringkali abai dengan jalan yang dia lalui. Jika jalannya mulus, kaki-kaki itu akan tanpa rintangan. Tetapi, bagaimana kalau di jalan tersebut ada genangan air?

Bagaimana kalau jalannya ternyata berupa ubin yang baru saja dipel dan belum kering?

Meski begitu, Brasil dan Inggris juga sama-sama berhak optimistis untuk menatap ke depan. Karena, skuad yang gagal juara kali ini adalah skuad yang masih tergolong muda dan tentunya dapat diandalkan dalam beberapa tahun kemudian.

Artinya, ini bukan akhir bagi mereka. Ini adalah tempaan awal bagi mereka yang berupaya meregenerasi skuad timnasnya.

Skuad Inggris ini minimal bisa bertahan sampai Euro 2024. Sumber: @UEFA/Alex Morton/via Kompas.com
Skuad Inggris ini minimal bisa bertahan sampai Euro 2024. Sumber: @UEFA/Alex Morton/via Kompas.com
Skuad Brasil di Copa America 2021 juga masih bisa bersama sampai minimal 4 tahun ke depan. Sumber: diolah dari Twitter/BrasilEdition via Tribunnews.com dan Transfermarkt.co.id
Skuad Brasil di Copa America 2021 juga masih bisa bersama sampai minimal 4 tahun ke depan. Sumber: diolah dari Twitter/BrasilEdition via Tribunnews.com dan Transfermarkt.co.id
Tetap angkat topi kepada Brasil dan Inggris.

Intinya, dari beberapa kesamaan yang mewakili kesamaan lainnya dari dua turnamen ini, kita bisa melihat bahwa perbedaan ruang dan waktu tidak serta-merta menghilangkan potensi adanya kemiripan.

Jadi, selamat untuk Argentina dan Italia, yang juga punya chemistry kuat. Seperti yang ada dalam diri Mauro Camoranesi.

Malang, 9-12 Juli 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Kompas.com 1, 2, Bolanet, Skor.id, Liputan6.com, Antaranews.com, Tempo.co 1, 2.

Tersemat: CNNIndonesia.com dan Kompas.com.

Baca juga: Personal Branding Penyuka Sepak Bola yang Cerewet, tapi Tidak Berisik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun