Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"ENTAH" dan Teater Daring

28 Maret 2021   20:25 Diperbarui: 28 Maret 2021   20:43 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan di dalam trailer / Youtube/ARTmediaNET

Setelah unsur desain panggung, maka kita perlu sedikit mengulik bagian unsur pencahayaan. Pada sisi inilah teater bisa disebut berbeda dengan film.

Teknik pencahayaan di dalam teater cukup berbeda dengan film. Saya sebut cukup berbeda, karena terkadang ini juga perlu melihat apa aliran yang diusung pementasan teater. Kalau di film, kita akan familier dengan istilah genre.

Sebenarnya, aliran dan genre dalam teater bisa disebut berbeda perwujudannya. Karena, aliran lebih dekat dalam teknik mewujudkan pementasan. Sedangkan genre lebih dekat pada bentuk ceritanya (genre lakon).

Keduanya bisa ditelaah secara berbeda. Namun, juga bisa dibaurkan dalam pementasan. Faktor penyambungnya adalah naskah dan konsep yang diinginkan sutradara.

Jika keduanya bisa dibaurkan, maka aliran dan genre hampir tidak ada bedanya. Itulah yang kemudian membuat teater masih memiliki perbedaan dibandingkan film, jika digali lebih dalam.

Salah satu cara untuk mengetahui hal semacam ini adalah lewat pencahayaan. Apakah pencahayaannya hanya menjalankan fungsi hakikatnya sebagai penerang, atau pendukung suasana yang biasanya digunakan pertunjukan 'aliran realis'.

Biasanya, pencahayaan yang dapat menjalankan fungsinya sebagai pendukung suasana (eksternal/internal tokoh) akan identik dengan permainan intensitas cahaya dan permainan warna cahaya. Jika tidak demikian, maka pencahayaan itu lebih fokus menjadi penerang.

Keduanya bukan masalah yang besar, selama penonton masih nyaman dan masih mengerti apa fungsi pencahayaan di dalam teater. Minimal, tahu kalau ada cahaya yang menyorot suatu tempat, maka di situlah ada adegan yang perlu diperhatikan.

Begitu juga sebaliknya, kalau pencahayaan tidak "masuk" maka itu bisa disebut wilayah kosong/mati. Pada sisi ini pun sebenarnya saya memiliki sedikit ganjalan terhadap pementasan "ENTAH". Namun, sekali lagi, akan saya sampaikan nanti.

Intinya, pada bagian ini saya masih menemukan ciri-ciri khas teater yang masih dipertahankan oleh Teater Pribumi untuk mementaskan "ENTAH". Sebagai penonton awam, saya menganggap ini masih layak disebut teater.

Teknik sinematografi yang muncul dalam pementasan ini menurut saya justru menjadi formula yang cukup baik untuk mengantarkan kisah yang sebenarnya menuntut kita berpikir lebih jauh. Seandainya tidak ada teknik sinematografi, adegan "intim" antara TUAN dan NYONYA tidak akan membuat saya cukup bersimpati kepada NYONYA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun